Septian Dwi Cahyo
Tak Ingin Disebut "The Next Jubing"

Septian Dwi Cahyo Tak Ingin Disebut

Melihat sosok pria ini pertama kali saat memainkan gitar klasik dan membawakan musik ciptaannya sendiri, yang muncul dibenak adalah, apakah ini “The next Jubing”. Entah, yang pasti dia memiliki keinginan yang besar untuk memajukan musik tradisi dan membawanya keliling dunia. Meski usianya masih 20 tahun, kemampuannya dalam menghasilkan karya musik patut diacungi jempol, tidak ada inspirasi dalam menciptakan karya, katanya ide datang begitu saja, kemudian langsung di eksekusi menjadi sebuah karya musik. Septian Dwi Cahyo, namanya yang sama dengan tokoh pantomim tanah air ini berasal dari Bogor, lulus SMP ia masuk Sekolah Menengah Musik Cikini, mengambil jurusan musik mayor gitar elektrik, dan baru saja lulus satu tahun lalu.

Septian Dwi Cahyo Tak Ingin Disebut

Saat ini ia sedang memulai masa kuliahnya di ISI, Jogjakarta mengambil jurusan musik gitar klasik, meski sempat merasa kesulitan karena perpindahan dari gitar elektrik ke klasik, Septian mengaku enjoy dengan pilihannya. “Kenapa saya memilih klasik, buat saya bermain gitar klasik lebih menantang,”. Tapi siapa sangka, setelah bertahun-tahun mempelajari alat musik gitar, Septian justru enggan menjadi penampil, misalnya seperti Jubing atau bahkan gitaris terkenal papan atas sekalipun. Ia ingin dikenal dibelakang layar, atau dikenal karena karya-karyanya yang jenius. Dia menyebut Franki Raden lah salah satu inspirasinya dalam bermusik. Seorang komposer dan etnomusikolog tanah air yang menggagas Indonesin National Orchestra yang sudah melanglang dunia, Amerika Serikat, Kanada, Singapura, Australia, Perancis, dan lainnya dengan mementaskan orkestra musik modern dengan menggabungkan alat musik tradisional Indonesia.

Septian Dwi Cahyo Tak Ingin Disebut

Salah satu usaha Septian untuk mewujudkan cita-citanya adalah keikutsertaannya pada ajang Festival Musik Tembi 2012 kemarin, diakui Septian memberikan banyak pengalaman yang didapat dari mengikuti festival musik tersebut, selain itu pengetahuan dan berkenalan dengan musisi dari daerah lain tentu menambah pengetahuan bermusiknya. “Awal saya ikut festival ini, guru saya memberikan pamflet, kemudian saya kirim karya dan menunggu, setelah beberapa hari menunggu saya akhirnya dipanggil karna karya saya diterima. Banyak karya bagus disini, selain mencari karakter diri saya harapan besar saya untuk festival ini bisa menjadi saksi sejarah munculnya karya yang monumental untuk bangsa Indonesia,”. paparnya

Septian Dwi Cahyo Tak Ingin Disebut

Septian sadar betul, semua yang ia lakukan baru permulaan, masih dibutuhkan kerja keras agar dapat mencapai cita-citanya. Tak ingin disebut-sebut “The Next Jubing” bukan ia tak mau setenar dan selihai Jubing memainkan gitar. Tapi menurutnya kemanapun dan meniru siapapun dia, suatu hari nanti pasti akan kembali menjadi dirinya sendiri. “Saya optimis musik seperti ini bisa maju dan bisa diapresiasi lebih baik lagi. Sudah banyak contohnya seperti Balawan, Guruh Gipsy, dan banyak yang lain. Saya ingin membawa “Keindonesiaan” saya keliling dunia dan semoga saya bisa membuat karya yang “WOW” suatu hari nanti,” tutupnya.

Temen nan yuk ..!

Natalia S.

Foto2 : Berbagai sumber

Artikel Lainnya :


Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta