Tembi

Berita-budaya»AROMA WANGI PADA TIONG JIU

16 Sep 2011 10:52:00

AROMA WANGI PADA TIONG JIUBegitu menginjakan kaki dilantai depan pintu masuk klenteng Tjien Ling Kiong, jalan Poncowinatan 20, Yogyakarta, aroma wangi menyambutnya. Lampu temaram mewarnai ruang klenteng. Warna merah domoinan. Asap hio mengharumkan ruangan. Nuansa harum seolah untuk menandai perayaan Tiong Jiu yang dilakukan Senin (12/9) di Klenteng Tjien Ling Kiong.

Selain dikenal sebagai Perayaan Tiong Jiu, orang juga mengenal sebagai Perayaan Kue Bulan, atau Perayaan Tengah Musim gugur. Perayaan ini ditunggu oleh banyak warga dan tidak hanya dari kalangan Tionghoa, tetapi siapa saja boleh ikut merayakannya. Perayaan Tiong Jiu ini merupakan perayaan kebersamaan seluruh warga masyarakat dari beragam lapisan dan etnis.

Senin malam itu, Klenteng Tjien Ling Kiong penuh sesak orang dari bermacam lapisan. Tidak hanya dari kalangan Tionghoa. Dari anak-anak sampai orang tua terlihat ikut merayakan Perayan Tiong Jiu ini. Yang menarik, semua yang hadir dipersilahkan makan bersama secara prasmanan, tanpa kecuali. Perayaan atau pesta ini untuk kebersamaan, karena itu makan bersama merupakan salah satu wujud dari kebersamaan.

Perayaan Tiong Jiu pada bulan September 2011 ini diselenggarakan oleh Jogja Chinease Art & Culture Center (JCACC) bertempat di Klenteng Tjien Lion Kiong, Poncowinatan. Bagi Arif Haliman, ketua pantia Perayaan, acara ini terbuka untuk umum dan tidak hanya dari kalangan Tionghoa.

“Spirit acara ini adalah untuk mendekatkan keluarAROMA WANGI PADA TIONG JIUga dengan makan bersama, sehingga komunitas Tionghoa bisa membuka ruang sosial yang lebih luas ditengah masyarakat” ujar Arif Haliman.

Perayaan Tiong Jiu ini sebenarnya merupakan ungkapan terimakasih kepada yang Mahakuasa atas rejeki atau hasil panen yang diberikan. Anggi Minarni, salah seorang panitia yang menangani dibidang acara melihat, Perayaan Tiong Jiu ini sebenarnya sudak dikenal dikalangan masyarakat kita, karena kita juga sering melakukannya, hanya namanya saja yang berbeda, tetapi subtansinya sama: menyampaikan ungkapan terimakasih pada Yang Maha Kuasa.

“Kita mengenal perayaan habis panen yang disebut sebagai bersih desa, yang tak lain ungkapan terimakasih kepada Yang Maha Kuasa atas hasil panen yang telah diberikan. Perayaan Tiong Jiu sebenarnya kalau dimasyarakat kita bentuknya bersih desa itu” kata Anggi Minarni.

Perayaan Kue Bulan, atau Tiong Jiu, Senin (12/9) lalu dimeriahkan dengan bermacam atraksi kesenian, ada musik, baca puisi dan dipentaskan operet Dewi Bulan. Kostum operet mengingatkan pada film Tionghoa ‘Kera Sakti’,AROMA WANGI PADA TIONG JIUtokohnya seekor kera yang sakti dan diputar ditelivisi Indonesia.

Operet Dewi Bulan berkisah mengenai legenda pada masa pemerintahan Kaisar Yao (2346 SM). Pada masa pemerintahan Kaisar Yao terjadi bencana besar berupa munculnya 10 matahari. Kemudian sang penguasa mengirimkan salah satu malaikat Hou Yi untuk mengatasi bencana ini. Hoy Yi bisa melaksanakan tugasnya dengan sangat baik. Sebagai ahli panah. Hou Yi mampu memanah Sembilan matahari yang bukan asli, sehingga hanya tertinggal satu matahari yang asli. Sebagai rasa terimakasihnya, Kaisar mengangkat Hou Yi sebagai Zhong-bu-shen atau malaikat yang bertugas menghindarkan penduduk dari musibah dan bencana.

Sebagai pertunjukan, operet ini bisa menghibur warga masyarakat yang memadati halaman Klenteng Tjien Lin Kiong. Acara seni yang lain, yang ditampilkan disela-sela acara, atau untuk mengawali perayaan, sebagaimana layaknya acara 17-an, ialah lebih untuk menghibur warga yang melihat, bukan untuk pertunjukan yang mengandalkan kualitas.

Perayaan Tiong Jiu ini, rasanya telah menjadi medium berbaur warga masyarakat dengan komunitas Tionghoa, yang selama rezim orde baru, peraayaan seperti ini ‘tabu’ untuk dihadirkan.

Tiong Jiu, perayaan kebersamaan dari warga Tionghoa di Yogya untuk masyarakat Yogya secara keseluruhan.

Ons Untoro




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta