Shang Hyang Asu Saketi karya Wayan Danu di Sangkring
Karya yang dipamerkan Wayan Danu memang tidak hanya menggunakan kanvas, tetapi juga menggunakan media lain. Dengan demikian bahasa pikiran Wayan disampaikan tidak hanya dengan satu media.
Bola Api
Wayan Danu menggelar karyanya di Sangkring Art Project, Nitiprayan, Kasihan, Bantul, Yogyakartadari 30 Desember 2013 -15 Januari 2014, dengan tajuk ‘Celoteh-Celoteh Bahasa Pikiran’.
Wayan Danu menyampaikan celotehnya melalui bahasa gambar. Karena pilihannya pada garis dan warna, celotehnya lebih tepat disebut sebagai celetukan. Oleh karena itu tidak perlu ada struktur. Wayan seperti sekadar berceletuk ketika melihat realitas, hal ini misalnya, bisa dilihat pada salah satu lukisan yang berjudul ‘Dilarang Kencing Kecuali Babi’.
Pada karya dengan judul di atas, Wayan menyajikan visual berupa larangan kencing, tetapi di dekatnya ada seekor babi (yang sedang kencing). Kalimat judul ini rasanya mengingatkan kita pada larangan yang sama, hanya saja yang sering kita lihat kalimatnya berbunyi; “Dilarang Kencing Kecuali Anjing’. Wayan mengganti anjing dangan babi.
Mengapa anjing diganti babi?
Ini bukan sekadar asal mengganti, melainkan adalah upaya untuk menyampaikan pikiran nakal. Karena, babi tidak pernah berkeliaran seperti anjing. Makhluk yang tidak pernah berkeliaran mengapa bisa kencing disembarang tempat? Pikiran nakal itu seperti hendak menunjuk bahwa tindakan tidak sopan sudah dilakukan oleh makhluk yang tidak (pernah) keluar rumah.
Burung Hantu
Ada lagi lukisan yang berjudul ‘Shang Hyang Asu Saketi’. Pikiran nakal ini kembali bisa kita lihat pada judul lukisan ini. Visual dari lukisan ini memang menyajikan seekor binatang (asu/anjing), tetapi bukan soal binatang itu.
Lalu, apa yang salah dari pikiran nakal?
Tentu saja tak ada yang salah, justru pikiran nakal adalah bentuk dari upaya untuk menerobos kemacetan. Pikiran nakal adalah kata lain dari kreativitas. Upaya mencari terobosan baru. Seniman, yang tidak memiliki pikiran nakal, tak akan memiliki celoteh. Pikiran nakal memiliki kecenderungan mengotak-atik sesuatu yang dianggapnya sudah final. Dianggapnya sudah mapan.
Hanya saja tidak semua karyanya menunjukan pikiran nakal Wayan Danu. Tak ada estetika yang ‘melompat’, sehingga kita tidak menemukan ‘celoteh yang istimewa’. Bahasa pikirannya tidak melakukan terobosan secara total. Wayan tidak meninggalkan media kanvas, dan gambar yang ada di kanvas juga tidak ‘melompati konvensi’. Pendek kata, Wayan Danu tampil secara bersahaja.
Kalaupun dia menyajikan lukisan yang berjudul ‘Sapi besi’, Wayan memang menyajikan karya rupa dalam bentul sapi besi. Demikian juga dengan karya yang berjudul ‘Burung Hantu’, ditampilkan laiknya mainan anak-anak burung hantu. Mungkin karena celoteh, dan bahasa pikiran yang (masih) gagap, sehingga pesan komunikasinya tidak sambung selain hanya menunjuk bentuk.
Karya yang dipamerkan Wayan Danu memang tidak hanya menggunakan kanvas, tetapi juga menggunakan media lain. Dengan demikian bahasa pikiran Wayan disampaikan tidak hanya dengan satu media. Celotehnya memang hanya sekadar celotehan, belum menjadi renungan. Padahal, karya senirupa yang memiliki tema, sekaligus pada karyanya akan dimuati persoalan. Selain kuat pada judul yang ditempelkan, karya visual seperti ‘memiliki nyawa’.
Shang Hyang Asu Saketi
Lagi-lagi, karena hanya celoteha, maka yang kita lihat memang sekadar celotahan laiknya orang berbincang ngalor-ngidul di angkringan sambil minum kopi. Namun kita perlu patut senang, tiga visual dari beberapa karya yang dipamerkan berjudul ‘Bola Api’, ‘Burung Hantu’ dan Shang Hyang Asu Saketi’ menarik untuk dinikmati.
Ons Untoro
Foto:Sangkring
Artikel ini merupakan Hak Cipta yang dilindungi Undang Undang - Silahkan Mencopy Content dengan menyertakan Credit atau link website https://tembi.net - Rumah Sejarah dan Budaya
Baca Juga Artikel Lainnya :
- Berjoget Ria di Malam Puncak Dies Natalis Antropologi Budaya UGM ke-49(04/01)
- Peristiwa Sebuah Kelas di Sangkring Art Space(04/01)
- Gelar Maestro untuk Dua Seniman Tradisi(03/01)
- Sastra di Tengah Hujan Bulan Purnama(02/01)
- Libur Natal & Tahun Baru(23/12)
- Pemeran Seni Rupa Ajining, Sebuah Kepedulian pada Malioboro(21/12)
- Pendadaran Tari Sanggar Tari Anak Tembi Periode VII(20/12)
- Upaya Membentuk Jaringan Perpustakaan Berbasis Budaya Jawa(20/12)
- Kebiasaan Bersyukur Masyarakat Kasongan(19/12)
- Membaca Sastra di Bulan Purnama(19/12)