Indische Koffie Bertabur Puisi

12 Aug 2015

Suasana kafe bertabur puisi, baik yang dibacakan, dilagukan maupun ditembangkan. Ada pembaca puisi yang mengenakan pakaian Jawa, membacakan puisi dengan diiringi petikan siter. Suasana kafe memang tak bisa dipisahkan dari musik, tetapi sangat jarang menampilkan musik tradisi seperti petikan siter, lebih-lebih dikolaborasikan dengan musik.

Kafe dan puisi saling bertemu, dan penyair serta pecinta sastra saling memeriahkan dalam satu acara yang diberi tajuk ‘Malam Sastra Nol Kilometer.’ Acara ini diselenggarakan bersama oleh Giri Lawu Creative Media dan Indische Koffie dengan menampilkan beberapa penyair Yogya, Minggu malam 9 Agustus 2015 di Indische Koffie, jalan A.Yani No 6, Kompleks Benteng Vredeburg, Yogyakarta.

Jadi, suasana kafe bertabur puisi, baik yang dibacakan, dilagukan maupun ditembangkan. Ada pembaca puisi yang mengenakan pakaian Jawa, membacakan puisi dengan diiringi petikan siter. Suasana kafe memang tak bisa dipisahkan dari musik, tetapi sangat jarang menampilkan musik tradisi seperti petikan siter, lebih-lebih dikolaborasikan dengan musik.

Para penyair yang puisinya masuk dalam antologi puisi yang diberi judul ‘Pesta Puisi Rakyat Sleman’, bukan hanya penyair yang tinggal di wilayah Sleman, tetapi juga penyair yang tinggal di Kota Yogya, Kulonprogo dan Bantul.

Maka, pilihan tempat untuk membaca puisi di tengah kota, di Indische Koffie di Benteng Vredeburg, setidaknya mencoba meleburkan batas-batas area itu. Penyair tidak bisa dibatasi geografis. Dari segi tempat tinggal mereka memang terikat geografis, namun dari sisi interaksi sosial dan kreativitas batas-batas geografis tidak lagi relevan.

Titik nol kilometer adalah tanda bahwa batasan itu sesungguhnya kosong, dan kita kembali pada area tak berbatas, lebih-lebih dunia digital telah mematahkan batasan-batasan itu. Interaksi antarpenyair, termasuk publikasi ‘Malam Sastra Nol Kilometer’ menggunakan media digital, yang menembus batas-batas wilayah.

Para penyair membacakan puisi ditengah suasana kafe, dan hadirin mendengarkan puisi sambil menikmati minuman serta makanan yang dipesan, sehingga terasa sekali bahwa menikmati makanan bukan sekadar kegiatan konsumtif melainkan peristiwa kebudayaan yang dikentalkan dengan pembacaan puisi.

Tidak hanya pentas puisi yang disuguhkan. Ada pertunjukan musik dari Alfris dkk yang mengolah puisi menjadi lagu. Alfris mengolah puisi karya Slamet Riyadi Sabrawi menjadi lagu, dan digarap semi orkestra, sehingga pertunjukan musik puisi tidak kental ngepop seperti selama ini, meskipun yang main hanya 4 orang termasuk vokalisnya.

Dengan demikian, seperti dikatakan manajer Indische Koffie Elisabeth Kurniae, bahwa kafe bukan sekadar ruang makan, melainkan sebagai ruang budaya di mana masing-masing kelompok sosial dari usia yang berbeda saling bertemu dan berinteraksi.

“Dan Indische Koffie memberi ruang karya-karya kesenian, bukan hanya karya sastra, melainkan seni rupa dan karya seni lainnya untuk bertemu publiknya di ruangan ini,” ujar Elisabeth Kurniae.

Para penyair senior yang tinggal di Yogya, seperti Sutirman Eka Ardhana, Bambang Darto bertemu dan berinteraksi bersama dengan para penyair yang lebih muda seperti Krishna Miharja dan penyair yang lebih muda lagi seperi Budhi Wiryawan, Wahjudi, Otto Sukatno, Hamdy Salad dan sejumlah penyair lainnya, termasuk penyair dari Magelang seperti Bambang Eka Prasetya, Daladi Ahmad dan Umi Azzurasantika.

Puisi dan kafe tidak lagi bisa dipisahkan puisi dan Giri Lawu Creative Media bersama Indische Koffie akan terus menjaganya.

Ons Untoro 
Foto: Dokumentasi Giri Lawu Creative Media dan Indische Koffie

Pembaca puisi sambil diiringi siter dalam acara ‘Malam Sastra Nol Kilometer’ di Indische Koffie, Beteng Vredeburg, Yogyakarta, Foto: dok penyelenggara Kelompok musikalisasi puisi Alfris dkk sedang pentas dalam acara ‘Malam Sastra Nol Kilometer di Indische Koffie, Beteng Vredeburg, Yogyakarta, foto: dok penyelenggara SENI PERTUNJUKAN

Baca Juga

Artikel Terbaru

  • 15-08-15

    Ki Catur Benyek Meng

    Di dalam dunia pewayangan, tercatat ada 4 perang besar yang melibatkan negara-negara besar serta memakan banyak korban. Yang pertama adalah perang... more »
  • 15-08-15

    Magenta Orkestra Tri

    Rangkaian pembukaan Indonesia Convention Exhibition (ICE) BSD City, Tangerang Selatan, menyuguhkan berbagai hiburan, salah satunya konser Magenta... more »
  • 15-08-15

    Hari Baik dan Hari B

    Orang yang lahir pada Sabtu Pon, usia 0 s/d 12 tahun, adalah ‘PA’ Pandhita, baik. Usia 12 s/d 24 tahun, adalah ‘HA’ Hajar, tidak baik. Usia 24 s/d 36... more »
  • 15-08-15

    Penguburan Jenazah d

    Keterangan foto ini menyebutkan bahwa perarakan tersebut dilakukan secara sederhana dan tidak melibatkan begitu banyak orang. Semua orang yang... more »
  • 14-08-15

    Pemanasan Festival G

    Geneng Street Art Project (GSAP) adalah perhelatan seni rupa yang pantas disimak. Kegiatan ini dimotori mahasiswa dan alumni jurusan seni rupa... more »
  • 14-08-15

    Pameran Foto ‘Alkisa

    Menghidupkan kembali cerita rakyat Indonesia melalui seni fotografi, menjadi tujuan awal pembuatan karya foto ‘Alkisah’ oleh fotografer yang dikenal... more »
  • 13-08-15

    Mengupas Perjalanan

    Dalam membicarakan dramatari, buku ini dibagi menjadi empat bab. Pertama, dramatari bertopeng yang berkembang di Bali, Jawa Tengah, Jawa Timur,... more »
  • 13-08-15

    Rafi dan Ria Girang

    Setidaknya ada 26 siswa-siswi yang merasa senang, karena menjadi juara dan nominator lomba macapat yang diselenggarakan oleh BPNB Yogyakarta tahun... more »
  • 12-08-15

    Gerakan Swadesi Luri

    Pada majalah itu dijelaskan bahwa gerakan itu semata-mata dilakukan oleh bangsa pribumi (khususnya orang Mataram: Yogyakarta dan Surakarta) untuk... more »
  • 12-08-15

    Indische Koffie Bert

    Suasana kafe bertabur puisi, baik yang dibacakan, dilagukan maupun ditembangkan. Ada pembaca puisi yang mengenakan pakaian Jawa, membacakan puisi... more »