Kolaborasi Fombi dengan Lica Cecato
Sebuah Pengalaman Berharga
Lica Cecato adalah vokalis dan gitaris Jazz yang telah sarat pengalaman bermusik dan telah bermusik bersama musisi-musisi Jazz kawakan seperti John Patituci (pemain bass dari band Chick Correa), hingga komponis gitar ternama dari Brazil, Paulo Belinati.
Meski sudah 57 tahun Lica Cecato masih energik
Pada awal bulan Desember ini forum Musik Tembi kedatangan tamu istimewa, musisi Jazz dari Brazil Lica Cecato. Lica Cecato adalah vokalis dan gitaris Jazz yang telah sarat pengalaman bermusik dan telah bermusik bersama musisi-musisi Jazz kawakan seperti John Patituci (pemain bass dari band Chick Correa), hingga komponis gitar ternama dari Brazil, Paulo Belinati. Lica juga alumni dari Berklee College of Music, Boston, Amerika Serikat, dengan menerima beasiswa penuh di sana.
Sesuai jadwal yang telah diagendakan, Lica berkunjung ke Tembi Rumah Budaya mulai dari tanggal 8-13 Desember 2013 untuk memberi workshop Brazillian Jazz dan berkolaborasi dengan teman-teman musisi muda dari forum Musik Tembi (foMbi).
Proses kolaborasi dimulai pada hari senin, pukul 14.00. Pertemuan pertama dan segalanya masih terasa asing. Lica memperkenalkan dirinya dan begitu pula teman-teman dari foMbi yang terdiri dari Ninis (vokal), Dinda (piano), Bran dan Pradit (gitar), Sprite’z (djembe dan slumpret), Gigin (kendhang Sunda dan bonang), Gigih (pianika), dan Tommy (drumset).
Namun musik telah mencairkan suasana dengan begitu cepat. Saat Lica Cecato mulai memainkan salah satu lagunya dengan gaya Bossanova dan Samba, suasana workshop di Museum Tembi Rumah Budaya menjadi hangat. Keakraban pun mulai terjalin.
Hari pertama, dari tiga hari workshop kolaboratif yang dijadwalkan disepakati sebagai hari eksplorasi ide-ide musik. Tema awal dari kolaborasi ini adalah BrazIndo, kolaborasi musik Indonesia dan Brazil. Lica berangan bahwa dalam proses kolaborasi, bisa terjadi pertemuan mesra antara idiom-idiom musik Brazil dengan musik tradisi Indonesia. Saling bertemu, saling mengisi, dan saling menginspirasi.
Proses kolaborasi memang selalu menarik, karena perjalanannya selalu seperti menjadi misteri yang terpecahkan kemudian satu misteri datang lagi. Tidak ada yang tahu persis, bagaimana musik akhir yang akan diciptakan dari sebuah kolaborasi, ini adalah sebuah proses bersama.
Lica mengusulkan sebuah ide, yakni proses kolaborasi musik dengan inspirasi rentetan cerita dalam satu hari, mulai dari pagi, siang, sore, malam, larut malam hingga terlelap. Ini juga seperti siklus kehidupan manusia.
Mendiskusikan susunan repertoar
Maka mulailah teman-teman foMbi mengeksplorasi ide musik pagi hari. Dinda membuka dengan denting-denting piano, yang disahut petikan gitar Bran dan Pradit, lalu tetabuhan pelan kendang Sunda oleh Gigin. Ilustratif, dan semua lalu mengalir begitu saja, disahut dengan improvisasi duet vokal Lica dengan Ninis, isian melodi pada pianika, dan tabuhan djembe dan dan ritmis drumset. “Sunshine” menjadi lagu pertama hasil kolaborasi.
Proses kolaborasi menjadi semakin asik dan banyak ide-ide baru bermunculan. Tak terasa, sudah 3 komposisi baru yang tercipta, yakni “Sunshine”, “Music Colours” yang kental dengan idiom musik tradisional Sunda, dan “Creative Fragment” yang awalnya terinspirasi dari komposisi solo piano, ‘Fragment’ karya Jaya Suprana.
Dari tiga komposisi baru yang tercipta dengan banyak inspirasi idiom musik tradisi Indonesia, giliran Lica mengajak teman-teman foMbi untuk menggarap kembali sebuah lagu Bossanova yang sangat terkenal, Girl from Ipanema. Aroma musik Amerika Latin yang kental tentu lekat dengan lagu ini. Namun Lica meminta Gigin untuk mengisinya dengan tabuhan kendang Sunda. Jadilah Brazillian way berpadu apik dengan Indonesian way.
Di sela-sela bermain musik, Lica juga banyak bercerita mengenai musik tradisional Brazil, Bossanova, hingga Samba. Mulai dari sejarah awal hingga perkembangannya saat ini. Begitulah kisah proses workshop kolaboratif di hari pertama.
Selasa, 10 Desember 2013. Eksplorasi ide-ide musikal makin berkembang. Lica memperkenalkan ‘Baiao’ sebuah gaya ritme yang khas dari daerah Northeast (timur laut) Brazil yang banyak dipengaruhi oleh elemen-elemen musik Afrika, Indian, dan Eropa. Pola ritme ini begitu atraktif dan teman-teman foMbi mencoba memainkannya dengan berbagai instrumen musik.
Selain Baiao, tentu saja irama Samba tetap tidak boleh terlewatkan. Bersama Lica yang lahir di Rio de Janeiro, Brazil 57 tahun lalu irama Samba terasa begitu kuat dan khas. Ini adalah kesempatan berharga bagi teman-teman musik Tembi untuk merasakan aroma musik tradisi Brazil dari seorang musisi yang lahir di sana.
Di hari kedua ini, Bran dan Pradit menyampaikan pada Lica bahwa mereka memiliki komposisi duet gitar favorit dari komponis masyur dari Brazil, Paulo Belinati yang sering mereka mainkan berjudul “Jongo”. Lica sontak terkejut gembira, karena ia adalah sahabat Paulo Belinati. Pradit dan Bran seakan tidak percaya, tampak mereka begitu berbinar mendengar cerita ini. Mulailah Pradit dan Bran memainkan Jongo. Lica dan Ninis meresponnya, kemudian satu persatu teman-teman foMbi menyusul dengan boning, kendang Sunda, pianika, drumser, piano dan djembe. Jadilah “Jongo” versi baru, gado-gado namun begitu asik didengarkan.
Lalu sampailah di hari ketiga, satu hari sebelum pementasan kolaboratif bertajuk “Paint Your Life, BrazIndo, Musical Colours!”. Sambil mematangkan lagu-lagu yang telah dilatih pada proses workshop dua hari lalu, Lica memperkenalkan beberapa lagu seperti “Beijo”, “Secreto”. Lalu ia juga memperkenalkan lagu Brazil yang begitu populer, “Dindi” ciptaan Tom Jobin dan Aloysio de Oliveira. Lica memang seorang pencipta lagu yang sangat aktif.
Dengan masuknya ketiga lagu baru ini, maka 8 lagu kolaboratif telah dikreasi dan dilatih oleh teman-teman foMbi bersama Lica Cecato. Termasuk sebuah “porsi” yang sangat banyak dalam waktu hanya 3 hari workshop. Teman-teman foMbi sempat kebingungan mengingat-ingat beberapa bagian komposisi dan terlihat mulai kelelahan sementara Lica masih tetap energik.
Proses bermusik yang asik di Tembi
Melihat situasi latihan yang mulai berjalan lambat, Lica peka. Ia menghentikan sejenak dan berkelakar, “Ayolah bapak-ibu tua, semangat!. Aku masih merasa begitu muda”. Tawa sontak meledak di Museum Tembi Rumah Budaya. Lica kemudian bertanya, “tahu berapa umur saya teman-teman”, yang kemudian langsung ia jawab sendiri, “limapuluh tujuh tahun, hahahah”. “Ayolah, anak muda harus energik harus semangat!”, tambah Lica.
Lica memang masih begitu energik. Barangkali spirit musik Brazil yang energik itu telah melingkupi jiwanya.
Latihan kembali berjalan dengan teman-teman foMbi yang terasa tidak mau kalah. Musik juga menjadi lebih semangat dan semarak. Delapan komposisi berhasil dilatih dengan baik hingga hari ketiga. Saat latihan akan berakhir, Lica mengajak teman-teman foMbi berdiskusi.
“Break a leg!”, begitulah kata-kata penuh semangat dari Lica. Lakukan semuanya dengan sungguh hati. Tiga hari berproses kolaboratif bersama Lica Cecato sungguh menjadi pengalaman belajar yang berharga bagi teman-teman musisi muda foMbi. Lica yang penuh semangat itu telah menyebarkan juga semangat dan inspirasi pada para pemuda ini. Terimakasih Lica Cecato!
Naskah & foto:Gardika Gigih Pradipta
Artikel ini merupakan Hak Cipta yang dilindungi Undang Undang - Silahkan Mencopy Content dengan menyertakan Credit atau link website https://tembi.net - Rumah Sejarah dan Budaya
Baca Juga Artikel Lainnya :
- Dicari! Musik Tradisi Baru 2014(13/12)
- Membentuk Tata Ruang Kota Yogyakarta nan Humanis(13/12)
- Oleh-oleh Tembi dari 4th Malaysian Composers Concert Series (1), Menyimak Komposisi Musik dari Berbagai Penjuru Dunia(11/12)
- Oleh-oleh Tembi dari 4th Malaysian Composers Concert Series (2), Menyimak Karya Para Komponis Muda Malaysia(10/12)
- Diskusi Musikalisasi Sastra di Taman Budaya Yogya(10/12)
- Oleh-oleh Tembi dari 4th Malaysian Composers Concert Series (1), Ruang Berkreasi bagi Para Komponis Muda di Malaysia(09/12)
- Siswa-siswi IPEKA International School Berwisata Budaya di Tembi(09/12)
- Menjelang 100 Tahun Ismail Marzuki, Gelar karya Monumental Sang Komponis(09/12)
- Bima Dimasak Jadi Bothok(06/12)
- Pameran Seni Grafis Etiket Batik dan Tenun 1930-1990 di Bentara Budaya Yogyakarta(06/12)
Radio Kombi [ ON AIR ] Sign Up| Lost Password
What is Kombi?