Peni Candra Rini Mengguncangkan Bhumi
07 Oct 2015Ada 9 komposisi pada pertunjukan gamelan semi opera tersebut yang membuka pikiran tentang persoalan penting dari kekayaan tradisi Nusantara yang semakin terpinggirkan.
Ruang pertunjukan Bentara Budaya Jakarta, Palmerah, Jakarta Pusat, diselimuti nuansa magis dan gelap pada Selasa malam, 29 September 2015. Hanya ada lilin-lilin kecil yang menerangi beberapa sudut ruangan dibagian luar.
Dari arah penonton, 10 pemusik dan Peni Candra Rini (32) memasuki ruangan menuju panggung dengan lilin menyala di tangan. Dua orang memegang bokor kembar mayang (hiasan janur untuk upacara perkawinan adat Jawa). Saat lilin terakhir ditiup mati disusul lampu panggung menyorot, bunyi gong mengawali pertunjukan—sesuatu yang jarang dalam komposisi gamelan klasik—bersamaan dengan munculnya tayangan grafis ”Bhumi” dan lirik gending di kain putih bagian belakang panggung yang berisi hal tentang terbentuknya samudra dan gunung api Nusantara.
“Bumi pertiwi sedang sedih. Semoga bisa bangkit dan jaya kembali... Saya sudah setahun absen dari dunia pertunjukan karena mengandung. Bhumi merupakan penampilan pertama saya setelah absen,” kata Peni seusai pertunjukan pertamanya. “Bhumi” merupakan karya musik yang dipersembahkan kepada Ibu Bumi. Ibu sebagai tanah, tumpuan, harapan, dan memberi kehidupan. Bumi sebagai wadah daratan dan lautan memberikan tumpuan kekuatan. Sebuah harapan untuk kejayaan giri bahari bumi Indonesia.
Pertunjukan yang bertajuk “Bhumi Giri Bhumi Bahari” ini, mengalami proses yang cukup panjang. Peni menceritakan, karya-karya ini berawal dari diskusi bersama tokoh Bentara Budaya seperti Hariadi Saptono dan Hari Budiono, serta Romo Sindhunata di Yogyakarta. Kemudian, ia membawa ide ini ke Amerika Serikat, ketika ia melakukan tur selama dua bulan dalam program One Beat 2014 bersama 25 seniman muda dari 17 negara. Di sela-sela tur, ia menulis komposisi ini dan merekam beberapa repertoar karya musik dan opera yang terinspirasi dari unsur giri bahari pertiwi.
Ada 9 komposisi pada pertunjukan gamelan semi opera tersebut yang membuka pikiran tentang persoalan penting dari kekayaan tradisi Nusantara yang semakin terpinggirkan. Di tengah pertunjukan tersebut, ada penampilan lain dari Peni Candra (vokal dan Rebab) berkolaborasi dengan Neil Chua (Zhongruan—alat musik tradisonal China), musisi dari Singapura yang tampil ekspresif mengajak penonton turut bereksplorasi dalam imajinasi menikmati keindahan alam. Cara Peni mengolaborasikan musik, menunjukan musik tradisi Nusantara memiliki dominasi kekhasan yang unik dan berarti. Juga memperlihatkan cara ekspresi yang bebas, tegas, dan menarik.
Cerita menarik, Peni dan Neil sebelum memainkan karya, “Mermaid”, sebuah karya duet yang menjadi karya opera. Peni bercerita awal membuat karya tersebut ketika ia berada selama dua minggu di Montalvo Arts center. “Saya duet dengan Neil Chua, dan direkam oleh teman kami, Sanaya, seorang produser. Ia merekam kami tentang karya ini, hanya di kamar dan hanya musik pada waktu itu,”cerita Peni. Ketika Sanaya me-mixing karya ini di studio, ternyata di studio tersebut, ada sebelas musisi yang mendengarkan karya ini. Mereka semua tertarik untuk terlibat di dalam karya ini. “Sebelas musisi tersebut datang ke kamar saya, mereka ingin menjadi musisi saya memainkan karya ini,” jelas Peni. Ia bersedia mengembangkan karya tersebut, tetapi butuh waktu dan harus memilih tempat yang tepat untuk merekam karya tersebut.
Setelah tur di berbagai tempat, akhirnya tibalah mereka di Arizona, Arcosanti, tempat pertunjukan yang hebat di sebuah lembah. “suara kecil saja terdengar tanpa mikrofon”, kata Peni. Ketika berada di Grand Canyon, di saat musisi-musisi lain turun ke bawah untuk melihat keindahan, Peni yang tengah hamil pada saat itu ditemani Neil, hanya di atas sambil menikmati keindahan. Keindahan alam disana, membukakan imajinasi demi imajinasi sehingga terjadilah komposisi Mermaid Opera.
Setiap karya yang dipertunjukan malam tersebut, memiliki riset dan berbagai ceritanya masing-masing, juga mewakili doa dan harapan kejayaan bagi bumi pertiwi. Pengalaman komposer gamelan, penulis lagu, vokalis, pesindhen, dan dosen di ISI (Institut Seni Indonesia) Surakarta ini, dapat memberikan inspirasi bagi musisi dan komposer-komposer muda Indonesia, dalam membuat karya yang bebas dan menggunakan idiom musik tradisi sebagai media utamanya. Para musisi “Bhumi Giri Bhumi Bahari”, dari Solo yang turut menghantarkan pertunjukan malam tersebut ialah Bambang Sadodoro, Boby Budi Santosa, Bremara Sekar Wangsa, Guruh Purbo Pramono, Hermanto, Iswanto, Kusumo Ardityo, Nanang Bayi Aji, Prmadya Sabdho Kuncoro, Siswondo, Wahyu Toyyib Pambayun.
Naskah & Foto: Marcellina Rosiana
SENI PERTUNJUKANBaca Juga
- 10-10-15
Wayang Topeng, Seni Tradisi yang Sudah Langka
Kelompok Wayang Topeng Sekar Kedaton ini merupakan kelanjutan dari wayang topeng yang pernah dirintis oleh tokoh yang beranama Eyang Mlayakusuma pada... more » - 09-10-15
Suasana Sedih Menunggu Kereta Kencana
Dua orang tua lelaki perempuan, yang usianya sudah 200 tahun, sedang berbincang-bincang dalam suasana sedih sambil menunggu kereta kencana yang akan... more » - 09-10-15
Kolaborasi Dua Generasi, Sapardi dan Dee
Dalam rangkaian perayaan HUT Galeri Indonesia Kaya yang ke-2, menampilkan kolaborasi dua generasi dalam satu panggung yakni sastrawan kebanggaan... more » - 09-10-15
Reuni Swara Ratan Yang Mengocol Penonton
Swara Ratan, grup musik unik yang pernah berkibar tahun 1980-an hingga awal 2000-an di Yogyakarta, melakukan reuni pementasan di Taman Budaya... more » - 08-10-15
Jalan Remang Kesaksian Dari Para Penyair
Sastra Bulan Purnama edisi ke-48, yang genap 4 tahun diisi pembacaan puisi bukan hanya oleh para penyair, tetapi juga menampilkan para tokoh, yang... more » - 03-10-15
Para Penegak Hukum Membaca Puisi
Sastra Bulan Purnama edisi ke-48, yang diselenggarakan Selasa, 29 September 2015 tidak hanya menampilkan para penyair, yang puisinya tergabung dalam... more » - 01-10-15
Bukan Bunga Bukan Lelaki, Kisah 3 Perempuan Korban Koruptor
Sebuah pementasan teater monolog #3Perempuan bertajuk “Bukan Bunga Bukan Lelaki” karya sastrawan sekaligus wartawan Putu Fajar Arcana digelar di... more » - 28-09-15
Jalan Remang Kesaksian di Tembi Rumah Budaya
Antologi puisi karya 40 penyair dari 11 kota yang diterbitkan kerjasama Tembi Rumah Budaya dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) berjudul... more » - 25-09-15
Macapatan Malam Rabu Pon Putaran ke-140: Menjadi Daya Tarik Paguyuban Karawitan
Bagi paguyuban karawitan ‘amatiran’ yang ada di kampung-kampung, kesempatan berpentas merupakan saat yang menyenangkan, oleh karenanya mereka ingin... more » - 21-09-15
Fragmen Wayang Orang Lakon Begalan di Ndalem Kaneman
Festival Njeron Beteng 2015 secara resmi diakhiri pada Minggu malam, 13 September 2015 dengan pementasan fragmen wayang wong (orang) dengan lakon... more »
Artikel Terbaru
- 10-10-15
Wayang Topeng, Seni
Kelompok Wayang Topeng Sekar Kedaton ini merupakan kelanjutan dari wayang topeng yang pernah dirintis oleh tokoh yang beranama Eyang Mlayakusuma pada... more » - 10-10-15
Kamis Paing Termasuk
Menurut kitab Primbon Betaljemur Adammakna, pada bulan Besar dan Sura ‘naga tahun’ berada di utara. Naga Jatingarang pada bulan Besar berada di utara... more » - 10-10-15
Bilawa (4): Melumat
Lagi-lagi Bilawa berhasil menancapkan kuku pancanaka, kali ini di lambung Rajamala, sehingga rebah bersimbah darah di arena. Bilawa membiarkan para... more » - 10-10-15
Pameran Batik Pering
Karya-karya batik yang ditampilkan pada pameran batik kali ini spesial batik-batik khas Yogyakarta, baik menampilkan motif klasik maupun motif... more » - 09-10-15
Suasana Sedih Menung
Dua orang tua lelaki perempuan, yang usianya sudah 200 tahun, sedang berbincang-bincang dalam suasana sedih sambil menunggu kereta kencana yang akan... more » - 09-10-15
Kolaborasi Dua Gener
Dalam rangkaian perayaan HUT Galeri Indonesia Kaya yang ke-2, menampilkan kolaborasi dua generasi dalam satu panggung yakni sastrawan kebanggaan... more » - 09-10-15
Bubur Kepiting Hokie
Agar tetap mendapatkan kualitas kepiting yang terbaik, sampai sekarang kepiting didatangkan langsung dari Tarakan, Kalimantan Utara. Rasa khas... more » - 09-10-15
Reuni Swara Ratan Ya
Swara Ratan, grup musik unik yang pernah berkibar tahun 1980-an hingga awal 2000-an di Yogyakarta, melakukan reuni pementasan di Taman Budaya... more » - 08-10-15
Memutar Waktu Ke Mas
Kampung Ambon, Jakarta Timur, konon berasal dari kata Kumpi Ambon, yakni sebuah kuburan tua orang-orang Ambon yang dahulu bekerja pada Belanda. Pasar... more » - 08-10-15
Jalan Remang Kesaksi
Sastra Bulan Purnama edisi ke-48, yang genap 4 tahun diisi pembacaan puisi bukan hanya oleh para penyair, tetapi juga menampilkan para tokoh, yang... more »