Monolog Landung Simatupang dengan Lakon Babad Diponegoro

Dengan cerdas Landung menghadirkan penguatan monolognya dengan menghadirkan beberapa potong pengadeganan sang pangeran ketika masih muda dan belajar mengaji serta bela diri.

Landung Simatupang tengah mepergelarkan pentas paca dramatik Sang Pangeran dari Tegalrejo ke Selarong di Pendapa Tegalrejo, Museum Diponegoro, Rabu, 8 Januari 2014, difoto: Rabu malam, 8 Januari 2014, foto: a.sartono
Landung Simatupang tengah mepergelarkan pentas baca dramatik Sang Pangeran
dari Tegalrejo ke Selarong di Pendapa Tegalrejo

Landung Simatupang, sang maestro monolog, kembali mempergelarkan pentas pembacaan dramatik. Kali ini dengan bahan baku utama buku Kuasa Ramalan karya sejarawan Inggris, Peter Carey.

Buku ini berisi kisah dan segala macam aspek mengenai tokoh tersohor, Pangeran Diponegoro. Selain itu, Babad Diponegoro karya otobiografi Pangeran Diponegoro juga diacu. Apa yang dilakukan Landung bersama kru dan dukungan utama dari Bentara Budaya (Kompas-Gramedia Grup) itu merupakan salah satu bentuk syukur atas penerbitan buku Kuasa Ramalan (tiga jilid) dan keputusan oleh UNESCO yang menetapkan Babad Diponegoro sebagai International Memory of The World (ingatan kolektif dunia).

Pelaksanaan pergelaran dengan mengambil tempat di Pendopo Tegalrejo, Yogyakarta, bekas kediaman Pangeran Diponegoro, jelas menunjukkan bagaimana emosionalitas dan empati serta bangunan suasana dari pergelaran itu dibangun. Demikian pun saran agar penonton bersedia mengenakan pakaian tradisional Jawamerupakan salah satu cara untuk membangun bagaimana suasana kesejarahan Pangeran Diponegoro itu bangkit, bangun, dan “hidup” kembali selama pergelaran berlangsung. Demikian pergelaran yang dilakukan Landung Simatupang dan kawan-kawan pada Rabu malam, 8 Januari 2014 dengan mengambil judul lakon, Sang Pangeran: dari Tegalrejo ke Selarong.

Pelantun tembang <a href='https://tembi.net/id/news/berita-budaya/monolog-landung-simatupang-dengan-lakon-babad-diponegoro-5504.html'> Jawa</a>dalam pentas baca dramatik Sang Pangeran dari Tegalrejo ke Selarong, memghidupkan suasana dan setting sejarang Pangeran Diponegoro, difoto: Rabu malam, 8 Januari 2014, foto: a.sartono
Pelantun tembang Jawadalam pentas baca dramatik Sang Pangeran
dari Tegalrejo ke Selarong,
memghidupkan suasana dan setting sejarang Pangeran Diponegoro

Landung menitikberatkan pada masa muda sang pangeran di awal Perang Jawa(1825-1830). Dengan cerdas Landung menghadirkan penguatan monolognya dengan menghadirkan beberapa potong pengadeganan sang pangeran ketika masih muda dan belajar mengaji serta bela diri. Lantunan tembang Jawayang diambil dari Babad Diponegoro (babad ditulis dalam bentuk tembang/puisi Jawa) dan dilantunkan oleh dua orang, turut membangun suasana kejawaan zaman sang pangeran menjadi demikian hidup. Ratusan penonton yang berjubel di Pendapa Museum Tegalrejo seperti terseret ke dalam masa lalu ketika kemelut Perang Jawaitu akan meledak.

Monolog lebih kurang hampir sama dengan apa yang dilakukan dalang dalam pentas wayang kulit. Ia harus bisa memunculkan dan menghidupkan karakter para tokohnya. Harus bisa menghadirkan perpindahan pengadeganan seorang diri melalui tutur atau kata-kata yang dilontarkannya dalam intonasi atau nada tertentu. Landung pun demikian. Termasuk ketika ia harus memunculkan dialog dari tokoh yang berkebangsaan Belanda atau Perancis sekalipun. Landung tidak kesulitan melakukan itu, maklum ia pernah mengajar bahasa asing (Inggris), dan pernah memiliki pengalaman tinggal di Eropa.

Apa yang dilakukan Landung Simatupang, dan kawan-kawannya itu telah pula dikukannya tanggal 24 November 2013 di Pendapa Bakorwil II Magelang, tempat Pangeran Diponegoro ditangkap Jenderal Hendrik Mercus de Kock. Usai pergelaran di Pendapa Tegalrejo pergelaran selanjutnya akan dilaksanakan di Jakarta tanggal 5 dan 6 Maret 2014 di Museum Sejarahdan Bentara Budaya Jakarta.

Aksi Landung Simatupang dengan setting panggung sedemikian rupa, untuk menggambarkan sejarah yang melingkupi Pangeran Diponegoro, difoto: Rabu malam, 8 Januari 2014, foto: a.sartono
Aksi Landung Simatupang dengan setting panggung sedemikian rupa,
untuk menggambarkan sejarah yang melingkupi Pangeran Diponegoro

Pada akhir Juni 2014 pada acara Makassar International Writers Festival, Landung akan tampil lagi dengan mengambil tempat di Benteng Rotterdam, Makassar. Masing-masing dengan menampilkan babakan yang berbeda-beda dari sejarah Perang Jawadan biografi sang pangeran.

Peter Carey secara cermat memberi judul karyanya Kuasa Ramalan yang pada galibnya berisi tentang sejarah Pangeran Diponegoro dengan segala pernak-perniknya yang selama ini luput dari pengamatan para sejarawan lainnya. Judul ini demikian tepat karena ada cukup banyak ramalan yang melatarbelakangi hidup dan perjalanan sang pangeran yang akhirnya menjadi kenyataan. Sementara sang pangeran sendiri tampaknya memang cukup meyakini ramalan-ramalan mengenai diri pribadi dan perjalanan hidup yang akan dia tempuh, termasuk perjalanan hidup yang berat sekaligus pahit. Namun sang pangeran mungkin juga tidak pernah mengetahui bahwa apa yang dilakukannya telah memberikan kebanggaan, hormat, dan takzim yang sangat besar bagi jiwa kebangsaan rakyat, negara, dan bangsa yang ditinggalkannya.

Para peraga dalam pergelaran pentas paca dramatik Sang Pangeran dari Tegalrejo ke Selarong di Pendapa Tegalrejo, Museum Diponegoro, Rabu, 8 Januari 2014, difoto: Rabu malam, 8 Januari 2014, foto: a.sartono
Para peraga dalam pergelaran pentas baca dramatik Sang Pangeran
dari Tegalrejo ke Selarong di Pendapa Tegalrejo, Museum Diponegoro

Naskah & foto:A.Sartono



Artikel ini merupakan Hak Cipta yang dilindungi Undang Undang - Silahkan Mencopy Content dengan menyertakan Credit atau link website https://tembi.net - Rumah Sejarah dan Budaya


Baca Juga Artikel Lainnya :




Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta