Ki Catur Benyek Menggelar Perang Pamuksa

15 Aug 2015

Di dalam dunia pewayangan, tercatat ada 4 perang besar yang melibatkan negara-negara besar serta memakan banyak korban. Yang pertama adalah perang Giriantara, perang antara Ramawijaya, raja Ayodya melawan Dasamuka, raja Alengka. Kedua: perang Pamuksa, perang antara Pandudewanata, raja Hastina melawan Tremboko, raja Pringgandani. Ketiga: perang Gujalisuta, perang antara bapak dan anak, antara Kresna raja Dwarawati dan Sitija raja Surateleng. Keempat adalah perang Baratayuda, perang antara Duryudana raja Hastina dan Yudistira raja Indraprasta.

Satu di antara 4 perang besar tersebut yaitu Perang Pamuksa, pada Jumat, 31 Juli 2015 telah digelar dalam rupa pementasan wayang kulit purwa semalam suntuk oleh Ki Catur Benyek Kuncoro di pendopo Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Pentas tersebut terselenggara atas kerja sama antara paguyuban dalang-dalang muda Sukrokasih dan Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Lakon Perang Pamuksa diawali jejer Hastinapura. Prabu Pandu mengutus Patih Gandamana untuk menaklukan negara Pringgandani yang dipimpin oleh Prabu Tremboko. Dalam menjalankan tugasnya, Gandamana terperangkap ke dalam luweng (lubang besar di dalam tanah), dan dikubur hidup-hidup oleh bala tentara Pringgandani. Tentu saja hal tersebut membuat Prabu Pandu marah dan kemudian mengerahkan seluruh kekuatan Hastina untuk menyerang Pringgandani.

Dua negara besar, yang masing-masing didukung oleh negara negara sahabatnya, saling berhadapan. Maka perang dahsyat pun terjadi. Perang Pamuksa. Seperti selalu terjadi, setiap peperangan atau pun kerusuhan, ada pihak-pihak yang memanfaatkan, mengail di air keruh, demi keuntungan pribadi.

Ki Benyek, dalang serba bisa, melalui ‘sanggit'-nya mempertontonkan tokoh Tri Gantalpati dengan kelihaiannya berhasil memanfaatkan perang yang terjadi demi keuntungan dirinya. Patih Gandamana yang celaka di medan perang, dijadikannya batu pijakan untuk menuju jabatan patih.

Perang Pamuksa adalah perang besar. Harta benda yang didapat dari kerja siang-malam dengan susah payah, hancur, terbakar dan musnah. Kahancuran menyeluruh negara Pringgandani dibarengi dengan hilangnya puluhan ribu nyawa orang-orang baik, orang-orang jujur dan para ksatria bangsa. Namun di balik korban serta pengorbanan yang ada, tanpa bisa dihindari, muncullah pemenang-pemenang gadungan yang berhasil memperdayai lawan dan juga kawan. Dialah Trigantalpati.

Para penonton yang masih bertahan menyaksikan Ki Benyek Catur Kuncoro sampai akhir pegelaran, mungkin merasa dongkol melihat Trigantalpati yang dengan kelicikannya, tanpa berkorban sedikit pun berhasil menjadi patih. Sementara pengorbanan Gandamana yang begitu besar malahan kehilangan jabatan patih.

Tidak hanya di dunia pakeliran, tetapi juga di dunia ini, kadang kala peristiwa yang terjadi berkebalikan dengan norma-norma kehidupan yang ada. Orang jujur ajur (hancur), orang baik dicekik, orang sederhana dihina. Namun walaupun dihina, dicekik hingga ajur, orang-orang sederhana, baik dan jujur selalu ada. Mereka dengan kerelaannya menjadi ajur, menjadi pupuk dunia agar mampu menumbuhkan tunas-tunas baru lebih baik dan berpengharapan.

Naskah dan foto: Herjaka HS

Gelar wayang kulit purwa lakon Perang Pamuksa, oleh dalang Ki Catur Benyek Kuncoro, pada Jumat, 31 Juli 2015, di pendopo Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta, foto: Herjaka HS Gelar wayang kulit purwa lakon Perang Pamuksa, oleh dalang Ki Catur Benyek Kuncoro, pada Jumat, 31 Juli 2015, di pendopo Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta, foto: Herjaka HS Gelar wayang kulit purwa lakon Perang Pamuksa, oleh dalang Ki Catur Benyek Kuncoro, pada Jumat, 31 Juli 2015, di pendopo Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta, foto: Herjaka HS Gelar wayang kulit purwa lakon Perang Pamuksa, oleh dalang Ki Catur Benyek Kuncoro, pada Jumat, 31 Juli 2015, di pendopo Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta, foto: Herjaka HS SENI PERTUNJUKAN

Baca Juga

Artikel Terbaru

  • 15-08-15

    Ki Catur Benyek Meng

    Di dalam dunia pewayangan, tercatat ada 4 perang besar yang melibatkan negara-negara besar serta memakan banyak korban. Yang pertama adalah perang... more »
  • 15-08-15

    Magenta Orkestra Tri

    Rangkaian pembukaan Indonesia Convention Exhibition (ICE) BSD City, Tangerang Selatan, menyuguhkan berbagai hiburan, salah satunya konser Magenta... more »
  • 15-08-15

    Hari Baik dan Hari B

    Orang yang lahir pada Sabtu Pon, usia 0 s/d 12 tahun, adalah ‘PA’ Pandhita, baik. Usia 12 s/d 24 tahun, adalah ‘HA’ Hajar, tidak baik. Usia 24 s/d 36... more »
  • 15-08-15

    Penguburan Jenazah d

    Keterangan foto ini menyebutkan bahwa perarakan tersebut dilakukan secara sederhana dan tidak melibatkan begitu banyak orang. Semua orang yang... more »
  • 14-08-15

    Pemanasan Festival G

    Geneng Street Art Project (GSAP) adalah perhelatan seni rupa yang pantas disimak. Kegiatan ini dimotori mahasiswa dan alumni jurusan seni rupa... more »
  • 14-08-15

    Pameran Foto ‘Alkisa

    Menghidupkan kembali cerita rakyat Indonesia melalui seni fotografi, menjadi tujuan awal pembuatan karya foto ‘Alkisah’ oleh fotografer yang dikenal... more »
  • 13-08-15

    Mengupas Perjalanan

    Dalam membicarakan dramatari, buku ini dibagi menjadi empat bab. Pertama, dramatari bertopeng yang berkembang di Bali, Jawa Tengah, Jawa Timur,... more »
  • 13-08-15

    Rafi dan Ria Girang

    Setidaknya ada 26 siswa-siswi yang merasa senang, karena menjadi juara dan nominator lomba macapat yang diselenggarakan oleh BPNB Yogyakarta tahun... more »
  • 12-08-15

    Gerakan Swadesi Luri

    Pada majalah itu dijelaskan bahwa gerakan itu semata-mata dilakukan oleh bangsa pribumi (khususnya orang Mataram: Yogyakarta dan Surakarta) untuk... more »
  • 12-08-15

    Indische Koffie Bert

    Suasana kafe bertabur puisi, baik yang dibacakan, dilagukan maupun ditembangkan. Ada pembaca puisi yang mengenakan pakaian Jawa, membacakan puisi... more »