Musim Kering di Pinggiran Yogyakarta
Ketika musim kemarau tiba, kita sudah langsung tahu bahwa Gunung Kidul pasti terkena dampak yang paling parah: sulit air. Namun, di bagian lain Yogyakarta, ada juga sejumlah daerah yang mengalami nasib sama dengan Gunung Kidul, antara lain Pundong, Pajangan, Pandak, Prambanan, dan Imogiri. Mungkin, kekeringan perlu ada untuk mencapai keseimbangan kehidupan?
Pepohonan pun meranggas, enggan hidup
Musim kemarau di Indonesia yang umumnya jatuh mulai bulan April/Mei-Oktober menimbulkan kekeringan di berbagai tempat. Sebagian wilayah di Yogyakarta pun menerima dampak kekeringan yang cukup parah. Wilayah Gunung Kidul, salah satunya, yang paling mengalami kesulitan air akibat musim kering semacam itu.
Akan tetapi bukan hanya Gunung Kidul saja yang mengalami kekeringan. Bantul, khususnya sebagian wilayah perbukitan di Pundong, Pajangan, Pandak, Prambanan, dan Imogiri juga mengalami dampak sulit air. Bisa dikatakan air tiba-tiba melenyap dari wilayah-wilayah itu. Padahal wilayah itu tidak begitu jauh dari Kota Yogyakarta, yang relatif tak kesulitan air.
Warga di daerah-daerah tersebut terpaksa berjalan berkilometer-kilometer untuk mendapatkan air bersih. Jika tidak demikian, mereka terpaksa membeli air, yang mendadak menjadi benda yang sangat berharga.
Kecuali air sulit didapatkan, lingkungan alam di wilayah-wilayah itu juga akan kelihatan demikian kering. Nyaris tidak ada tanaman yang hidup di sebagian perbukitan itu. Tanaman-tanaman yang cukup mampu bertahan di lahan kering semacam jati pun akan menggugurkan daunnya sehingga akan tampak demikian kurus dan kehilangan “gairah” hidupnya.
Di latar depan lumayan hijau, di bukit kering kerontang
Jika kita menyusuri daerah-daerah itu di siang hari bolong, maka akan segera kita rasakan betapa kering, panas dan gerah. Bukit-bukit yang biasanya ditumbuhi aneka macam tanaman dan memberikan pemandangan menghijau menjadi terlihat cokelat-hitam warnanya. Tidak ada lagi nuansa kesegaran dan kesuburan.
Kekeringan mungkin memang diciptakan untuk memberikan keseimbangan kehidupan. Keseimbangan akan kelimpahan air dan kesuburan. Sama seperti adanya siang dan malam, putih dan hitam, pria dan wanita.
Kekeringan mungkin juga diciptakan untuk memutus mata rantai jasad renik yang dapat menimbulkan kerugian bagi manusia dan makhluk hidup lain. Mungkin juga untuk memutus mata rantai perkembangbiakan hama. Mungkin juga musim kering diciptakan untuk mempersiapkan hari basah dimana segala harapan ditumpukan.
Warna hijau hanya tinggal titik-titik saja, selebihnya cokelat kehitaman
Ke Yogya yuk ..!
a.sartono
Artikel Lainnya :
- MELACAK LIKA-LIKU PERDAGANGAN OPIUM DI JAWA PADA ABAD 19(18/04)
- Benteng Vredeburg, Awalnya untuk Memata-matai Kraton Kasultanan(24/11)
- 23 Januari 2010, Adat Istiadat - UPACARA ADAT SAPARAN KI AGENG WONOLELO DI PONDOK WONOLELO, WIDODOMARTANI, NGEMPLAK, SLEMAN, PROPINSI DIY(23/01)
- Saunine, Tidak Asal Bunyi(16/07)
- Daftar judul buku(18/10)
- Markesot Bertutur Dari Emha Ainun Najib(13/11)
- WONG JAWA ING SURINAME(16/12)
- Watak Bayi yang Lahir pada 9 - 15 Desember 2012(06/12)
- 66 TAHUN INDONESIA MERDEKA(15/08)
- Majalah berbahasa Belanda di perpustakaan Tembi Rumah Budaya (23/06)