Mengusahakan Tenteram Damai Sejahtera

07 Sep 2015

Dalam arti luas merti dusun dimaknai sebagai upacara syukur atas berkah keselamatan, kesejahteraan, dan ketenteraman yang telah dan akan selalu diterima oleh masyarakat desa yang bersangkutan. Kegiatan itulah yang dijalani oleh warga Dusun Manding Kidul, Bantul, dengan sejumlah kegiatan, termasuk gelar wayang kulit.

Merti dari kata perti yang artinya bersih. Merti dusun artinya ‘ngopeni’ atau menjaga, merawat dusun agar bersih. Dalam arti luas merti dusun dimaknai sebagai upacara syukur atas berkah keselamatan, kesejahteraan, dan ketenteraman yang telah dan akan selalu diterima oleh masyarakat desa yang bersangkutan. Rasa syukur itulah yang kemudian diwujud-nyatakan dengan serangkaian upacara, dintaranaya adalah kerja bakti membersihkan lingkungan, ziarah ke makam leluhur cikal bakal desa, mengadakan kirab dengan mengarak aneka hasil bumi serta aneka rupa potensi budaya kesenian setempat.

Seperti itulah yang dilakukan masyarakat Dusun Manding Kidul pada Minggu 30 Agustus 2015. Upacara merti dusun yang diadakan lima tahun sekali ini dimaknai dengan tekad bersama ‘Hamemardi Mardawaning Budaya, Mbudidaya Rahayuning Kawula’ yang dalam bahasa Indonesia berarti: melestarikan budaya luhur, serta berusaha mendapatkan kesejahteraan, keselamatan dan kedamaian masyarakat.

Selaras dengan tekad tersebut upacara merti dusun warga Dusun Manding Kidul, Trirenggo, Bantul, Yogyakarta, ini merupakan ungkapan rasa syukur atas rezeki berupa hasil bumi yang senantiasa dilimpahkan, kesehatan yang dianugerahkan serta keselamatan yang diberikan. Rangkaian acara diawali dengan ziarah ke makam cikal bakal Dusun Manding yaitu Ki Brajasara, Ki Jayayuda serta Ki Jawangsa. Pada hari pelaksanaan pada pukul 12.30 WIB diadakan kirab budaya mengelilingi dusun dengan membawa 2 buah jodhang hasil bumi. Setelah kirab dilanjutkan doa dan kenduri warga. Pada malam itu juga acara ditutup dengan pegelaran wayang kulit purwa semalam suntuk dibawakan oleh Ki Geter Pramuji Widodo dengan memilih lakon Wahyu Katentreman. Bintang tamu yang diundang meramaikan pagelaran tersebut adalah Yuningsih, Srundeng, Angger Sukisno, dan Rini widyastuti.

“Wahyu Katentreman adalah cerita carangan yang saya sendiri belum tahu ceritanya,” kata Pak Dukuh Tri Santosa yang sedang menikmati pertunjukan wayang dari balik kelir. Baginya pegelaran wayang ini merupakan salah satu sarana memohon ketenteraman, kesejahteraan, serta keselamatan untuk masyarakat Dusun Manding Kidul, oleh karenanya ia memilih lakon Wahyu Katentreman. Jika masyarakatnya tenteram, mereka dapat bekerja dengan baik sesuai dengan pekerjaannya masing-masing, sehingga dapat mewujudkan kesejahteraan.

Ia mengatakan bahwa saat ini warganya yang berjumlah seribu jiwa tinggal menyisakan 20 hektar tanah pertanian. Jika dibagi rata masing-masing warga mendapat bagian tanah pertanian 200 m2. Dengan kenyataan yang ada, mengandalkan penghasilan untuk menopang hidup dari sektor pertanian tidak lagi relevan. Para petani mulai meninggalkan dan menjual sawah ladangnya serta meletakkan cangkulnya yang tidak lagi dapat menyejahterakan. Sebagian besar mereka beralih kerja ke sektor lain yang lebih menjanjikan.

Berkaitan dengan hal tersebut, sepenggal adegan dari lakon wayang yang mereka tanggap adalah ketika Wrekudara menemui Kresna untuk memberitahukan bahwa Dewi Sri ‘kumaraning rejeki’ telah meninggalkan negara Indraprasta. Akibatnya para kawula menderita sakit dan kelaparan. Kresna sanggup membantu untuk mencari serta menemukan Dewi Sri demi keselamatan serta kesejahteraan kawula.

Walaupun sebagian besar warga Padukuhan Gandekan Manding Kidul tidak lagi bertani, padi masih menjadi makanan pokok mereka. Sehingga Dewi Sri yang adalah Dewi Padi, Dewi rohnya, rezeki masih relevan dengan zaman. Oleh karenanya Wahyu Katentreman yang dikisahkan oleh dalang Ki Geter, adalah saat di mana Dewi Sri tidak lagi ditinggalkan dan meninggalkan masyarakatnya.

Tri Santosa yang telah menjabat sebagai kepala dukuh selama 25 tahun mengatakan bahwa pagelaran wayang malam ini selain ‘ngopeni,’ memelihara desanya juga memelihara budaya peninggalan para leluhur. Bersama dengan Kresna dan para Pandawa masyarakat Manding Kidul berusaha mencari serta ‘nglenggahke’ atau menempatkan Dewi Sri ke ruang ‘senthong’ keluarga masing-masing. Untuk menandai bahwa keluarga yang bersangkutan senantiasa merasakan ketenteraman, kedamaian serta kesejahteraan.

Naskah dan foto: Herjaka HS.

Merti dusun Manding Kidul, Trirenggo, Bantul, Minggu 30 Agustus 2015, foto: Herjaka HS Merti dusun Manding Kidul, Trirenggo, Bantul, Minggu 30 Agustus 2015, foto: Herjaka HS Merti dusun Manding Kidul, Trirenggo, Bantul, Minggu 30 Agustus 2015, foto: Herjaka HS Merti dusun Manding Kidul, Trirenggo, Bantul, Minggu 30 Agustus 2015, foto: Herjaka HS Merti dusun Manding Kidul, Trirenggo, Bantul, Minggu 30 Agustus 2015, foto: Herjaka HS Merti dusun Manding Kidul, Trirenggo, Bantul, Minggu 30 Agustus 2015, foto: Herjaka HS Berita BUDAYA

Baca Juga

Artikel Terbaru

  • 14-09-15

    Jagal Bilawa (2): Be

    Dikarenakan Matswapati tidak segera menjawab, maka Bilawa mengulangi pertanyaannya, apakah engkau tidak yakin aku menang? Pada akhirnya Matswapati... more »
  • 14-09-15

    Buku tentang Riwayat

    Selain membahas tentang perkembangan tari, secara khusus buku ini membahas beberapa jenis tari. Yaitu beksan tunggal (seperti tari Golek gaya... more »
  • 14-09-15

    Permata dalam Ingata

    Dengan keasliannya ini, gedung Permata mudah memanggil memori orang-orang yang dulu rajin menonton film di sini. Rasanya tak salah pilih ketika... more »
  • 12-09-15

    Naga Dina Minggu Kli

    Jika tidak mau celaka, jangan menuju ke arah sang naga berada, karena ia akan mencelakai kamu. Minggu Kliwon, 13 September 2015, kalender Jawa... more »
  • 12-09-15

    Gudeg pertama di Wij

    Soal rasa, gudeg Bu Slamet sangat layak dipuji. Kental dan ‘medok’. Mulai dari gudeg, areh, krecek sampai telur pindang dan ayamnya, semuanya memikat... more »
  • 12-09-15

    Pameran Perjuangan U

    Pameran Dokumentasi Keistimewaan DIY ini digelar pada tanggal 31 Agustus – 2 September 2015 bertempat di pendopo Dinas Kebudayaan DIY. Pada pameran... more »
  • 12-09-15

    Denmas Bekel 12 Sept

    Denmas Bekel 12 September 2015 more »
  • 11-09-15

    Kisah Perjuangan Ten

    Dengan membaca buku ini, kita akan mengetahui nama-nama Tentara Pelajar tersebut, aksi-aksi yang dilakukan, serta suka duka yang dialami. Bahkan... more »
  • 11-09-15

    Film Basiyo, Dokumen

    Tokoh legendaris di dunia Dagelan Mataram ini telah berkontribusi sangat besar pada kehidupan dengan dunia kejenakaannya. Ia banyak mengisi kebuntuan... more »
  • 11-09-15

    Kirab Festival Kesen

    Meski jumlah peserta kirab banyak tapi secara keseluruhan ada kesan monoton. Penyebabnya karena sebagian besar peseta menampilkan kesenian serupa.... more »