Pemeran Seni Rupa Ajining, Sebuah Kepedulian pada Malioboro
Pameran ini menampilkan 100 buah karya dari 64 perupa (pelukis). Salah satu kelompok yang ikut dalam pameran ini, bahkan menjadi motornya, adalah Perjam (Perupa Jalanan Malioboro).
Susana pembukaan pameran senirupa paguyuban Seni dan Budaya Kadang Malioboro
di Jogja Gallery
Malioboro adalah salah satu ikon Yogyakarta. Di tempat ini selain ada aktivitas bisnis, juga aktivitas kesenian. Bahkan Umbu Landu Paranggi menjadi seniman terkenal oleh karena Malioboro menjadi salah satu ajangnya untuk berkreasi dan menggali gagasan. Tidak hanya Umbu yang menggembleng diri di Maliboro. Ada begitu banyak seniman besar bahkan intelektual besar yang pernah merasakan kawah candradimuka Malioboro.
Kini Maliboro memang lebih sarat dengan kegiatan bisnis atau ekonomi. Sekalipun demikian, para seniman yang “bersarang” atau memiliki tempat pijak kreasi di Malioboro ternyata juga masih cukup banyak sekalipun mereka harus berimpitan dengan keriuhan aktivitas ekonomi di jantung kota Yogyakarta ini.
Tahun 1998 muncul gagasan dari para seniman dan masyarakat untuk memunculkan apa yang mereka sebut Malioboro Peduli. Sebagian besar dari mereka juga tergabung dalam Paguyuban Seni dan Budaya Kadang Malioboro. Intinya Kadang Malioboro adalah kumpulan komunitas-komunitas di Yogyakarta yang memiliki kepedulian pada perikehidupan Malioboro pada khususnya, dan Yogyakarta pada umumnya.
“Selamat Pagi” karya B Gunawan dalam pameran senirupa “Ajining” di Jogja Gallery
Kepedulian itu di antaranya mereka wujudkan dengan pameran lukisan bersama. Setidaknya mereka telah melakukan pameran bersama sebanyak delapan kali. Jumat malam, 13 Desember 2013 mereka juga melakukan pameran lukisan bersama dengan mengambil tempat di Jogja Gallery, Jl Pekapalan No 7 Alun-alun Utara Yogyakarta. Tema yang mereka usung dalam pameran ini adalah Ajining: Merajut Kasih.
Pameran ini menampilkan 100 buah karya dari 64 perupa (pelukis). Salah satu kelompok yang ikut dalam pameran ini, bahkan menjadi motornya, adalah Perjam (Perupa Jalanan Malioboro).
Perjam diketuai oleh Chamit Arang (41) yang asli Temanggung namun menetap di Yogyakarta sejak 1983. Ada sekitar 20 orang yang tergabung dalam Perjam ini. Sekalipun demikian, Perjam sifatnya sangat cair. Jadi, jumlah tetap anggota Perjam sering agak sulit dipastikan karena seringnya seniman keluar masuk dalam paguyuban ini.
No Brand” karya Yarno, 130 x 150, acrylic on canvas, tahun 2011
Perjam merupakan wadah perupa yang berkarya di Malioboro dengan berbagai latar belakangnya dan dalam prakteknya mereka juga bergaul akrab dengan sastrawan, pemusik, pematung, pengrajin, dan sebagainya. Menurut Chamit Arang seni bisa menjadi jembatan yang luwes untuk pergaulan atau hubungan-hubungan lain tanpa mempertimbangkan sekat-sekat apa pun.
Apa yang ditampilkan oleh Paguyuban Seni dan Budaya Kadang Malioboro di Jogja Gallery ini dalam kacamata lain dapat dipandang sebagai salah satu cara menunjukkan keistimewaan Yogyakarta yang oleh orang di luar Yogyakarta selalu diidentikkan dengan Malioboro. Begitu menyebut Malioboro orang akan ingat Yogyakarta. Begitu menyebut Yogyakarta orang akan ingat Malioboro.
Malioboro bukan hanya deretan toko dan kios serta mall. Namun Malioboro memiliki ruh atu jiwa yang lain, yakni seni dan budaya. Paguyuban Seni dan Budaya Malioboro merupakan salah satu pengisi jiwa Malioboro tersebut. Tanpa sentuhan-sentuhan ruh yang demikian Malioboro hanya akan berisi deretan toko, kios, mall, warung, serta obrolan seputar rupiah dan dagangan. Jika demikian Maliboro akan “mati” dan hanya akan berdiri sebagai penyaji barang dan jasa yang harus “diuangkan”.
“Borobudur” karya Siwo Smedi, 145 x 145, oil on canvas, 2013
Paguyuban ini dalam keterimpitan ruang dan waktunya d Malioboro toh masih bisa memunculkan ide-ide kreatif, gagasan-gagasan cemerlang, dan teknik-teknik senirupa yang terampil dan cantik. Semua itu mereka dedikasikan untuk Yogyakarta dan Malioboro. Karya-karya mereka itu mereka pamerkan di Jogja Gallery hingga 21 Desember 2013.
Naskah & foto:A. Sartono
Artikel ini merupakan Hak Cipta yang dilindungi Undang Undang - Silahkan Mencopy Content dengan menyertakan Credit atau link website https://tembi.net - Rumah Sejarah dan Budaya
Baca Juga Artikel Lainnya :
- Kolaborasi Fombi dengan Lica Cecato Sebuah Pengalaman Berharga(18/12)
- Perempuan Berdiskusi tentang Budaya(17/12)
- Membicarakan 9 Kubah Karya Evi Idawati(16/12)
- Pameran Lukisan Siswa dan Alumni SLBN 2 Bantul Di Tembi Rumah Budaya(16/12)
- Deru Ugo Untoro di Taman Budaya Yogya(14/12)
- Kreativitas Membuat Asesori Wayang Orang Ala Fun Game PT HM Sampoerna(14/12)
- Dicari! Musik Tradisi Baru 2014(13/12)
- Membentuk Tata Ruang Kota Yogyakarta nan Humanis(13/12)
- Oleh-oleh Tembi dari 4th Malaysian Composers Concert Series (1), Menyimak Komposisi Musik dari Berbagai Penjuru Dunia(11/12)
- Oleh-oleh Tembi dari 4th Malaysian Composers Concert Series (2), Menyimak Karya Para Komponis Muda Malaysia(10/12)
Radio Kombi [ ON AIR ] Sign Up| Lost Password
What is Kombi?