Gerakan Swadesi Lurik di Zaman Belanda

12 Aug 2015

Pada majalah itu dijelaskan bahwa gerakan itu semata-mata dilakukan oleh bangsa pribumi (khususnya orang Mataram: Yogyakarta dan Surakarta) untuk pemberdayaan produksi pakaian dalam negeri khususnya jenis lurik Jawa. Hal itu dilakukan agar kain lurik tetap lestari.

Pada masa penjajahan Belanda dulu, gelar promosi kain lurik juga sudah dilakukan. Kala itu, promosi lebih ditekankan pada gerakan swadesi, yang artinya mencintai produk dalam negeri. Gerakan promosi kain lurik di zaman Belanda itu dilakukan oleh sebuah organisasi yang bernama “Comite semangat swadesi ing Mataram”. Hal itu bisa disimak kembali di Majalah Kajawen No 45 Tanggal 4 Juni 1932 pada halaman 703—705.

Pada majalah itu dijelaskan bahwa gerakan itu semata-mata dilakukan oleh bangsa pribumi (khususnya orang Mataram: Yogyakarta dan Surakarta) untuk pemberdayaan produksi pakaian dalam negeri khususnya jenis lurik Jawa. Hal itu dilakukan agar kain lurik tetap lestari. Biarpun harganya lebih mahal dari kain impor, namun kualitasnya tidak kalah.

Gerakan swadesi ini diwujudkan dengan mengadakan semacam pameran produk-produk lurik Jawa yang dilakukan di berbagai daerah, seperti: Rumah Yatim Islam di Jakarta (tertulis “griya yatim Islam ing Betawi-centrum”), di toko Yogyakarta (tertulis “padhasaran Pantiyasa” ing Ngayogyakarta), dan pasar lurik di Magelang, Jawa Tengah (tertulis “peken lurik wonten ing Magelang”). Kegiatan itu dilakukan agar masyarakat lebih mudah mendapatkan barang kain lurik, sekaligus menggerakkan program “cinta produk dalam negeri”.

Gerakan swadesi kain lurik di masa itu dilakukan karena banyak warga masyarakat pribumi lebih memilih kain produk luar negeri yang harganya lebih murah. Selain itu, masyarakat pribumi kala itu lebih bangga menggunakan produk luar negeri yang “berbau” produk penjajah. Untuk mencegahnya, maka dibentuklah gerakan swadesi, seperti yang terkenal di India, yang digagas oleh Mahatma Gandhi.

Gagasan gerakan swadesi oleh pribumi Mataram tersebut diprakarsai oleh tuwan J Driyowongso dan anggotanya para perajin pribumi, khususnya di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya. Gagasan mulia lainnya dari gerakan swadesi ini, bahwa hasil dari penjualan, 10 % disumbangkan ke panti yatim yang ketempatan promosi, dan 90 % digunakan untuk pemberdayaan para penganggur bangsa pribumi.

Sementara jenis lurik yang dipromosikan antara lain: lurik hitam, lurik merah tua, dan sejenisnya untuk kalangan para orang tua (tertulis: “lurik cemeng, lurik abrik sepuh lan sesaminipun”). Selain itu juga ada jenis lurik ungu, hijau, kuning, dan lainnya, untuk para remaja putri (tertulis “lurik wungu, ijem, jene, lan sapiturutipun”), juga lurik-lurik khusus untuk para pria. Sementara lurik sekarang, selain masih banyak diproduksi di berbagai daerah di Yogyakarta dan sekitarnya, dalam promosi sudah banyak dibantu oleh para desainer Indonesia.

Suwandi

Promosi Kain Lurik di masa Penjajahan Belanda, sumber foto: Suwandi/Tembi Promosi Kain Lurik di masa Penjajahan Belanda, sumber foto: Suwandi/Tembi Promosi Kain Lurik di masa Penjajahan Belanda, sumber foto: Suwandi/Tembi Promosi Kain Lurik di masa Penjajahan Belanda, sumber foto: Suwandi/Tembi EDUKASI

Baca Juga

Artikel Terbaru

  • 15-08-15

    Ki Catur Benyek Meng

    Di dalam dunia pewayangan, tercatat ada 4 perang besar yang melibatkan negara-negara besar serta memakan banyak korban. Yang pertama adalah perang... more »
  • 15-08-15

    Magenta Orkestra Tri

    Rangkaian pembukaan Indonesia Convention Exhibition (ICE) BSD City, Tangerang Selatan, menyuguhkan berbagai hiburan, salah satunya konser Magenta... more »
  • 15-08-15

    Hari Baik dan Hari B

    Orang yang lahir pada Sabtu Pon, usia 0 s/d 12 tahun, adalah ‘PA’ Pandhita, baik. Usia 12 s/d 24 tahun, adalah ‘HA’ Hajar, tidak baik. Usia 24 s/d 36... more »
  • 15-08-15

    Penguburan Jenazah d

    Keterangan foto ini menyebutkan bahwa perarakan tersebut dilakukan secara sederhana dan tidak melibatkan begitu banyak orang. Semua orang yang... more »
  • 14-08-15

    Pemanasan Festival G

    Geneng Street Art Project (GSAP) adalah perhelatan seni rupa yang pantas disimak. Kegiatan ini dimotori mahasiswa dan alumni jurusan seni rupa... more »
  • 14-08-15

    Pameran Foto ‘Alkisa

    Menghidupkan kembali cerita rakyat Indonesia melalui seni fotografi, menjadi tujuan awal pembuatan karya foto ‘Alkisah’ oleh fotografer yang dikenal... more »
  • 13-08-15

    Mengupas Perjalanan

    Dalam membicarakan dramatari, buku ini dibagi menjadi empat bab. Pertama, dramatari bertopeng yang berkembang di Bali, Jawa Tengah, Jawa Timur,... more »
  • 13-08-15

    Rafi dan Ria Girang

    Setidaknya ada 26 siswa-siswi yang merasa senang, karena menjadi juara dan nominator lomba macapat yang diselenggarakan oleh BPNB Yogyakarta tahun... more »
  • 12-08-15

    Gerakan Swadesi Luri

    Pada majalah itu dijelaskan bahwa gerakan itu semata-mata dilakukan oleh bangsa pribumi (khususnya orang Mataram: Yogyakarta dan Surakarta) untuk... more »
  • 12-08-15

    Indische Koffie Bert

    Suasana kafe bertabur puisi, baik yang dibacakan, dilagukan maupun ditembangkan. Ada pembaca puisi yang mengenakan pakaian Jawa, membacakan puisi... more »