Geger Pecinan di Batavia yang Menghibur

Author:editorTembi / Date:07-05-2014 / Geger Pacinan merupakan salah satu catatan sejarah kelam. Perang yang meletus di Batavia tersebut bermula dari kekhawatiran pemerintah Belanda terhadap meningkatnya jumlah imigran gelap Cina pada 1739. Pada saat itu populasi warga Tionghoa di Batavia diperkirakan lebih dari 10 ribu jiwa.

Pentas grup Ketoprak Ringkes Tjap Tjonthong Djogdjakarta, lakon Geger Pacinan, Taman Budaya Yogyakarta, Jumat 24 dan 25 April 2014, foto: Herjaka HS
Adegan tentara kompeni menembaki warga Tionghoa Batavia

Karena diingkari oleh Sunan Paku Buwono II perihal pemberian Bumi Sukowati, Pangeran Mangkubumi marah besar. Ia berjalan cepat menyeret tombak pusaka. Tindakan tersebut menjadi pertanda bahwa Pangeran Mangkubumi akan menggelar perang. Perang melawan Kompeni yang dianggap menjadi biang keladi batalnya pemberian Bumi Sukowati yang dijanjikan Sunan Paku Buwono II.

Namun tiba-tiba Mangubumi menghentikan langkahnya. Sranta, nama seorang abdi yang setia, jongkok menyembah di kakinya sembari berucap: “Ampun Pangeran Mangkubumi, jangan mengangkat senjata lagi, rakyat sudah menderita dan sengsara menjadi korban perang yang tidak berkesudahan.”

Pentas grup Ketoprak Ringkes Tjap Tjonthong Djogdjakarta, lakon Geger Pacinan, Taman Budaya Yogyakarta, Jumat 24 dan 25 April 2014, foto: Herjaka HS
Kapiten Sepanjang jatuh cinta pada janda korban perang

Itulah adegan terakhir dari pentas ketoprak yang mengambil lakon 'Geger Pecinan' di Taman Budaya Yogyakarta, Jumat 24 dan 25 April 2014 pukul 20.00. Jika di belahan dunia mana pun, perang akan mengakibatkan orang susah dan sengsara, tidak demikian halnya dengan perang yang terjadi beberapa meter dari kawasan titik nol Yogyakarta, Geger Pecinan yang diusung dalam pentas ketoprak tersebut membuat orang tertawa dan terhibur.

Geger Pacinan merupakan salah satu catatan sejarah kelam. Perang yang meletus di Batavia tersebut bermula dari kekhawatiran pemerintah Belanda terhadap meningkatnya jumlah imigran gelap Cina pada 1739. Pada saat itu populasi warga Tionghoa di Batavia diperkirakan lebih dari 10 ribu jiwa. Gubernur Jenderal Adriaan Vicker yang berkuasa saat itu menetapkan kebijakan pajak tinggi terhadap mereka dan juga pemberlakuan izin menetap bagi warga Tionghoa yang telah tinggal lebih dari 10 tahun.

Warga Tionghoa Batavia yang tidak memiliki izin, lantas dijebloskan ke penjara. Dengan peraturan yang dipaksakan dan memberatkan tersebut, Khe seorang Tionghoa yang rambutnya berkucir panjang dan disebut dengan Khe Panjang atau Kapiten Sepanjang, memimpin sekitar 1.000 pejuang berani mati Tionghoa di pinggir Batavia kawasan pabrik gula Gandaria, untuk melawan Kompeni. Maka kemudian pecahlah perang yang merembet ke pantai utara Jawa dan keraton Kartasura. Patih Notokusumo dan Tumenggung Martapura, Bupati Grobogan bergabung dengan Kapiten Sepanjang menyerbu benteng Kompeni di Kartasura.

Pentas grup Ketoprak Ringkes Tjap Tjonthong Djogdjakarta, lakon Geger Pacinan, Taman Budaya Yogyakarta, Jumat 24 dan 25 April 2014, foto: Herjaka HS
Para pengungsi Tionghoa minta perlindungan di Kartasura

Terinspirasi dari buku Geger Pacinan yang ditulis oleh Daradjadi, Drs Susilo Nugroho membuat naskah ‘ketoprak’ dan dimainkan oleh grup Ketoprak Ringkes Tjap Tjonthong Djogdjakarta dengan sutradara Marwata Kawer yang sekaligus berperan sebagai Kapiten Sepanjang.

    Geger Pacinan yang berlangsung dari 1740 – 1743 dan menelan korban sekitar 8.000 orang China di Batavia, ditambah ribuan korban pribumi yang berjatuhan di Jawa Tengah dan Kartasura, di tangan Susilo dan Marwoto yang adalah pemain teater dan juga pelawak, tidak sedikit pun menampakkan kengerian, karena dikemas dalam bentuk humor.

Walaupun tidak ada adegan yang tidak membuat penonton tertawa, bukan berarti bahwa pentas malam itu tanpa pesan yang bernilai. Ada benang merah yang direnda sepanjang pentas untuk menyodorkan permenungan, yaitu pada adegan seorang bapak pribumi (Susilo Nugroho) mengejar anaknya (Rini Widyastuti) yang mengalami tekanan jiwa karena anak dalam gendongannya mati ditembak.

Pentas grup Ketoprak Ringkes Tjap Tjonthong Djogdjakarta, lakon Geger Pacinan, Taman Budaya Yogyakarta, Jumat 24 dan 25 April 2014, foto: Herjaka HS
Rapat petinggi Keraton Kartasura untuk mendukung Kapiten Sepanjang

Adegan bapak mengejar anak yang selalu muncul dalam setiap adegan tersebut sesungguhnya merupakan permenungan, bahwa apa pun alasannya, perang akan menimbulkan derita kemanusiaan yang hebat, derita seorang istri yang kehilangan suami, derita seorang ibu yang kehilangan anak, serta kebangkrutan moral dan ekonomi.

Pentas malam itu didukung oleh para pemain profesional, diantaranya: Nano Asmorodono, Kocil Birawa, Susilo Nugroho, Rini Widyastuti, Marwoto Kawer, Hargi Sundari, Bagong Trisgunanto, Sudiharjo, Novi Kalur, Rio Pujangkoro, Ngatirah, Sarjono, Bayu Gita-Gati, Bayu Saptama, Eko, Yoga. Peñata iringan: Warsana Kliwir, artistik: Eko dan Rio.

Naskah dan foto: Herjaka HS

Peristiwa budaya

Latest News

  • 09-05-14

    Pasinaon Basa Jawa K

    Tataran tutur bahasa Jawa saat ini lebih ringkas, hanya dibagi menjadi 4 jenis, yaitu: bahasa Ngoko-lugu, bahasa Ngoko-halus, bahasa Krama-limrah (... more »
  • 09-05-14

    Pager Piring, Pamera

    Pameran seni rupa tersebut berusaha untuk merespon dan mengaktualisasikan gagasan pager piring yang merupakan buah pemikiran Romo Mangun. Pager... more »
  • 09-05-14

    Bakdi Sumanto Meliha

    Bakdi Sumanto memfokuskan pada karya sastra Romo Mangun dengan “melacak” empat novel yaitu ‘Burung-Burung Manyar’, ‘Romo Rahardi’, ‘Trilogi Roro... more »
  • 08-05-14

    Ngudia Amrih Ditiru

    Pepatah ini ingin menekankan tentang pentingnya berpikir cerdas dan kreatif serta penuh inisiatif positif. Peniru atau pengambil gagasan atau ilmu... more »
  • 08-05-14

    Menyentuh Bunyi Bers

    Evelyn bertumbuh menjadi perkusionis handal. Kemampuannya yang kuat dalam merasakan getaran membuatnya menjadi musisi yang sangat sensitif dengan... more »
  • 07-05-14

    Jalan Mayor Suryotom

    Nama Loji Kecil Wetan diambilkan dari nama kampung Loji Kecil, yang di masa lalu merupakan pemukiman orang-orang Belanda. Lokasi kampung ini berada... more »
  • 07-05-14

    Geger Pecinan di Bat

    Geger Pacinan merupakan salah satu catatan sejarah kelam. Perang yang meletus di Batavia tersebut bermula dari kekhawatiran pemerintah Belanda... more »
  • 06-05-14

    Mengenang 15 Tahun K

    Romo Mangun sudah 15 tahun yang lalu meninggalkan kita, tetapi karya-karyanya masih terus bisa dinikmati dan dikunjungi. Selain menghasilkan banyak... more »
  • 06-05-14

    Pelajar SD BIAS Klat

    Tembi dipilih sebagai sasaran untuk tempat belajar kebudayaan Jawa karena Tembi relatif siap setiap saat untuk penyelenggaraan kegiatan itu.... more »
  • 06-05-14

    Perkampungan Nelayan

    Semak di kanan kiri sungai atau muara tersebut menjadi petunjuk bahwa tanah di sekitar tempat itu masih cukup baik untuk pertumbuhan tanaman.... more »