- Beranda
- Acara
- Berita Budaya
- Berita Tembi
- Jaringan Museum
- Karikatur
- Makan Yuk
- Temen
- Tentang Tembi
- Video Tembi
- Kontak Kami
Bale-dokumentasi-resensi-buku»MELACAK LIKA LIKU PERDAGANGAN OPIUM DI JAWA PADA ABAD 19
18 Apr 2005 08:23:00Perpustakaan
Judul Buku : Opium to Java: Jawa dalam Cengkeraman Bandar-bandar Opium Cina, Indonesia Kolonial 1860-1910
Pengarang : James R. Rush
Penerbit : MataBangsa, Yogyakarta
Tahun Terbit : Cetakan I, September, 2000
Tebal Buku : XX + 604 halaman
MELACAK LIKA-LIKU PERDAGANGAN OPIUM DI JAWA
PADA ABAD 19
Seorang kolonial yang bernama P.H. Fromberg pernah menyatakan bahwa, “Orang Jawa membajak dan menanam, orang Cina memanen, dan orang Eropa membawanya pergi.” Ungkapan ini menyatakan secara langsung betapa terpojoknya orang Jawa (Indonesia) di masa penjajahan (bahkan mungkin sampai sekarang) dalam percaturan ekonomi dunia. Bangsa Jawa (Indonesia) selalu menjadi pecundang dalam urusan ekonomi dengan negara/bangsa lain.
Buku ini mengulas banyak lika-liku dan perjalanan perdagangan opium di Indonesia pada tahun 1860-1910 yang dampaknya begitu menyengsarakan kehidupan rakyat Jawa. Dalam buku ini juga disebutkan bahwa pada tahun-tahun itu menurut perhitungan ada 1 orang pemadat opium dalam setiap 20 orang Jawa. Demikian perhitungan Henri-Louis Charles TeMechelen, seorang Inspektur Kepala regi Opium dan Asisten Residen Juwana tahun 1882. Sekalipun demikian, orang-orang di luar suku bangsa Jawa pun banyak yang menjadi pemadat atau pecandu opium, seperti orang-orang Cina dan Eropa yang tinggal di Hindia Belanda waktu itu.
Opium merupakan komoditas yang cukup penting pada waktu itu. Tidak mengherankan jika komoditas ini kemudian dimonopoli oleh Pemerintah Belanda dan pelaksanaannya dibantu atau dijalankan oleh elit-elit Cina di Jawa melalui sebuah sistem pengutipan pajak. Sistem ini kemudian dikenal dengan nama sistem perbandaran. Sistem ini telah menjadi dominasi bagi jaringan elit-elit Cina dalam urusan perdaganagn dan perbandaran opium. Komoditi yang sangat menguntungkan ini telah pula membangkitkan penyelundupan dan pasar gelap opium. Sistem perbandaran ini baru runtuh setelah Pemerintah Belanda memunculkan biro pengelola perdagangan opium yang dinamakan Regi.
Tidak ada data yang dapat mengungkapkan kapan sebenarnya opium masuk ke Jawa (Nusantara). Ketika Belanda mendarat pertama kali di Jawa pada akhir abad ke- 17, opium sudah menjadi komoditas penting dalam perdagangan. Pada tahun 1677 Kompeni Hindia Belanda (VOC) berhasil membuat perjanjian dengan Raja Amangkurat II dari Mataram. Dalam perjanjian tersebut disebutkan bahwa Belanda (VOC) diberi hak monopoli untuk mengimpor dan mengedarkan opium di wilayah Kerajaan Mataram. Sejak itu pula jaringan peredaran opium di Jawa menjadi semakin meluas dengan keuntungan yang besar di pihak VOC.
Dampak sosial, ekonmi, dan politik dari peredaran opium itu dapat disimak dalam buku ini. Buku ini dapat pula dijadikan salah satu kaca benggala untuk menyikapi merebaknya peredaran narkoba di Indonesia saat ini.
Sartono K.
Artikel Lainnya :
- MASIH AKAN LESTARIKAH PROFESI PANDE BESI(25/05)
- 6 September 2010, Suguhan - JAMURAN WADER IJO DAN JUICE PEPAYA(06/09)
- 29 Juni 2010, Bothekan - YUYU RUMPUNG MBARONG RONGE(29/06)
-
Istilah pasar mungkin tidak lagi asing di telinga semua orang Indonesia. Namun pasar yang buka atau beraktivitas hanya pada hari ”pasaran” mungkin hanya akrab di telinga orang Jawa atau beberapa suku lain di Indonesia. " href="https://tembi.net/yogjamu/yogjamu.htm">10 Februari 2010, Yogya-mu - PASAR "PASARAN" DI DESA-DESA DI JOGJA(10/02)- Tarakardha, The First Laser Man in Asia(17/09)
- DHINGKLIK OGLAK-AGLIK(10/11)
- Agussis Melukis Bak Pembatik(03/12)
TOKO OEN TAHUN 1936(17/10) - NASIB BIOSKOP TUA (PERMATA) DI YOGYAKARTA(04/02)
- Denmas Bekel(04/06)