Tembi

Berita-budaya»MY IMAGINARIUM DARI ARTIST IN RESIDENCE Tembi

11 Aug 2011 06:39:00

'MY IMAGINARIUM' DARI ARTIST IN RESIDENCE TembiIni kali ketujuh ‘artist in residence’ Tembi Rumah Budaya menghasilkan karya dan dipamerkan di ruang pamer Tembi Rumah Budaya, Yogya dan Jakarta. Kali ini, sebut saja, pada edisi ketujuh peserta artist in residence Tembi nernama Rio Setia Monata, melakukan eksplorasi ruang personal yang disebutnya sebagai rumah. Namun, imajinasi Rio ‘melayang’, sehingga konvensi-konvensi rumah ia timbang ulang.

Beragam ruang ia eksplorasi, sehingga terasa sekali dia tidak sedang bermain garis, melainkan ia sedang bermain, dan sungguh-sungguh bermain, dan yang ia ‘mainkan’ adalah ruang-ruang. Rio seperti hendak melompat dari konvensi rumah, yang barangkali tidak lagi memadai untuk ‘ditinggali’ imajinasi yang ‘menembus’ konvensi.

Sebagai peserta ‘artist in residence’ di Tembi Rumah Budaya Rio memiliki kebebasan untuk melakukan eksplorasi dalam hal menghasilkan karya. Hari-harinya diberi kebebasan untuk menghasilkan karya yang sifatnya eksploratif. Rio, mencoba melakukan eksplorasi konstruksi rumah dan melakukan pemaknaan ulang menyangkut apa yang disebut sebagai rumah.

Bahkan ruang pamer Tembi Rumah Budaya, dieksplorasi sedemikian rupa, sehingga mulai pintu masuk oleh Rio sudah diwarnai karya oleh Rio, yang mungkin ia hendak menyampaikan pesan kepada publik, bahwa karyanya sudah dimulai dari pintu masuk. Maka, ‘rumbai-rumbai’ digantung di ruang'MY IMAGINARIUM' DARI ARTIST IN RESIDENCE Tembiterbuka dikawasan Tembi Rumah Budaya. Ruang pamer ‘terlalu sumpek’ untuk dipajangi karya-karya Rio, yang memang membutuhkan ruang dan tempat.

Atau sebetulnya, Rio hendak melakukan eksplorasi ruang-ruang di Tembi salaiknya dia melakukan eksplorasi ruang pada karya-karyanya.

Sebagai perupa muda, yang masih mencari bentuk, semangat eksplorasi Rio cukup tinggi. Ia mencoba memanfaat barang-barang bekas untuk membuat konstruksi, untuk memaknai ulanng dari konvensi konstruksi, misalnya pada karya yang berjudul ‘joyful home’. Bentuk dari karya ini berupa kursi, yang menggunakan bahan-bahan kaleng minuman. Kita tidak tahu, apakah ini jenis kursi fungsional, atau semata sebagai karya seni. Jenis karya lainnya, yang juga eksploratif adalah karya yang berjudul ‘born to do it’, yang berupa seni lukis yang menggunakan pintu sebagai medianya. Orang bisa ‘menuduh’ goresan itu merupakan bentuk lain dari mural. Namun agaknya, meski mungkin inspirasinya dari mural, tetapi rupanya, Rio mencoba melakukan eksplorasi pada simbol fungsional.

Agaknya, kita memang harus mahfum, bahwa eksplorasi yang dilakukan Rio Setia Monata, selaku artist in residence di Tembi Rumah Budaya belum terlalu maksimal, atau setidaknya masih terasa tergagap, sehingga karya-karya yang'MY IMAGINARIUM' DARI ARTIST IN RESIDENCE Tembidihasilkan dari eksplorasi, dari segi artistik belum kelihatan kuat. Kita tahu, Rio sedang terus berproses yang kelak, entah kapan, akan menemukan formula yang tepat untuknya. Kawan-kawan Rio memiliki harapan terhadap potensinya. Kita kutipkan apa yang dikatakan teman-temannya mengenai Rio Setia Monata.

I Gede Oka Astawa, mahasiswa seni murni ISI Yogyakarta, perihal Rio Setia Monata mengatakannya:

“Seniman ini mempunyai julukan ‘Rio si Loronkkosonk’, tetapi semangat karya dan ruang imajinasinya tak pernah kosong. Dia membuat ruangan sendiri, bagaikan lorong yang tak berujung tidak akan pernah penuh diisi siapapun. Perlahan, namun pasti kekosongan-kekosongan ruang imaji ciptaannya yang ada dalam dirinya diisi dengan prestasi dan karya sebagai jawaban atas pembrontakan jiwanya yang menginginkan kebebasan”.

Lain lagi dengan Humaira a.k.a iyong, mahasiswa Desain Interior ISI Yogyakarta, sahabat Rio. Ia mengatakan mengenai Rio seperti bisa dibaca berikut ini:

“Dia memiliki pemikiran sendiri dalam interior yang mengubah istilah dari sebuah paham gaya minimalis ‘from follow fungtion’ yang saya pelajari dari tujuan desain. ‘From follow beauty’ adalah pemahamannya dan dia tidak mengubah konsep yang sudah ada namun dia menambahkan istilah dengan buah pemikirannya sendiri. Karyanya cukup tidak sesuai dengan usianya. Imajinasinya juga tidak sesuai dengan rupanya. Namun berdasarkan dari jejak rekonstruktif pemikiran masa lalu. Semuanya begitu bertolak belakang dengan dirinya”.

Ons Untoro




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta