Sound Of Hanamangke

Sound Of Hanamangke

Kata “Tradisi” seringkali dikonotasikan sebagai sesuatu atau hal yang kuno, masa lalu bahkan terbelakang karena tidak modern. Jangan salah!! Justru yang semangat tradisi itulah yang menjadi dasar bagi Sound Of Hanamangke untuk berkarya dalam seni musik karena bagi mereka orang-orang tradisional selalu konsisten antara pikiran dan tindakannya sehingga ketika menghasilkan karya selalu memiliki “rasa”. Rasa inilah yang selalu ingin dihasilkan oleh Sound of Hanamangke grup musik kontemporer dari Bandung dalam berkarya di bidang musik.

Hanamangke berasal kata Hana nguni tan hana mangke. Tan hana nguni tan hana mangke yang berarti ada masa lalu, ada masa kini. Tidak akan ada masa kini tanpa adanya masa lalu, intinya kita harus menghargai sejarah. Betul! Karena sejarah adalah proses menjadi dan sejarah bukanlah sekedar masa lalu yang statis.

Pemahaman arti tidak ada masa kini tanpa adanya masa lalu itu menjadikan Sound of Hanamangke sebagai grup yang melahirkan komposisi musik atraktif, modern dengan rasa nusantara.

Sound of Hanamangke terbentuk dari proses kreatif yang lahir dari Jendela ide, sebuah lembaga non profit yang memberi perhatian pada pengembangan cara berpikir kreatif anak-anak dan kaum muda melalui kegiatan-kegiatan pelatihan serta diskusi pendidikan dan kebudayaan. Jendela ide didirikan oleh pak Andar Manik dan ibu Marintan Sirait yang berprofesi sebagai pendidik, psikolog, seniman dan pakar media pada tahun 1995. Dalam perjalanannya, Andar Manik melihat potensi dibidang musik yang dimiliki oleh para fasilitator kegiatan di Jendela Ide untuk mendirikan grup musik. Di tahun 2006 Yudi Taruma, Bintang Manira, Wawan Kurniawan ditambah personil diposisi bas dan gitar membentuk Karinding Collaborative Project. Grup ini mengambil esensi dari getaran (karinding) yang dikolaborasikan dengan musik-musik lain seperti jazz, pop atau blues. Di tahun 2010 mereka memutuskan untuk mengganti nama menjadi Sound of Hanamangke karena pada masa itu ada juga grup karinding Attack yang membuat publik menganggap tidak ada bedanya dengan Karinding Collaborative project. Karinding Attack sendiri juga berasal dari komunitas yang sama, Jendela Ide.

Sampai saat ini personil tetap Sound of Hanamangke adalah Yudi Taruma Di Swara (kecapi/vocal), Daeng Randy (gitar) Lutfi Aditya (bass), Wawan Kurniawan (kendang, tarawangsa, flute) dan Bintang Manira (drum dan perkusi).

Musik Sound of Hanamangke lahir melalui cara yang unik. Mereka menggunakan rasa yang ada dalam musik tradisi sebagai pemicu untuk membangun kolaborasi dengan alat musik modern tetapi tidak memisahkannya ketika membuat komposisi lagu. Dalam membuat komposisi lagu Sound of Hanamangke memberikan ruang bebas untuk menghasilkan harmoni kepada semua personilnya bahkan di setiap saat mereka memainkan lagu, maka jangan heran jika kita bisa mendengar “variasi” bunyi-bunyian yang terasa lebih kaya antara lagu yang dimainkan saat latihan, rekaman dan pertunjukkan. Contohnya Bintang yang berangkat dari musik perkusi ketika bertemu dengan Wawan di grup ini seringkali menemukan harmoni baru melalui “pertarungan” tiap kali mereka memainkan alat musik mereka diwaktu bersamaan. Entah pada saat latihan, rekaman maupun pertunjukkan. Ada semacam “perpindahan” dari interaksi permainan mereka. Seperti misalnya Bintang bisa memainkan pola kendang sunda Wawan dipermainkan drum dan perkusi Bintang, suaranya drum tapi rasanya kendang.

Lain lagi dengan Randy dan Lutfi yang berasal dari genre yang berbeda. Lutfi “berangkat” dari jazz sedangkan Randy dari heavy metal. Keduanya memang butuh “penyesuaian” begitu juga tentu dengan personil lainnya yang berangkat dari musik tradisional namun karena dalam prosesnya, kedua musisi yang berangkat dari musik modern justru merasa menemukan jati diri mereka di Sound of Hanamangke.

Sound of Hanamangke memang tidak mengkotak-kotakkan musik berdasarkan genrenya. Kolaborasi itu melahirkan warna musik yang kaya. Seperti mendengarkan band tapi nuansa tradisinya muncul. Mendengarkan lagu karya Sound of Hanamangke seperti masuk ke alam imajinasi yang mungkin bisa berbeda dialami oleh setiap pendengar. Seperti pada salah satu komposisi mereka yang bertajuk Halimun. Di awal lagu, suara menggema seperti menyambut kedatangan kita di sebuah kaki gunung menjelang malam. Menghadap perbukitan yang diselimuti kabut yang mengesankan penuh daya tarik misteri. Hentakan Bintang Manira pada perangkat drum diikuti dengan “pertarungan” keplakan tapak Aweng seperti membuat kita menjelajah hutan rimba yang gelap tanpa rasa takut justru penuh semangat. Musiknya terasa enerjik dan bikin penasaran, kita yang biasanya mendengarkan irama suka menebak irama selanjutnya justru akan terkaget-kaget karena gimana irama selanjutnya memang sulit ditebak. Apalagi ketika Lutfi dengan bassnya “berkomunikasi” dengan ketukan drum Bintang dengan sesekali masuk raungan gitar metalnya Randy. Suasanya aneh seperti masuk dalam imajinasi kita karena bisa merasakan semangat yang riang dalam sebuah alam mistis. Dahsyat men…!

Temen nan yuk ..!

ypkris



Artikel ini merupakan Hak Cipta yang dilindungi Undang Undang - Silahkan Mencopy Content dengan menyertakan Credit atau link website https://tembi.net/


Baca Juga Artikel Lainnya :




Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta