Bakda Kupat Kampung Pandeyan, Mengajak untuk Bersihkan Hati dan Rukun
Author:editorTembi / Date:07-08-2014 / Bakda Kupat merupakan tradisi hasil akulturasi budaya Islam dan Nusantara, khususnya Jawa. Khusus untuk Kampung Pandeyan, Bakda Kupat dimeriahkan dengan kirab ketupat yang diikuti oleh berbagai kelompok.
Gunungan ketupat yang dikirab sejauh
tiga kilometer menuju Masjid Ibrahim
Bakda Kupat bisa juga disebut Lebaran Ketupat. Tradisi ini dirayakan di berbagai tempat di Indonesia, salah satunya adalah di Kampung Pandeyan, Kelurahan Umbulharjo, Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta. Bakda Kupat biasanya dilaksanakan beberapa hari (umumnya tujuh hari) setelah Hari Raya Idul Fitri atau pada saat bulan Syawal. Bakda Kupat merupakan tradisi hasil akulturasi budaya Islam dan Nusantara, khususnya Jawa.
Khusus untuk Kampung Pandeyan, Bakda Kupat dimeriahkan dengan kirab ketupat yang diikuti oleh berbagai kelompok. Bakda Kupat Kampung Pandeyan yang pada tahun 2014 ini merupakan penyelenggaraan yang ke-4 setidaknya melibatkan Kampung Pandeyan, Gambiran, Warungbata, lintas agama, enam kelompok bregada (kesatuan prajurit tradisional), dua kelompok drum band, sekaligus peluncuran kelompok atau bregada baru dari Kampung Pandeyan yang disebut Bregada Kalinyamat. Untuk kali ini Bakda Kupat di Pandeyan dilaksanakan pada hari Minggu, 3 Agustus 2014 pukul 14.00-17.00 WIB.
Kelompok Liong ikut memeriahkan Bakda Kupat di Pandeyan
Perarakan gunung ketupat dalam Bakda Kupat ini berakhir di Masjid Ibrahim setelah menempuh rute perarakan sejauh kurang lebih tiga kilometer. Di depan Masjid Ibrahim inilah gunungan ketupat dan segala uba rampenya didoakan dan kemudian diperebutkan. Di depan masjid itu pula disediakan minuman dan opor ketupat plus sambal goreng dalam mangkuk yang ditata rapi dan disuguhkan untuk semua orang yang hadir di tempat tersebut.
Menurut Diono, ketua panitia dalam acara itu, Bakda Kupat di Pandeyan ini dilaksanakan dengan tujuan agar masyarakat semakin guyub rukun, sebagai ajang pelestarian budaya, juga sebagai wujud syukur dan permohonan kepada Tuhan, sekaligus sebagai wujud dari promosi wisata Kampung Wisata Budaya Pandeyan.
Bakda Kupat di Pandeyan menurut Muhammad Da’im (ketua Pendidikan Pusaka Yogyakarta) mengacu pada esensi perjuangan para wali yang meneruskan dinasti Majapahit hingga Mataram. Di Mataram itulah Sunan Drajat memberikan bantuan dengan memilih Pandeyan sebagai pusat pembuatan senjata (dari kata pande ‘pande besi’ atau pembuat peralatan dari besi). Pembuatan senjata di tempat ini dipimpin oleh Empu Kinalang.
Rebutan/rayahan gunungan ketupat
Selain itu Bakda Kupat juga dimaknai sebagai wujud janji Prabu Brawijaya V kepada cucunya, Raden Sahid (Sunan Kalijaga) ketika Brawijaya V terusir dari Majapahit karena diserang Girindrawardhana dari Kediri serta tersandung putri sendiri (menikahi ?) yang bernama Dewi Pembayun Tunjung Buih. Hal ini menimbulkan kedukaan mendalam pada Brwijaya sehingga ia berujar kepada Raden Sahid. Demikian ujarnya,”lamun sira bisa ngilangi susahe atiku sira bakal tak paring bebungah Kyai Betok, Kyai Betok iki mengko peken (jika kamu bisa menghilangkan kesusahan hatiku kamu akan kuberi hadiah berupa keris Kyai Betok). Kyai Betok yang kemudian dikenal juga dengan nama Kyai Kopek ini sekarang disimpan di Keraton Yogyakarta.
Usai acara Bakda Kupat kemudian dilangsungkan pesta,
berupa makan ketupat opor ayam dan sambal goreng bersama
Hal pemberian pusaka ini sering dikiaskan sebagai adus tanpa warih (mandi tanpa air) atau bersih lahir batin tanpa mandi air. Bersih lahir batin ini di dalam tradisi Islam diwujudkan dengan puasa Ramadhan-Idul Fitri-dan Syawalan atau saling memaafkan. Bakda Kupat bisa disebut sebagai pamungkas atau perayaan Lebaran Kecil di dalam semua rangkaian ritual tersebut. Kupat sendiri dalam budaya Jawa dianggap sebagai simbol dari mengakui kesalahan (kula lepat), dan untuk itu perlu minta maaf atau mohon dimaafkan agar kembali menjadi suci.
Naskah dan foto: A. Sartono
Berita budayaLatest News
- 14-08-14
Penyair Senior Memba
Ini kali, penyair yang sudah dikenal sejak dekade 1970-an, dan sampai sekarang masih terus menulis puisi, hadir di Tembi Rumah Budaya untuk... more » - 14-08-14
Jembatan Winongo, Si
Jembatan ini menjadi sarana penghubung antara Dusun Niten dan Dusun Glondong. Diduga jembatan ini dibangun seiring dengan dengan pembangunan beberapa... more » - 13-08-14
Kesadaran Nasional.
Judul : Kesadaran Nasional. Dari Kolonialisme sampai Kemerdekaan. Jilid I Penulis : Prof. Dr. Slamet Muljana Penerbit : LKiS, 2008, Yogyakarta... more » - 13-08-14
Pameran Seni Rupa Ib
Pameran di Bentara Budaya Yogyakarta ini, pada 8-17 Agustus 2014, lebih untuk menemukan strategi visual yang dapat menggambarkan keterlibatan dan... more » - 12-08-14
Resep Gudheg Nanas d
Dalam majalah Kajawen berbahasa dan beraksara Jawa tersebut, Pujirah menulis resep berdasar bahan, bumbu, dan cara memasak untuk “gudbeg nanas”.... more » - 12-08-14
Malam ini di Tembi C
Tajuk dari Sastra Bulan Purnama ini mengambil kalimat dari tiga judul antologi puisi yang akan di-launching, yaitu “Cicak-Cicak Menatap Takdir Di... more » - 12-08-14
Komik Baru Peter van
Buku Rampokan ini tidak saja bagus dari sisi goresan ilustratifnya, tetapi juga dari sisi gagasan atau isinya yang berkisar tentang kondisi di Hindia... more » - 11-08-14
De Mata Trick Eye Mu
Wahana ini memang mampu memberikan hiburan dan kegembiraan bagi pengunjung, terutama yang gemar berfoto ria. Foto-foto 3D yang menjadi latar belakang... more » - 11-08-14
Sastrawan Malaysia W
“Di Indonesia musik dan puisi dikenal dengan nama musikalisasi puisi dan di Malaysia disebut lagu puisi,” kata Prof Irwan Abu Bakar, presiden... more » - 11-08-14
Gajah Antisura, Pusa
Gajah Antisura berumur sangat panjang. Ia bertahan hidup sampai beberapa generasi setelah Palasara. Selain sebagai Gajah pusaka, Gajah Antisura juga... more »