Sawung Jabo, Sirkus Barock, Memuaskan Dahaga Penggemarnya

Sirkus Barock hadir di Yogyakarta untuk pelepasan album bertajuk “Anak Angin”. Sawung Jabo tetap enerjik di panggung meski usianya sudah 60-an. Jubelan penonton terobati kerinduannya pada gaya dan karakternya yang kritis.

Pentas Sirkus Barock dan Sawung Jabo, Taman Budaya Yogyakarta, 1 November 2012, foto: Vembri Waluyas
Jabo masih tetap konsisten dengan cirinya, serba merah

Memasuki halaman Taman Budaya Yogyakarta, beberapa poster Sawung Jabo, instalasi truk yang dilukis “Anak Angin” dan sosok Jabo, serta merchandise tentang figur Jabo dan layar yang terletak tidak jauh dari pintu masuk, konsep “Nyawung Jaboan” yang digarap oleh Ong Hari Wahyu ini menjadi penyambut datangnya penggemar Sawung Jabo.

Penggemarnya tidak hanya datang dari generasinya, tapi banyak juga anak anak muda. Mereka ingin merayakan eufuria musik dan lirik karya karya Jabo. Anastasia Jesica, salah satunya, mengaku semula hanya kenal Jabo melalui lagu-lagu yang didapatnya dalam format MP3, dan kemudian menonton di YouTube. Setelah itu dia penasaran untuk menyaksikan langsung aksi Jabo, yang baru bisa terwujud malam itu.

Jubelan penonton di dalam Societed Militer, Taman Budaya Yogyakarta, maupun yang berada di luar Societed, malam itu serasa terpuaskan oleh sinergi awak Sirkus Barock; yang terdiri dari Joel Tampeng (gitar,vokal), Ucok Hutabarat (biola, vokal), Denny Dumbo (perkusi, vokal), Endy Baroque (drum, vokal), Sinung (bas, vokal), Bagus Mazasupa (keyboard, vokal), Giana Sudaryono (perkusi, vokal), dengan KSBJ Strings Orchestra, Santet Quartet String dan pesinden Peni Candra. Merek menjadi kesatuan yang memikat para penonton dan penggemarnya. Tentu hadirnya gitaris senior Totok Tewel, menambah hentakan rock balad dalam komposisi Sirkus Barock.

Dramaturgi 11 lagu “Anak Angin” di antaranya “Bongkar”, “Hio” dan “Diatas Langit Masih Ada Langit” membawa penonton pada kerinduan musik semacam ini di zaman sekarang. “Ayo, kalau mau berdiri, berdiri saja! Di sini berdiri tidak dilarang, yang duduk di kursi, silakan bergoyang sambil duduk!,” ajak Jabo pada penonton malam itu, Kamis, 1 November 2012. Meski sudah berusia kepala 6, dia masih tetap enerjik.

Pentas Sirkus Barock dan Sawung Jabo, Taman Budaya Yogyakarta, 1 November 2012, foto: Vembri Waluyas
Energi Jabo menggerakkan penggemarnya

Sontak penonton yang duduk menjadi berdiri dan selayaknya menikmati Sirkus Barock di luar ruangan. Penonton yang hanya bisa menikmati melalui layar di luar gedung Societed, juga bergoyang, berseru dan bernyanyi menirukan gaya Jabo di tiap alunan musik.

Jabo selalu menjadi sosok fenomenal di mata penggemarnya. Kaos merah selalu menjadi andalannya di panggung. Bisa jadi, warna merah memang membara, berani dan memberi spirit atau semangat dalam diri dan penggemarnya. Jabo adalah sosok besar dalam deretan panjang musik Indonesia sejak tahun 1970. Namun Jabo tetap sosok sederhana yang produktif hingga sekarang ini.

Akhir dekade 1980-an, Jabo mendirikan “Swami” di Jakarta, yang di dalamnya juga terdapat para pemain Sirkus Barock, Iwan Fals dan Naniel. “Bento” menjadi lagu hits kurun waktu itu hingga sekarang, yang merupakan hasil dari album Swami 1 tahun 1989. Bergabungnya Jockie Suryoprayogo dalam Swami 2 di tahun 1991 melahirkan hits “Hio” dan “Nyanyian Jiwa”.

Konsep musik yang dibawakan Sawung Jabo pada era Sirkus Barock, Swami dan Kantata dikenal penuh pendewasaan dan kepolosan. Jabo juga dikenal dengan teriakan-teriakannya yang kritis terhadap kondisi politik, liar, dan nyentrik dalam pentas-pentasnya. Pasca tahun 2000, lagu-lagu Jabo lebih bernuansa religius, menggali makna hidup, cinta dan perenungan.

Alia Damaihati | Foto : Vembri Waluyas



Artikel ini merupakan Hak Cipta yang dilindungi Undang Undang - Silahkan Mencopy Content dengan menyertakan Credit atau link website https://tembi.net/


Baca Juga Artikel Lainnya :




Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta