Obbie, Sang Penjaja Suara

Obbie, Sang Penjaja Suara

Pengalaman adalah guru terbaik. Ilmu yang tidak akan pernah didapat dari buku atau pelajaran sekolah.

Lahir sebagai anak ke 3 dari 4 bersaudara di Medan tgl 6 Desember 1978. Robby Alfina alias Obbie MC sejak kecil sudah terbiasa hidup dalam kondisi yang dibiasakan untuk “survive”. Bukan dalam arti serba kekurangan tapi bagaimana Obbie bersama kedua kakaknya bisa “hidup” dengan apa yang diberikan orang tuanya.

Usia 2 tahun Obbie ditinggal pergi selamanya oleh sang mama karena melahirkan sang adik. Setelah kepergian sang mama. Obbie mendapat mama baru menggantikan sang mama. Buah dari perkawinan ayahnya yang kedua ini, Obbie mendapat 2 adik baru.

Dua tahun tinggal di Medan mereka sekeluarga hijrah ke Bandung. Masa kecil Obbie tidak berbeda dengan masa kecil anak-anak pada umumnya. Mungkin agak berbeda dengan teman-teman seusianya karena Obbie dikenal sebagai anak kecil yang sangat cerewet dan tidak bisa diam. Masa kecil bagi Obbie seperti masa tanpa beban. Meski dididik dengan cara yang agak berbeda dari umumnya orangtua yang selalu memberi apa yang diinginkan anaknya, namun dengan “keterbatasan” yang ia terima Obbie merasa tetap bisa enjoy. Mungkin karena sifatnya yang periang dan bandel membuat Obbie tidak pernah merasa minder dengan keadaan.

Lima tahun tinggal di Bandung, Obbie dan keluarganya pindah ke kota gudeg, Yogyakarta. Di sini Obbie mulai bersekolah di SD keputeraan 7. Tetap dengan sifatnya yang bandel, Obbie mulai kreatif untuk “menambah” uang jajan. Meski tidak dilakukannya setiap saat Obbie kecil sudah pernah merasakan jadi “kacung” bola di lapangan tenis. Kerjanya hanya mengambil dan mengumpulkan bola-bola di lapangan dan meletakkan kembali ke dalam keranjang. Hasil dari kerja itu tidak ia tabung karena habis buat beli bakso. Mungkin agak miris mendengarnya sampai-sampai membeli baksopun harus bekerja dulu. Tapi pengalaman ini buat Obbie justru jadi hal yang menyenangkan. Bukan karena baksonya tapi dari usahanya yang bisa ia rasakan hasilnya. Obbie jadi mengerti dan bisa lebih mudah untuk menghargai sebuah usaha keras untuk mendapatkan apa yang diinginkan.

Obbie, Sang Penjaja Suara

Tanpa bermaksud takabur, Obbie yang kelihatan lebih sering bercanda daripada seriusnya ternyata bisa juga bersyukur karena selalu merasa beruntung. Keberuntungan yang selama ini ia rasakan adalah dengan kesadarannya akan kemungkinan yang menurutnya sangat kecil untuk mendapatkan apa yang ia inginkan ternyata selalu terwujud. Misalnya, ketika ia ingin masuk sekolah di SMP negeri, Obbie cuma masuk sebagai cadangan tapi ternyata bisa diterima juga pada akhirnya. Lulus SD, Obbie bersekolah di SMP Negeri 12 Yogyakarta. Lulus SMP Obbie melanjutkan sekolah di SMA Negeri 10 masih di kota yang sama. Di masa ini Obbie mulai mencoba hidup mandiri. Obbie juga jarang pulang ke rumah. Bukan karena tidak bahagia dengan situasi rumah tapi karena di masa remaja ini Obbie lebih suka “melanglangbuana” dari rumah kost satu ke rumah kost lainnya sebagai variasi agar tidak monoton.

Ada satu pengalaman yang begitu kuat melekat dalam ingatannya. Menjelang ulangtahunnya yang ke 17 Obbie berhasil membuat pesta bagi teman-temannya. Keinginannya sebetulnya sederhana, cuma ingin merasakan tiup lilin di pesta ulangtahun yang sebelumnya belum pernah ia rasakan. Keinginan sederhana tapi proses mewujudkannya Obbie butuh perjuangan. Obbie pergi ke Jakarta. Ke sebuah pasar loak di daerah Jakarta Selatan, pasar Taman Puring namanya. Disana Obbie beli sepatu dan dijualnya kembali ke Jakarta. Total ia dapatkan 600ribu rupiah, persis dengan hitungan yang ia bayangkan untuk bisa membuat pesta. Obbie puas luar biasa.

Selesai SMA, Obbie melanjutkan studi untuk menggapai cita-cita masa kecilnya, ingin jadi arsitek. Obbie kuliah di Akademi Teknik Arsitektur Yogyakarta program Diploma III.

Bayang-bayang “keren” jadi arsitek bisa membuat rumah ternyata tak semudah yang ia bayangkan. Seperti ada kesenjangan antara ide dengan teknik, begitu yang Obbie rasakan. Tapi bukan Obbie namanya jika ia menyerah. Lulus DIII, Obbie melanjutkan kuliah ke jenjang S1 di Universitas Gajah Mada jurusan arsitektur. Sebetulnya Obbie ingin kuliah jurusan lain, tapi karena sang ayah mengharuskan Obbie kuliah di bidang yang sama, Obbie yang cerewet ternyata bisa nurut juga.

Inilah babak awal Obbie masuk kedalam profesi yang ia geluti sekarang. Di kuliahnya di UGM, Obbie hanya dibiayai oleh ayahnya untuk satu tahun pertama. Sisanya, Obbie cari sendiri.

Berbekal luasnya pergaulan, Obbie dekat dengan Anton, drummer Sheila on7. Dari Anton Obbie banyak dapat masukan. Obbie mengenal Anton dari pergaulannya dengan anak-anak band. Ketika SMA Obbie sempat punya band sebagai vokalis.

Obbie, Sang Penjaja Suara

Karier sebagai MC dimulai tanpa sengaja ketika band Padi mau manggung di sebuah acara di kampus kakaknya. Entah kenapa acara itu ternyata akan berjalan tanpa MC. Obbie menerima tawaran untuk jadi MC dengan bayaran 25ribu plus nasi bungkus. Dari sini job MC di acara ulang tahun berdatangan. Sampai di suatu ketika di sebuah Mal, Obbie yang ketika itu sedang menjadi MC di sebuah acara, Obbie bertemu dengan seorang dosennya. Dosen itu heran karena saat itu sudah dekat ujian akhir. Tanpa malu Obbie mengakui bahwa saat itu ia harus kerja untuk bisa bayar ujian akhir.

Moment ini ternyata “terdengar” oleh seorang perempuan yang memberi pekerjaan MC pada Obbie untuk event tempat perempuan itu bekerja. Dialah Dewi Nurhayati, perempuan asli Malang yang kini menjadi isterinya. Inilah titik balik seorang Obbie, dari cita-cita yang rasanya berat untuk jadi arsitek ke pekerja hiburan sebagai MC. Bersama Dewi, Obbie mewujudkan harapan Dewi untuk hidup di kota besar, Jakarta. Obbie yang ketika menikah baru saja lulus begitu yakin menikah diusia 26 tahun dan pindah ke Jakarta. Bersama Dewilah Obbie merasakan betul yang namanya dukungan seorang istri.

Keinginan kuatnya ia rasakan betul bisa terwujud karena dukungan istri untuk mewujudkan mimpi. Obbie terinspirasi dengan kalimat Michael Jordan, seorang atlet basket Amerika yang menyebutkan agar kita harus berpegang pada mimpi. Tanpa mimpi hidup tak akan ada kemajuan.

Karier MC Obbie perlahan makin jadi, sekarang Obbie bisa merasakan perjuangannya bisa dikatakan ada hasil semua berkat dukungan Dewi. Gaya Obbie memang banyak bercanda, mungkin seperti Jim Carey, actor kegemarannya tapi Obbie juga bisa serius, seserius perjalanan hidup almarhum Taufik Savalas yang merangkak dari bawah. Dari tokoh inilah Obbie terinspirasi untuk selalu memberi, jika ia punya rejeki lebih.

Sampai saat ini Obbie masih merasa hidupnya unik. Unik karena semua yang ia inginkan tanpa ia sangka selalu terwujud. Dari keinginan bisa makan bakso di masa kecil, keinginan merayakan ulang tahun, keinginan sekolah di negeri, keinginan kuliah di UGM sampai keinginannya di dunia MC sudah pernah ia rasakan. Mulai dari merasakan susahnya dapat job MC bahkan hanya untuk 3 x sebulan, jadi MC acara kuis TV, sampai job ngemsi di luar negeri sudah ia alami. Bahkan keinginannya punya anak pertama perempuan dan yang kedua laki-lakipun ia anggap sebagai sesuatu yang unik karena hanya diimpikan tapi bisa terwujud. Nggak heran rasanya jika Obbie sang penjaja suara ini menamakan anak perempuannya Adebie Alfina Zahra (6thn), Adebie singkatan dari anak Dewi dan Robby dan Aldero (2thn), anak laki-laki Dewi dan Robby. Rasanya enak juga punya teman unik.

Temen nan yuk ..!

ypkris




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta