Benteng Vredeburg, Awalnya untuk Memata-matai Kraton Kasultanan
Pembuatan benteng ini atas inisiatif Belanda dengan dalih untuk keamanan Kraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, kraton yang belum lama didirikan oleh Hamengkubuwono I (Pangeran Mangkubumi). Namun sejatinya, oleh Belanda, benteng ini didirikan untuk memata-matai gerak-gerik Kraton Yogyakarta, yang kala itu memang tidak pro-Belanda.
Prof. Dr. Inajati Adrisijanti, guru besar Arkeologi UGM, sedang menyampaikan paparan
Benteng Vredeburg Yogyakarta yang memiliki arti sebagai benteng perdamaian, adalah salah satu benteng di Indonesia yang paling terawat keberadaannya. Benteng yang terletak di titik nol kilometer Yogyakarta ini telah berusia lebih dari 250 tahun, sejak didirikan pertama kali tahun 1760.
Pembuatan benteng ini atas inisiatif Belanda dengan dalih untuk keamanan Kraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, kraton yang belum lama didirikan oleh Hamengkubuwono I (Pangeran Mangkubumi). Namun sejatinya, oleh Belanda, benteng ini didirikan untuk memata-matai gerak-gerik Kraton Yogyakarta, yang kala itu memang tidak pro-Belanda. Jadi konsep awal berdirinya Benteng Vredeburg adalah sebagai sarana-prasarana pertahanan dan keamanan. Aspek tersebut adalah untuk kepentingan orang-orang Belanda, bukan untuk kepentingan raja-raja Jawa, khususnya Kraton Yogyakarta.
Demikian antara lain pendapat Prof. Dr. Inajati Adrisijanti, Guru Besar Arkeologi UGM, di dalam makalahnya berjudul ’Benteng Vredeburg dan Kota Yogyakarta: Tinjauan atas Relasi Awalnya’ pada seminar Museum Benteng yang bertema ”Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta, Dulu, Kini, dan Esok” yang diselenggarakan di Gedung F museum setempat pada Selasa, 20 November 2012.
Pembicara lain, Prof. Dr. Marsono, S.U. menyoroti keberadaan Benteng Vredeburg dari sisi industri budaya. Dalam makalahnya berjudul ’Museum sebagai Industri Budaya Masa Kini’, Marsono optimis, pengelolaan museum sebagai salah satu industri budaya, harus tetap menarik dan perlu kreativitas dalam penyajian/penyampaian atas kandungan koleksi yang ada di dalamnya. Penyajian atau penyampaiannya disesuaikan dengan tuntutan ruang dan waktu.
Para peserta seminar menyimak paparan pembicara
Dua pembicara lain adalah Revianto Budi Santosa (Dosen Jurusan Arsitektur UII) dengan makalah berjudul ’Benteng Vredeburg, Tantangan Pelestarian di Lingkungan Urban’ dan Mochammad Yan Pandu Akbar, siswa SMA 1 Yogyakarta dengan makalah berjudul ’Menatap Museum ke Depan: Sebuah Tantangan Berat di Masa yang Berat’. Revianto menekankan 8 strategi untuk pengembangan Museum Benteng Vredeburg, tiga di antaranya adalah peningkatan efektivitas penyajian melalui penguatan tema, peningkatan kualitas kunjungan lewat pengembangan kegiatan penunjang, dan pengembangan pelestarian berkelanjutan.
Pada sambutan pembukaan, Kepala Dinas Kebudayaan DIY, Drs. GBPH. Yudaningrat, MM. mengatakan bahwa museum saat ini telah menapak pada paradigma baru. Museum sudah tidak berorientasi pada obyek koleksi tetapi pada pengunjung. Untuk itu, museum harus bisa menjadi pecandu bagi pengunjung. Diharapkan pengunjung akan terus kecanduan, dan selalu penasaran untuk terus mengunjungi museum berulang kali.
Sementara panitia seminar, V. Agus Sulistyo, SPd memaparkan bahwa kegiatan ini sebenarnya bermaksud untuk terus menyosialisasikan koleksi museum yang memiliki informasi kesejarahan kepada masyarakat. Selain itu, tujuan kegiatan ini adalah untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap sejarah perjuangan bangsa Indonesia.
Kegiatan seminar ini diikuti sekitar 125 peserta yang sebagian besar dari unsur pelajar, baik SMA maupun mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di DIY, seperti UIN, UNY, UGM, dan Universitas PGRI Yogyakarta. Hadir juga para dosen, guru, pelaku wisata, sejarawan, dan pengelola museum DIY.
Bapak Sunarto menghibur peserta seminar dengan permainan siternya
Selain mengadakan seminar, pada waktu yang sama, Museum Benteng Vredeburg juga mengadakan kegiatan pameran museum yang yang bertitel ”Gema Perjuangan”. Pameran museum tersebut berlangsung 19 - 25 November 2012. Peserta pameran sebanyak 13, yakni Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta, Museum Perjuangan Rakyat Jambi, Museum Negeri Sumatera Barat Adityawarman, Museum Nasional Jakarta, Museum Bahari Jakarta, Museum Kebangkitan Nasional Jakarta, Museum Lukis Basuki Abdullah, Monumen Pers Nasional Solo, Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Yogyakarta, Balai Pelestarian Cagar Budaya Gorontalo, Balai Pelestarian Cagar Budaya Makassar, Balai Pelestarian Cagar Budaya Ternate, dan Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi.
Ke museum yuk ..!
Suwandi
Artikel Lainnya :
- DILEMATIKA DUNIA WARIA DALAM KARYA FOTOGRAFI-VISUAL ANTROPOLOGIS KAJA DUTKA(08/07)
- DOLANAN OBROG-2 (PERMAINAN ANAK TRADISIONAL-51)(11/01)
- 29 September 2010, Yogya-mu - INSTALASI AIR SIAP MINUM DI PASTY YOGYAKARTA(29/09)
- Semarak Kampung Ramadhan Jogokaryan(25/07)
- Perang Potlot Perang Cocot Perang Otot(13/03)
- PELUNCURAN BUKU KI HADI SUGITO GURU YANG TIDAK MENGGURUI(06/01)
- ANAK-ANAK SD ITU MENGHAFAL PANCASILA(30/05)
- DAFTAR BUKU PERPUSTAKAAN RUMAH BUDAYA Tembi(02/09)
- BERKUMPULNYA EMPAT RAJA TAHUN 1991(24/05)
- Pameran Fotografi Krisna Cis Satmoko Mencari Bentuk dan Arah(27/10)