Sarasehan Pathet

Apa itu Pathet? Demikianlah pertanyaan yang pertamakali muncul dalam sarasehan ‘Pathet dalam Seni Karawitan Jawa” yang berlangsung di Tembi Rumah Budaya pada Sabtu 22 September 2012, dengan nara sumber Bapak Djoko Maduwiyata, S.Kar, M.hum, dosen ISI Yogyakarta.

Pathet adalah salah satu istilah dalam gendhing karawitan Jawa yang penjabaranya antara lain adalah:

  1. Fungsi dan tugas-tugas nada dalam satu laras.

  2. Sistem pembagian dan fungsi nada di dalam satu laras

  3. Suasana musikal atau amosfir yang dibangun oleh susunan melodi tertentu

Masyarakat karawitan Jawa umumnya membedakan tiga Pathet di dalam laras pelog yaitu: Pelog Pathet lima, pelog Pathet enem dan pelog Pathet barang. Jika masing-masing dari ketiga Pathet ini dimainkan, akan lebih mudah membedakan antara pelog Pathet barang dengan kedua Pathet yang lain (Pathet lima dan Pathet enem), dibandingkan jika harus merasakan untuk membedakan antara Pathet Lima dan Pathet enem.


Peserta Sarasehan

Perbedaan ‘rasa’ yang sangat kentara antara pelog Pathet barang dengan kedua pathet lainnya disebabkan karena, pelog Pathet barang sebenarnya tidak sejajar dengan pelog Pathet lima dan pelog Pathet enem. Pelog Pathet barang mempunyai arti ganda yaitu sebagai sub-laras dan sebagai nama Pathet. Sedangkan Pelog Pathet enem dan pelog Pathet lima keduanya murni sebagai nama Pathet dalam laras slendro. Selain itu, laras pelog sendiri mempunyai dua sub laras, yaitu sub-laras pelog barang dan sub-laras pelog bem, seperti tercermin dalam ricikan garap dan ricikan variasi pada gamelan.

Dilihat dari tugas dan Fungsi dari nada-nada di dalam masing-masing Pathet, adalah sebagai berikut:
Pelog Pathet enem : thingthingan gender: 1 2 3 5 6 Nada dasar atau kekuatan nada atau tonika (ND) = 2, Kempyung bawah (KB) = 5, Kempyung atas (KA) = 6, Pelengkap (Pkl) = 3 dan Ding = 1
Pelog Pathet lima: thingthingan gender: 1 2 4 5 6, ND = 5, KB = 1, KA = 2, Pkl = 6 dan Ding = 4
Pelog Pathet barang: thingthingan gender: 5 6 7 2 3, ND = 6, KB = 2, KA = 3, Pkl = 7 dan Ding = 5


Bapak Trusto, memegang mikrofon saat mengutarakan pendapatnya

Jika disederhanakan, strukturnya adalah sebagai berikut: Laras Pelog mempunyai dua bagian yaitu: 1. sub-laras pelog barang dan 2. sub-laras pelog bem. Sub-laras pelog barang hanya mempunyai satu bagian yaitu: pelog Pathet barang, sehingga sering dirancukan antara sub-laras pelog barang dengan pelog pathet barang. Sedangkan untuk sub-laras pelog bem mempunyai dua bagian yaitu: pelog Pathet enem dan pelog Pathet lima.

Membicarakan, untuk kemudian sampai pada tingkat pemahaman, jika ‘hanya’ melalui wacana dan tulisan, ibaratnya seperti juru masak yang mengetahui resepnya dan mampu meramu bumbu-bumbu dengan proposional serat tahu cara memasaknya, tetapi belum mencicipi dan menikmati rasanya.

Demikian pula untuk memahami Pathet, tidak cukup ditulis dan diwacanakan, namun dipraktekan dan dirasakan. Rasa itulah yang kemudian menjadi penting untuk membedakan Pathet yang satu dengan Pathet yang lainnya, baik Pathet laras Slendro maupun Pathet laras Pelog.

Beberapa mahasiswa Jurusan Karawitan ISI Yogyakarta yang hadir mengaku tidak memahami tentang Pathet yang di tulis dalam makalah maupun yang dibicarakan dalam forum. Apa yang diutarakan oleh para pakar karawitan dari ISI Yogyakarta yang hadir antara lain: Bapak Juaedi, sebagai moderator, Bapak Trusta, Bapak Miyata, Bapak Anggar, Ibu Trisni, justru semakin membingungkan. Para pakar tersebut membicarakan apa yang sudah dipahami, dialami dan dirasakan, sedangkan para peserta pemula masih sebatas mengenal istilah Pathet.

Pada akhir sarasehan, Bapak Junaedi menggarisbawahi, bahwa serasehan mengenai Pathet hendaknya dibarengi dengan praktek menabuh gamelan sehingga para peserta dapat merasakan dan membandingkan antara Pathet yang satu dengan Pathet yang lain. Jika pun dengan cara tersebut, para Mahasiswa jurusan karawitan dan orang awam yang hadir dalam sarasehan masih belum dapat merasakan dan memahami, paling tidak mereka bisa mendengar musik karawitan Jawa yang dapat membawa kedamaian di hati.

tulisan dan foto: herjaka




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta