Tembi

Bale-dokumentasi-resensi-buku»Prabu Nala

18 Feb 2007 09:08:00

Perpustakaan

Judul : Prabu Nala
Penulis : Dr. H. Van Prooye-Salomons
Raden Rangga Wirawangsa
Penerbit : Depdikbud, 1979, Jakarta
Bahasa : Indonesia, Jawa (berbentuk tembang)
Halaman : 311 halaman
Ringkasan isi :

Bermain judi apabila sampai lupa diri akan mengakibatkan kerugian baik pada diri sendiri maupun orang lain (keluarga). Banyak cerita tentang kesengsaraan yang diakibatkan oleh judi. Salah satunya adalah kisah atau cerita Prabu Nala. Prabu Nala adalah raja kerajaan Nisadda. Ia memerintah dengan bijaksana sehingga rakyat hidup sejahtera. Raja yang masih muda ini mempunyai permaisuri bernama Dewi Damayanti putri Prabu Bima dari kerajaan Widarba, yang diperolehnya melalui sayembara pilih. Dalam perkawinannya mereka dikaruniai dua anak Raden Endrasena dan Dewi Endrasini. Sayangnya Prabu Nala mempunyai kesenangan yang kurang baik yaitu berjudi.

Sementara itu Hyang Kala dan Hyang Dwapara yang terlambat mengikuti sayembara pilih merasa sakit hati, lebih-lebih Hyang Kala. Oleh karena itu bekerja sama dengan Hyang Dwapara ia bermaksud mencelakakan Prabu Nala. Hyang Kala akan merasuk ke dalam buah dadu.

Setelah menunggu selama 12 tahun barulah niat itu kesampaian yakni ketika Prabu Nala bermaksud bersuci tetapi lupa membasuh kaki. Hyang Kali segera menemui Sang Puskara (adik Prabu Nala, juga gemar berjudi) dan membujuknya agar menantang Prabu Nala untuk bermain judi. Permainan itu pada mulanya hanya sekedarnya tetapi karena pengaruh Hyang Dwapara (dewa perbuatan jahat), permainan mereka makin menjadi-jadi bahkan Prabu Nala sampai lupa diri (akibat pengaruh Hyang Kali). Dalam permainan tersebut Prabu Nala kalah (akibat kelicikan Hyang Kali dan Hyang Dwapara), kerajaan dan segala isinya menjadi milik Sang Puskara.

Dewi Damayanti yang mengetahui hal tersebut segera menyuruh Wresneya kusir kerajaan untuk mengungsikan kedua putranya ke kerajaan ayahnya. Setelah menyelesaikan tugasnya Wresneya pergi ke kerajaan Ayodya kerajaan Prabu Rituparna dan mengabdi sebagai kusir juga.

Akibat kekalahannya Prabu Nala dan Dewi Damayanti terusir dari kerajaan dan menggembara dalam hutan. Ketika Dewi Damayanti tertidur pulas Prabu Nala yang masih dirasuki Hyang Kali meninggalkan Dewi Damayanti. Mengalami hal tersebut Dewi Damayanti semakin sedih, kemudian berjalan tak tentu arah. Setelah mengalami berbagai hal Dewi Damayanti sampai di kerajaan Cedi. Atas kebaikan permaisuri raja Cedi, Dewi Damayanti diterima sebagai dayang-dayang anaknya Dyah Sunanda.

Dalam penggembaraannya Prabu Nala berhasil menolong Naga Karkotaka dari kobaran api, tetapi naga tersebut malah menggigit Prabu Nala, sehingga berubah menjadi jelek. Sebelum Prabu Nala marah naga tersebut menjelaskan bahwa ia bermaksud baik, Prabu Nala disuruh mengabdi sebagai kusir di kerajaan Ayodya dan berganti nama menjadi Bahuka.

Prabu Bima sangat sedih mengetahui nasib putrinya dan menyebar utusan untuk mencarinya. Setelah diketahuinya Dewi Damayanti ada di kerajaan Cedi segera dikirimkannya utusan untuk menjemputnya. Setelah Dewi Damayanti tiba di kerajaan Widarba segera ia mencari keberadaan suaminya. Dari Brahmana Parnada ia mendapat keterangan bahwa di kerajaan Ayodya kusir kerajaan bernama Bahuka sangat memperhatikan seloka yang dikidungkan (seloka kisah Dewi Damayanti setelah ditinggalkan Prabu Nala) dan kemudian Bahuka menuangkan isi hatinya (kisahnya sendiri setelah meninggalkan Dewi Damayanti). Dewi Damayanti kemudian pura-pura mengadakan sayembara pilih. Ia mengirim utusan ke kerajaan Ayodya untuk mengatakan bahwa sayembara itu waktunya tinggal besok. Dewi Damayanti yakin bahwa hanya suaminyalah yang dapat mengemudikan kereta dengan sangat cepat dan lihai.

Mendengar sayembara tersebut Prabu Rituparna segera menyuruh Bahuka untuk mengemudikan keretanya. Dan memang Bahuka bisa mengemudikan kereta dengan cepat sekali. Dalam perjalanan tersebut Hyang Kali yang merasuki Bahuka keluar dari tubuhnya setelah Bahuka diajari Prabu Rituparna tentang ilmu kemahiran berhitung dan segala macam permainan.

Prabu Rituparna kaget setelah mengetahui di Widarba sepi-sepi saja tidak ada sambutan sedikitpun, tetapi ia segera menguasai diri dan mengatakan kunjungannya untuk silaturahmi. Sementara itu Dewi Damayanti yang mengetahui di dalam kereta hanya ada Prabu Rituparna, Wresneya bekas kusirnya dan Bahuka si buruk rupa menjadi sedih, kecewa, heran dan lain-lain. Bukankah yang bisa mengemudi kereta secepat angin hanya Prabu Nala, mungkinkah Bahuka penjelmaan Prabu Nala.

Setelah melalui berbagai penyelidikan akhirnya terbuka kedoknya bahwa Bahuka adalah Prabu Nala. Semua tentu saja bahagia lebih-lebih Prabu Nala dan Dewi Damayanti yang telah lama terpisah. Mengetahui hal tersebut Prabu Rituparna tidak kecewa bahkan ikut bahagia. Prabu Rituparna kemudian mengajari ilmu bermain dadu lebih mendalam kepada Prabu Nala sehingga ia mahir. Sedang Prabu Nala mengajari Prabu Rituparna ilmu menguasai serta memerintah kuda serta mengenal dan memilih kuda yang baik.

Setelah menguasai ilmu bermain dadu Prabu Nala pergi ke kerajaan Nisadda yang sekarang dikuasai Sang Puskara, untuk menantang bermain dadu kembali. Dalam permainan tersebut Sang Puskara kalah. Prabu Nala mendapatkan kembali kerajaan beserta isinya, sedangkan Sang Puskara atas kebaikan Prabu Nala dikembalikan sebagai orang merdeka (tidak ada sedikitpun milik Sang Puskara yang diminta Prabu Nala walau dalam bermain dadu menjadi taruhan). Beberapa saat kemudian Sang Puskara kembali ke negerinya tetap sebagai raja dengan iringan upacara dan bala tentara. Pada saat yang tepat Prabu Nala segera menjemput Dewi Damayanti dan kedua putranya dari kerajaan Widarba.

Cerita ini mengandung beberapa pelajaran yang sangat baik antara lain kesetiaan, ketabahan dalam penderitaan, keluhuran budi, pengorbanan dan lain-lain.




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta