Oleh-Oleh: Tembi dari 4th Malaysian Composers Concert Series (2), Menyimak Karya Para Komponis Muda Malaysia

Tiap komponis memilii gaya musik masing-masing yang khas dan unik. Sebuah visi yang baik untuk mengembangkan kreativitas, sesuai slogan 4th Malaysian Composers Concert Series, Supporting and Nurturing Creativity.

4th Malaysian Composers Concert Series, Foto: Gardika Gigih Pradipta
Poster promosi acara konser

Malaysian Composers Concert Series (MCCS) telah menjadi program rutin dari Fakultas Musik Universiti Teknologi Mara (UiTM), Shah Alam Malaysia sejak tahun 2010. ‘Suporting Nurturing and Creativity’, "memelihara dan mendukung kreativitas musik mahasiswa", begitulah slogan MCSS dari tahun ke tahun. Pada tahun ini MCCS berlangsung dari tanggal 28 November-1 Desember 2013. Ada 5 program konser yang dilangsungkan di Kuala Lumpur Performing Arts Center (KL Pac).

Pada hari pertama, dibuka dengan Konser Fakultas pada pukul 20.00 waktu setempat. Hari kedua, tanggal 30 November, ada dua konser yakni ‘East & West – Short Compositions of Malaysian Inspiration’ (16.00-17.00), dan ‘Snapshots of New Musical Creativities I’ (20.00-22.00). Pada hari terakhir, ada konser ‘Around The World with Contemporary Composers (15.00-17.00) dan konser ‘Snapshots of New Musical Creativities II’(17.00-19.00).

Salah satu agenda konser yakni ‘Snapshots of New Musical Crativities’ yang berlangsung pada hari kedua (20.00-22.00) dan hari ketiga (17.00-19.00) dengan repertoar yang sama. Ada 15 karya komposisi baru dari komponis-komponis muda Malaysia yang ditampilkan pada konser kali ini. Sebagian besar merupakan karya mahasiswa-mahasiswa komposisi Fakultas Musik UiTM. 15 karya pendek, dengan durasi tidak lebih dari 7 menit untuk setiap karya. Ya, sebuah konser yang cukup padat dengan repertoar. Sebagian besar dari karya-karya ini dibuat untuk format orkestra dan paduan suara yang dimainkan oleh para mahasiswa musik UiTM dengan Prof Madya Tazul Izan Tajuddin sebagai konduktornya.

Konser dimulai tepat waktu di hari kedua. Repertoar ‘The Sondopiton’ karya Elvin Dainal untuk format orkestra dan 7 pemain Totunggak, instrumen bambu tradisional, menjadi sajian pembuka. Menarik mencermati kreasi Elvin untuk mengawinkan bebunyian orkestra dengan totunggak. Bunyi batang bambu-bambu yang ditabuh berpadu dengan bunyi orkestra, membentuk panorama bunyi yang asyik.

Berikutnya, komposisi musik karya Rayner Naili untuk orkestra berjudul ‘Anxiety of Kadazandusun’. Sesuai dengan judulnya, anxiety – kegelisahan. Karya ini banyak menggunakan melodi-melodi kromatis bernada kegelisahan, terutama pada seksi gesek/string dan tiup logam/brass. Komposisi ketiga, Black Hole untuk Piano dan String Kuartet karya Caeleb Tae.

4th Malaysian Composers Concert Series, Foto: Gardika Gigih Pradipta
Orkestra dan gamelan berpadu

Komposisi keempat, Agrabah untuk fute dan chamber string atau seksi gesek karya Wan Azlan. Agrabah terinspirasi dari film Aladdin. Wan menciptakan karya ini setelah menonton film Aladdin. Sedangkan penggunaan format Flute dan seksi gesek terinspirasi dari musik soundtrack ‘Harry Potter’ karya John Wiliams.

Menginjak karya kelima, Confession of a Hustler karya Abg Mohd Mustaqin, yang akrab disapa Abang. Karya ini unik, berformat paduan suara, gamelan, piano, cello, rebab, perkusi, dan seorang rapper, yakni Abang sendiri. Ya, sang komponis memang telah dikenal kuat sebagai komponis musik ‘hip hop’ yang dikreasikan dengan orkestra, gamelan, dan berbagai ide unik lainnya. Menarik bagaimana Abang menjalin bebunyian dari seksi orkestra dengan gamelan, dan rap-nya. Ia memang eksentrik, tampil dengan topi dibalik, nge-rap didepan orkestra.

Karya keenam ‘Unipolar’, kali ini dari dosen muda UiTM, Ainolnaim Azizol yang pada tahun 2011 berpartisipasi juga dalam ajang Goethe Institute South-East Asia Young Composers Competition and Festival yang dilangsungkan di Indonesia. Pada komposisi ‘Unipolar’, Ainolnaim mengkreasi bebunyian Zhong Ruan, instrument musik tradisional China, dan diproses dengan bebunyian elektronik pada komputer.

‘Trembling Emerald Northern Sky’ karya M Aizat Adli menjadi repertoar ketujuh untuk format viola, cello, dan piano. Repertoar berikutnya, ‘Deliverance’ karya Zata Najjat untuk format Oboe, Celesta, 2 perkusi, piano, dan cello. Karya musik minimalis ini memiliki kisah, bercerita tentang seorang gadis yang dipersembahkan untuk Dewa Gunung. Karya kesembilan, ’Broken Memory’ karya Gouk Yan Tong untuk flute, clarinet, horn, trombone, dan ensemble gesek. Juga musik yang berkisah, yakni tentang ingatan dalam hidup manusia.

‘Synopsis de la Vie, qu’est que tu penses?’ untuk paduan suara, flute, dan ensemble gesek karya Catriona Au menjadi sajian berikutnya. Jika diterjemahkan judul dalam bahasa Prancis ini berarti ‘Sinopsis kehidupan, apa yang kamu pikirkan tentangnya?’. Karya ini juga mengangkat teknik komposisi minimalis.

Repertoar kesebelas, ‘Sonata Abadi’ untuk orkestra karya Nor Aeffendi Mazalan. Sejatinya, karya ini semula untuk solo piano yang diorkestrasikan. Sesuai judulnya, karya ini mengambil bentuk sonata dengan ritme tarian waltz berbirama ¾. Selanjutnya, ‘Final Voyage’ karya Mohamed Hakim untuk format paduan suara dan ensembel kamar. Karya ini bernuansa epic orchestral, sebagaimana soundtrack film-film kolosal tentang peperangan. ‘Final Voyage’, berkisah tentang raja-raja kuno seperti Alexande Agung, Genghis Khan.

Komposisi elektronik ‘If I Shoud Die Before I Wake Up’ karya Thairy Tasuim Hassan menjadi repertoar ketigabelas. Berbagai bunyi-bunyian diolah Thairy dalam komputer dan diproyeksikan melalui speaker. Selanjutnya, ‘The Writer’ karya Gloson The untuk solo biola, paduan suara dan ensemble kamar. Masih juga berilustrasi, tentang kisah seorang penulis yang tengah bekerja.

Karya terakhir dalam rangkaian konser ‘Snapshot of New Musical Creativity’ merupakan komposisi dari Faraz Emamdoust, berjudul ‘In Celebration of Life’ untuk ensemble kamar. Karya ini banyak dipengaruhi oleh gaya musik klasik.

‘In Celebration of Life’ menutup konser dengan manis. Ya, sangat menarik mencermati potret komposisi musik karya komponis-komponis muda Malaysia dalam even ini. Tiap komponis memilii gaya musik masing-masing yang khas dan unik. Sebuah visi yang baik untuk mengembangkan kreativitas, sesuai slogan 4th Malaysian Composers Concert Series, Supporting and Nurturing Creativity. Sesuai juga dengan desain poster MCCS, menyirami tanaman ‘musik’ supaya tumbuh subur. Ya, memberi ruang bagi anak-anak muda untuk bertumbuh!

Naskah & Foto:Gardika Gigih Pradipta



Artikel ini merupakan Hak Cipta yang dilindungi Undang Undang - Silahkan Mencopy Content dengan menyertakan Credit atau link website https://tembi.net - Rumah Sejarah dan Budaya


Baca Juga Artikel Lainnya :




Radio KombiRadio Kombi [ ON AIR ] Sign Up| Lost Password
What is Kombi?
Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta