Dolanan Dhempo-1
(Permainan Anak Tradisional-81)

Satu lagi dolanan anak-anak masyarakat Jawa tempo dulu yang banyak dimainkan oleh anak-anak kecil yaitu Dhempo. Kiranya jenis dolanan ini dimainkan sebagai bentuk hiburan belaka di kala anak-anak ada waktu senggang. Permainan ini juga mudah dimainkan kapan saja, asal anak-anak berminat. Tidak membutuhkan peralatan dan dapat dimainkan di sekitar halaman rumah. Tidak ayal jika dolanan ini di era-1980-an atau sebelumnya banyak dimainkan oleh anak-anak masyarakat Jawa, termasuk di daerah Yogyakarta dan sekitarnya. Mungkin di tempat lain juga ada jenis dolanan ini, dengan nama yang sama, mirip, atau mungkin sama sekali berbeda.

Menurut salah seorang sumber, Slamet (38) warga Bantul, dolanan ini telah dikenalnya sejak ia masih berumur 6 tahun, setingkat TK. Bahkan ia pernah bercerita, bahwa generasi sebelumnya juga pernah memainkan dolanan ini. Jadi sifat dolanan ini ditularkan dari generasi tua ke generasi muda. Sumber lain, Retno (29) warga Sleman juga mengiyakan, bahwa saat ia masih kecil juga pernah bermain dolanan Dhempo. Setidaknya, memang dolanan ini pernah populer di tahun 1980-an atau sebelumnya. Sayang, saat ini sudah jarang anak-anak memainkan dolanan ini.

Padahal sebenarnya dari dolanan ini, sebagai ajang sosialisasi anak-anak untuk mengenal karakter masing-masing anak dalam satu kampung. Dengan banyak bersosialisasi, maka akan terjalin ikatan emosional yang tinggi, sehingga membentuk rasa solidaritas yang tinggi pula. Mereka akan saling mengenal watak masing-masing anak. Dari dolanan ini juga akan memupuk rasa kebersamaan dan solidaritas. Itulah ajaran moral yang terkandung dalam dolanan Dhempo.

Anak-anak yang biasa memainkan dolanan Dhempo adalah anak-anak usia TK ke atas sampai usia SD. Karena sifat mereka masih senang dengan bermain. Apalagi di zaman dulu, anak-anak belum banyak disibukkan dengan urusan pekerjaan sekolah, maka waktu banyak digunakan untuk bermain dengan teman sebayanya. Mereka biasa bermain di pelataran rumah yang rindang yang banyak ditumbuhi pepohonan. Sebab syarat utamanya dalam permainan ini adalah banyak pohon yang nantinya bisa untuk tempat hinggap (bahasa Jawa “mencok”). Namun demikian kadang tempat hinggap lain tidak harus pohon, tetapi bisa yang lain, seperti tiang rumah, lincak (tempat duduk), atau lainnya, yang semua itu sesuai dengan kesepakatan awal.

bersambung

Suwandi

Sumber informan: Slamet (38) dan Retno (29), karyawan Tembi; Pengamatan dan Pengalaman Pribadi




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta