Pentas Serba Kocak tapi Kritis dalam Ulang Tahun Ke-20 Dagadu Djokdja

Kampret yang pandai ngeles menjawab bahwa jauh lebih baik mabuk minuman keras daripada mabuk jabatan, sebab mabuk jabatan bisa merusak hajat hidup orang banyak. Begitulah sindiran khas Wayang Kampung Sebelah.

Ultah ke-20 Dagadu Djokdja, 24 Januari 2014, foto: Gardika Gigih Pradipta
Aksi “cangkeman” Acapella Mataraman

Duapuluh tahun sudah Dagadu Djokdja hadir di Kota Yogyakarta– memotret berbagai keunikan kota ini melalui cinderamata. Jumat malam, 24 Januari 2014, Dagadu Djokdja punya hajat besar: merayakan ulang tahun bersama ribuan orang yang mengunjungi Yogyatourium, markas baru Dagadu yang terletak di Gedong Kuning.

Di malam hajatan itu, Dagadu Djokdja merayakan kebahagiaan bersama para hadirin dengan menyuguhkan dua penampil spesial. Pertama adalah Acapella Mataraman pimpinan Pardiman Djoyonegoro, dan kedua adalah Wayang Kampung Sebelah yang kini tiap minggu muncul di salah satu stasiun televisi swasta dengan menyuarakan berbagai kritik sosial lewat banyolannya.

Areal parkir yang luas di bagian belakang Yogyatourium disulap menjadi tenda hajatan lengkap dengan panggung besar. Semangat berbagi kebahagiaan begitu terasa sejak dari pintu masuk. Setiap hadirin dibagikan gratis, satu ‘Almanak Asli Dagadu Djokdja 2014’ (kalender khas desain Dagadu) dan satu mug 20 tahun Dagadu. Selain itu di sepanjang lorong menuju arena pementasan, berjajar rapi berbagai makanan tradisional. Mulai dari wedang ronde, jagung, hingga angkringan yang disediakan untuk dinikmati para hadirin.

Acapella Mataraman menjadi penampil pertama disaksikan ribuan hadirin. Sebanyak 11 personil Acapella Mataraman tampil dengan kostum trademark mereka. Para lelaki mengenakan beskap, lengkap dengan blangkon dan jarik. Sedangkan para personil perempuan mengenakan kebaya. Yak, para personil sudah siap dipanggung dan pertunjukan dimulai!.

Acapella Mataraman dengan tradisi ‘cangkemannya’ (cangkem: mulut) memulai aksi. Kesebelas personil membagi peran mereka, layaknya para niyaga menabuh gamelan. Ada yang menjadi sinden, ada yang mengimitasi suara kendhang, gong, dan instrumen lain hingga membentuk sebuah komposisi yang harmonis. Cangkeman mereka memang khas dan orisinal. Sesuai dengan profil mereka dalam situs resmi www.worldcangkem.com

Acapella Mataraman adalah karya musik yang mengolah berbagai kemungkinan suara yang di hasilkan oleh mulut, dengan mengangkat spirit musik tradisi Nusantara yang dikemas menjadi musik yang unik dinamis dan kreatif

Nomor-nomor komposisi andalan Acapella Mataraman disajikan satu persatu, mulai dari ‘Malioboro’, ‘Jur Sang Seng’, hingga plesetan lagu ‘Kolam Susu’ gubahan Koes Plus. Bukan Acapella Mataraman namanya jika tidak jahil, nakal kreatif, dan ndagel alias penuh humor. Pada ‘Kolam Susu’ yang begitu populer, Acapella Mataraman menyanyikannya menjadi:

Tongkat kayu dan batu jadi senjata…
Ikan dan udang menjauhi dirimu…

Sebuah satire yang menjadi refleksi. Refleksi melalui nada-nada indah, melalui cangkemnya Acapella Mataraman.

Ultah ke-20 Dagadu Djokdja, 24 Januari 2014, foto: Gardika Gigih Pradipta
Aksi Ki Jlitheng, dalang Wayang Kampung Sebelah, yang kocak

Menu komplit sajian Acapella Mataraman ditutup dengan sebuah lagu surprise untuk Dagadu Djokdja. Masih dengan gaya cengkok lokal dan kotekan, para personil Acapella menyanyikan lagu ‘Panjang Umurnya’. Di tengah lagu, tiba-tiba dari seorang anak berjalan ke panggung dan membawa kue ulang tahun dan ‘terpaksa’ Direktur Dagadu Djokdja, Arif Noor maju ke panggung. Arif Noor kemudian meniup lilin kue ulang tahun di momen bahagia ini, diiringi tepuk tangan para hadirin.

Malam kian larut namun Yogyatourium masih dipadati hadirin. Selepas aksi Acapella Mataraman, giliran Wayang Kampung Sebelah (WKS) dari Sukoharjo dihadirkan untuk membuat kebahagiaan semakin membuncah. WKS memang dikenal dengan banyolannya yang kerap menghadirkan berbagai kritik sosial, satir.

Aksi WKS dibuka dengan lagu khas yang menyertai setiap awalan lakon seperti dalam program mingguan mereka di sebuah stasiun swasta. Iringan musik membuat suasana menjadi kian semarak. Tidak dengan perangkat gamelan seperti iringan wayang pada umumnya. Iringan musik WKS menggunakan combo band, mulai dari instrumen drum, bass elektrik, gitar, flute, saxophone, djembe, dua vokalis dan juga kendhang. Lagu-lagu iringan adalah kreasi dari WKS sendiri. Benar-benar kreatif dan seringkali liriknya mengandung pesan sosial.

Usai lagu pembukaan Dalang Ki Jlitheng Suparman memulai aksinya. Memainkan berbagai tokoh dalam WKS dengan sangat kocak. Malam tu, lakon yang dibawakan adalah ‘Mawas Diri Menakar Berani’ yang bercerita tentang proses pemilihan kepala daerah di Desa Bangunjiwo, desa setting WKS. Dimulailah dunia kocak para tokoh di Bangunjiwo. Mulai dari Pak Glungsur - sang calon kepala desa, Sodrun dan Paijo - duo hansip, Karyo, Pak Lurah, Kampret si tukang mabuk, Simbah, dan lainnya.

Ki Jlitheng begitu piawai memainkan para tokoh kocak ini hingga membuat para hadirin tertawa terpingkal-pingkal lewat berbagai dialog yang lucu. Dalam kelucuan itulah, terselip berbagai kritik sosial sebagai sebuah refleksi bersama. Misalnya saat adegan Kampret si tukang mabuk menawarkan minuman keras (ciu) pada Karyo yang tengah pusing dengan persoalan ekonomi rumah tangga.

Awalnya Karyo menolak mentah-mentah bujuk rayu Kampret dan mengatakan bahwa minuman keras itu selain memabukkan juga merusak badan. Namun Kampret yang pandai ngeles menjawab bahwa jauh lebih baik mabuk minuman keras daripada mabuk jabatan, sebab mabuk jabatan bisa merusak hajat hidup orang banyak. Begitulah sindiran khas WKS diiringi tepuk tangan riuh para hadirin.

Ultah ke-20 Dagadu Djokdja, 24 Januari 2014, foto: Gardika Gigih Pradipta
Direktur Dagadu Djokdja Arif Noor bersama awak Acapella Mataraman di panggung

WKS dan Acapella Mataraman benar-benar menjadi sajian berbagi kebahagiaan di ulang tahun Dagadu Djokdja ke-20. Duapuluh tahun sudah Dagadu menghadirkan identitas Yogyakartadengan segala keunikan di dalamnya melalui cinderamata kreatif. Maka, ‘selain punya Tugu, Jogja juga punya Dagadu’. Dirgahayu!

Naskah dan Foto:Gardika Gigih Pradipta



Artikel ini merupakan Hak Cipta yang dilindungi Undang Undang - Silahkan Mencopy Content dengan menyertakan Credit atau link website https://tembi.net - Rumah Sejarah dan Budaya


Baca Juga Artikel Lainnya :




Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta