Macapatan Malam Rabu Pon Putaran ke-140: Menjadi Daya Tarik Paguyuban Karawitan

25 Sep 2015

Bagi paguyuban karawitan ‘amatiran’ yang ada di kampung-kampung, kesempatan berpentas merupakan saat yang menyenangkan, oleh karenanya mereka ingin menjadi bagian dari acara macapatan di Tembi Rumah Budaya, baik sebagai selingan dan juga sebagai pengiring.

Macapat Malam Rabu Pon selain mempunyai daya tarik bagi para pecinta macapat juga bagi paguyuban karawitan yang ada di Bantul khususnya. Hal tersebut dikarenakan acara yang diselenggarakan rutin setiap ‘selapan’ hari sekali oleh Tembi Rumah Budaya merupakan kemasan antara macapatan dan karawitan. Keberadaan paguyuban karawitan pada acara tersebut selain sebagai selingan macapat, juga sebagai iringan penembang yang meminta diiringi gamelan.

Bagi paguyuban karawitan ‘amatiran’ yang ada di kampung-kampung, kesempatan berpentas merupakan saat yang menyenangkan, oleh karenanya mereka ingin menjadi bagian dari acara macapatan di Tembi Rumah Budaya, baik sebagai selingan dan juga sebagai pengiring. Walaupun pada prakteknya antara penembang dan pengiring sering terjadi ketidaksesuaian ‘titi laras’ dan ‘wirama’ hal tersebut dimaklumi karena sebelumnya diantara mereka tidak pernah latihan. Ini merupakan ajang untuk belajar bersama bagi penembang dan juga bagi pengrawit.

Pada Macapatan Malam Rabu Pon putaran ke-140 di Tembi Rumah Budaya, Selasa 15 September 2015, paguyuban karawitan Timbul Budoyo dari Timbulharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta pimpinan Sudiyanto, mendapat giliran mengisi selingan macapatan. Sedangkan macapatan menginjak pada Pupuh 310 Serat Centhini dengan tembang Kinanthi. Pada ‘pupuh’ atau bab tersebut Seh Matyasta mengenalkan seorang ‘pangawe’ kepada Mas Cebolang. Dituliskan bahwa pengawe tersebut mantan dalang. Sejak kecil ia suka mendalang, lama ia tinggal di Mataram dan berguru kepada dalang Ki Panjangrukmi, seperti ditulis dengan sastra kembang berikut ini:

PUPUH 310. 
Kinanthi 
1. Sèh Matyasta ngawe gupuh 
mbacuta marene kaki 
Cêbolang wus munggèng ngarsa 
babasan kapasang yogi 
Pangawe ku tilas dhalang 
wit bocah dhêmên angringgit

2. Lawas nèng nagri Mantarum 
suwita Ki Panjangrukmi 
kang ginilut jajanturan 
blêjag-blêjag rada apil 
duk maksih nèng Wirasaba 
nganti tumêkèng samangkin

3. Dhalang bang-wetan sadarum 
padha pruwita ananging 
wènèhan cêkak-cêkakan 
pantèn duk anèng Mantawis 
apa wus têpung kalawan 
Kyai dhalang Panjangrukmi

4. Inggih ulun sampun têpung 
kulina Ki Panjangrukmi 
saking rêmên dhatêng wayang 
sabên ki dhalang angringgit 
ulun tumut cêlak kothak 
anyumping wontên ing kering

5. Jajanturaning kadhatun 
èstunipun mbotên apil 
lamun upami miyarsa 
dhalang kang njantur upami 
pakêcapanipun lêpat 
lêrêsipun ulun uning

6. Sukèng tyas mèsêm lingnya rum 
Pangawe lêkasa aglis 
janturane Prabu Krêsna 
ana kang kok sarasèhi 
Pangawe sêmbah sandika 
dadya macak amiwiti

Setelah Seh Matyasta mempersilakah pangawe untuk njatur, maka mulailah kisah Prabu Kresna. Para pandemen (penggemar) macapat dan sekaligus pandemen gending-gending Jawa, diajak mendengarkan ‘janturan' yang mengisahkan Prabu Kresna yang adalah titisan Batara Wisnu.

Suaranya jelas tuntas dan arum. Semakin malam semakin semarak. Kisah Prabu Kresna dan dilanjutkan kisah Prabu Baladewa pun dituturkan dengan amat jelas dan enak. Waktu tiga jam tidak terasa. Acara yang dibuka pukul 20.00 oleh Ign. Wahono telah sampai di penghujung waktu, dan ditutup oleh Angger Sukisno tepat pukul 23.00 WIB.

Naskah dan foto: Herjaka HS

Macapatan Malam Rabu Pon putaran ke-140 di Tembi Rumah Budaya, Selasa 15 September 2015, foto: Herjaka HS Macapatan Malam Rabu Pon putaran ke-140 di Tembi Rumah Budaya, Selasa 15 September 2015, foto: Herjaka HS Macapatan Malam Rabu Pon putaran ke-140 di Tembi Rumah Budaya, Selasa 15 September 2015, foto: Herjaka HS Macapatan Malam Rabu Pon putaran ke-140 di Tembi Rumah Budaya, Selasa 15 September 2015, foto: Herjaka HS SENI PERTUNJUKAN

Baca Juga

Artikel Terbaru

  • 26-09-15

    Jika Pengin Mengenal

    Sebelum menjadi Monumen Pers Nasional, bangunan ini semula adalah Gedung Sasonosuko atau Sositet Mangkunegaran. Gedung ini didirikan oleh KGPAA... more »
  • 26-09-15

    Penampakan Benteng V

    Benteng Vredeburg dibangun pada zaman pemerintahan Sultan Hamengku Buwana I atas permintaan pemerintah Belanda melalui Gubernur dan Direktur Pantai... more »
  • 26-09-15

    Naga Dina Selasa Leg

    Selasa Legi, 29 September 2015, kalender Jawa tanggal 15, bulan Besar, tahun 1948 Ehe, hari taliwangke, tidak baik untuk berbagai macam keperluan.... more »
  • 25-09-15

    Macapatan Malam Rabu

    Bagi paguyuban karawitan ‘amatiran’ yang ada di kampung-kampung, kesempatan berpentas merupakan saat yang menyenangkan, oleh karenanya mereka ingin... more »
  • 25-09-15

    Tempolong, Tempat Lu

    Selain sebagai tempat ludah, fungsi tempolong pada zaman dahulu juga sebagai tempat untuk peletakan atau tatakan kembar mayang. Kembar mayang adalah... more »
  • 25-09-15

    Mahasiswa/i ACICIS M

    Ketegangan segera tampak di wajah mereka. Tungku dengan bahan bakar kayu bisa dipastikan selalu menghasilkan kepulan asap yang mengganggu pandangan... more »
  • 23-09-15

    Masjid Pura Paku Ala

    Masjid Pura Paku Alam seluas 144 meter persegi, dengan 4 buah serambi seluas 438 meter persegi. Masjid ini berbentuk segi empat. Ruangan masjid hanya... more »
  • 23-09-15

    Mengenal Orang Jawa

    Masyarakat Jawa dianggap sebagai masyarakat yang penuh dengan sopan santun, ramah tamah, jarang berterus terang, sangat menjaga perasaan orang lain... more »
  • 22-09-15

    Siswa Singapore Inte

    Umumnya para peserta kegiatan budaya kali ini antusias belajar budaya. Seperti ketika mereka berlatih gamelan, banyak yang serius. Saking seriusnya,... more »
  • 22-09-15

    Lukisan Kaca Kontemp

    Media kaca dipilih Rina karena sangat menantang kreativitas. Selain itu, ada keunikan teknik di dalamnya. Lukisan kaca memiliki kesan puitik karena... more »