- Beranda
- Acara
- Berita Budaya
- Berita Tembi
- Jaringan Museum
- Karikatur
- Makan Yuk
- Temen
- Tentang Tembi
- Video Tembi
- Kontak Kami
Berita-budaya»ANAK ANAK SD ITU MENGHAFAL PANCASILA
30 May 2011 08:42:00Anak-anak SD, sejak kelas 1. bahkan sejak mulai TK besar, sudah diminta menghafal Pancasila. Anak saya, ketika masih TK 6 tahun yang lalu, hampir tiap hari di rumah mengulangi hafalan Pancasila. Adiknya, mengikuti hal yang sama seperti pernah dilakukan kakaknya. Saya kira, anak-anak SD di Indonesia, diminta hafal Pancasila. Setiap hari senin, saat upacara teks Pancasila selalu dibacakan.
Namun rupanya, Pancasila hanyalah hafalan untuk anak-anak SD. Orang-orang dewasa, terutama pejabat dan elit politik, barangkali malah sudah tidak hafal urutan Pancasila. Bahkan, semenjak reformasi bergulir, Pancasila tidak disebut-sebut lagi. Seolah, Pancasila hendak dilupakan.
Tanggal 1 Juni, yang diperingati sebagai hari Kelahiran Pancasila, ada baiknya kita kembali mengingat Pancasila. Atau bahkan bukan sekedar mengingat, melainkan lebih dari itu, seperti lagu yang diciptakan Franky Sahilatua sebelum meninggal, menempatkan Pancasila sebagai ‘rumah kita bersama’.
Satu analogi yang menyenangkan dari Franky. Paling tidak, kita bisa tahu, bahwa selama ini bangsa kita tidak (lagi) memiliki rumah, karena itu selalu kembali ke rumah orang lain, dengan sebutan neo liberal, demokrasi liberal dan sebagainya. Pancasila sudah tidak lagi dikenali lagi. Lebih parah lagi, karena selama ini dijadikan sebagai ideologi tunggal oleh rezim orde baru, Pancasila dibuang, hanya untuk menunjukkan bahwa tidak lagi berkaitan dengan orde baru. Padahal orang tahu, masih banyak orang-orang orde baru yang berada dilingkaran politik.
Kita tahu, bahwa setelah reformasi bergulir dan macet ditengah jalan, atau tidak tahu lagi kemana ‘langkah reformasi’ berjalan, negeri kita berulangkali terjadi kekerasan antar warga hanya karena berbeda keyakinan, yang tentu saja bertentangan dengan sila pertama, yakni ‘KeTuhanan Yang Maha Esa’. Kalimat ini sering diplesetkan menjadi ‘Keuangan yang maha esa’, karena uang yang memegang peran penting. Seolah, semua bisa diselesaikan dengan uang. Bagi rakyat miskin terus menerus menjadi korban lantaran tidak memiliki uang. Koruptor bisa bebas, tetapi pencuri kokain yang nilanya hanya beberapa ribu rupiah harus dihukum, dengan alasan mencuri merupakan perbuatan yang melanggar hukum. Ini benar. Tapi kalau korupsi bebas, karena bukan sebagai perbuatan melanggar hukum. Begitukah?.
Mestinya, yang diminta menghafal Pancasila dan diminta mengulang-ulang terus tiap hari bukan anak-anak SD, sebab anak SD masih polos dan jujur. Karena itu, anak-anak, tidak mungkin menggunakan ‘haknya sebagai anak-anak’ untuk melakukan perbuatan melanggar hukum, tetapi para pejabat dan elit politiklah yang diminta menghfal. Karena mereka potensial menggunakan jabatan dan kekuasaan untuk kepentingan sendiri dan kelompoknya. Dengan tiap hari berulang-ulang menghafal Pancasila dan disiarkan oleh media, publik bisa tahu, bahwa para pejabat dan elit politik sungguh2 dalam menjalankan pemerintahan, dan sungguh2 memiliki komitmen untuk bangsa ini.
Celakanya, karena Pancasila sudah mulai dilupakan, sehingga apa yang selama ini terjadi di negeri ini, seolah menemukan keabsahannya lantaran tidak ada nilai-nilai yang dirujuk, hukumpun tidak menjadi pertimbangan penting. Sehingga ketika Nazaruddin, bendahara umum Partai Demokrat, yang disangka korupsi tiba-tiba pergi ke luar negeri, seolah menjadi hal yang biasa, karena yang lainnya, sebelumnya juga melakukan hal yang sama.
Kasus-kasus kekerasan yang terjadi dan sangat tidak manusiawi seolah tidak dianggap melanggar hukum karena menjalankan hukum keyakinannya. Sila kedua yang berbunyi: ‘Kemanusiaan yang adil dan beradab’ menjadi tidak relevan jika kita melihat peristiwa kekerasan yang, sama sekali tidak beradab.
Mestinya, para pejabat dan politisi, apalagi politisi busuk, malu pada anak-anak SD yang terus menerus (diminta) menghafal Pancasila. Karena dengan tulus anak-anak menghafal Pancasila, orang dewasa malah merusak nilai-nilai Pancasila. Artinya, sejak kecil anak-anak sudah dibiasakan dengan politik penipuan. Karena itu, ketika anak saya bertanya: “Papi, apakah Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, bunyi sila kelima sudah di jalankan di negara kita, po?” . Saya hanya bisa termangu sambil tersenyum kecut mendengar pertanyaan tersebut.
Barangkali, guru-guru SD yang mengajarkan murid-muridnya untuk menghafal Pancasila, merasa mengalami problem dihatinya, karena para guru melihat kenyataan yang terjadi kontradiktif dengan sila-sila yang diajarkan. Dalam hati pula, agaknya, para guru berbisik: sia-sialah mengajarkan Pancasila pada murid-muridnya.
Untuk sekedar mengingatkan para pejabat dan elit politik, juga untuk kita semua, ada baiknya, Pancasila yang diajarkan untuk anak-anak SD, kita tuliskan bunyi butir-butir Pancasila tersebut:
Pancasila
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Seperti lagu yang diciptakan oleh Franky Sahilatua sebelum meninggal, mudah2an, kita sebagai bangsa, terutama para penguasa dan elit politik, bersedia kembali ke ‘rumah bersama’, yang selama ini sudah ditinggalkan. Dan ‘rumah bersama’ itu, ialah Pancasila.
Ons Untoro
Artikel Lainnya :
- 19 Oktober 2010, Ensiklopedi - DOLANAN MACANAN(19/10)
- 17 April 2010, Kabar Anyar - WAYANG UKUR OPEN STUDIO(17/04)
- KUNJUNGAN BEBERAPA MAHASISWA KEDOKTERAN ASING DI Tembi(29/07)
- Pergola Hijau Kian Bertumbuhan di Kota Jogja(04/04)
- Dolanan Layangan-4 (Permainan Anak Tradisional-78)(27/03)
- Catatan Hari Baik untuk Berpergian(26/01)
- 10 SISWA OBERON HIGH SCHOOL AUSTRALIA BELAJAR KEBUDAYAAN DI Tembi(01/07)
Kata-Kata Panas dari Beberapa Tembok Jogja(25/04) - Denmas Bekel(09/06)
- Bebek Bakar atau Goreng Bumbu Melayu Tidak Amis, Rendah Kolesterol(19/03)