Tembi

Makanyuk»KIPO, MASKOT MAKANAN RINGAN KAWASAN KOTAGEDE

11 Jun 2008 08:49:00

Makan yuk ..!

KIPO : MASKOT MAKANAN RINGAN KAWASAN KOTAGEDE

Kotagede Yogyakarta, yang menjadi sebuah wilayah eksotik selaku bekas Kerajaan Mataram Islam itu, ternyata memang banyak menyimpan aneka warisan budaya yang patut dinikmati. Bukan hanya soal kerajinan perak, warisan bangunan lama, atau situs dan artefaknya, namun juga warisan kulinernya. Salah satu warisan kuliner yang sangat terkenal dari daerah Kotagede adalah makanan yang dinamakan kipo.

Banyak orang bertanya-tanya mengapa makanan tersebut dinamakan kipo. Bagaimana runutan sejarah dan etimologisnya. Untuk memenuhi rasa penasaran dan pertanyaan yang mengganjal itu Tembi berusaha menyusurinya.

Kotagede yang kini merupakan kawasan padat hunian itu membuat jalan kampugnya terpaksa menjadi lorong-lorong sempit untuk mobilitas warganya. Sebab dalam kondisi demikian tidak mungkin membuat jalan yang lebar dan lega. Untuk itu pekerjaan tlusupan seperti yang dilakukan Tembi itu dilakukan dengan sepeda motor (biasanya memang begitu). Irit, gesit, dan dapat mencapai lokasi yang terpencil dengan mudah.

Kami menghentikan sepeda motor kami di sebuah toko oleh-oleh yang tengah melakukan produksi kipo. Toko itu terletak di Jalan Mondorakan sisi utara jalan. Tokonya tidak bisa dikatakan besar atau luas, namun di dalamnya penuh dengan aneka makanan atau oleh-oleh khas Yogyakarta. Di toko ini Anda bisa menemukan macam-macam makanan khas Yogyakarta mulai dari geplak, yangko, rempeyek, kripik belut, bak pia, gangsiran, dan macam-macam camilan (lain kali kami akan mencari tahu asal-usul dan citarasa jenis-jenis makanan itu).

Bukan itu semua yang menjadi tujuan kami di akhir bualn Mei 2008 itu. Tujuan kami saat itu adalah mencari tahu apa, siapa, dan bagaimananya jenis makanan yang bernama kipo itu. Tidak ada data kesejarahan yang akurat atau otentik mengenai asal-ususl makanan ringan yang dinamakan kipo ini. Sekalipun demikian, dari sumber sekunder (tuturan orang-orang tua) di Kotagede atau setidaknya Ibu Dra. Istri Rahayu yang merupakan salah satu generasi ke – 3 (1991-sekarang) selaku pembuat kipo di Kotagede disebutkan bahwa pada masa lalu orang sering menanyakan tentang jenis makanan ini dengan bertanya dalam bahasa Jawa,“Iki apa ?” (Ini apa). Dari kalimat iki apa inilah kemudian berkembang menjadi akronim kipa. Jadi, mestinya nama kipo itu dituliskan kipa bukan kipo.

Dulu sebelum tahun 1988 kipo masih dipandang sebelah mata oleh banyak orang. Salah satu sebabnya adalah karena makanan ini tidak dikemas dalam kemasan yang kelihatan mewah. Pendeknya, visualisasinya kurang ngejreng. Selain itu makanan ini tidak tahan lama alias mudah basi. Akan tetapi ketika pada tahun 1988 Dinas Pariwisata bersama Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mengadakan lomba makanan yang bahan utamanya terbuat dari tepung ketan dengan mengambil tempat di Ambarukma Palace Hotel, kipo bikinan Bu Djito (Ibu Dra. Istri Rahayu) ini naik daun. Pasalnya, pada kesempatan itu kipo tersebut keluar sebagai Juara I.

Sejak itu pula kipo menjadi makanan yang banyak dicari orang karena dianggap sebagai makanan yang lain daripada yang lain, khas banget. Selain itu kipo memang tidak mudah ditemukan di sembarang tempat sekalipun sesungguhnya makanan ini diproduksi setiap hari. Maklum saja karena kipo ini tidak bisa bertahan lebih dari dua hari. Jadi ia tidak bisa dijual atau dipajang di kios-kios atau toko makanan dalam waktu yang relatif lama.

Alhasil, produsen kipo seperti Bu Djito dan kawan-kawannya di Kotagede selalu kewalahan menerima pesanan karena banyak konsumen yang datang langsung kepada mereka untuk mendapatkan kipo yang benar-benar fresh. Kipo memang nikmat disantap ketika masih fresh. Lewat dari satu hari rasanya tidak mak nyuss lagi.

Satu komitmen yang patut diacungi jempol dari warga Kotagede sendiri adalah bahwa mereka pantang menggunakan pewarna kimia. Mereka hanya menggunakan pewarna alami dari perasan daun suji untuk mewarnai kiponya. Jadi, jangan heran kalau kipo yang Anda temukan semuanya berwana hijau dan enten-enten sebagai isiannya berwarna coklat karena merupaka campuran parutan kelapa muda dan irisan gula jawa. Warna hijau kulit kipo diakibatkan oleh efek pewarna alami yang berasal dari perasan daun suji. Jadi, jika Anda suatu ketika menemukan kipo berwarna selain hijau Anda boleh bercuriga.

Satu potong kipo besarnya tidak lebih besar dari jempol tangan orang dewasa (jadi cukup kecil). Kipo dibuat dari adonan tepung ketan sebagai kulit luarnya. Di dalam kulit tersebut terdapat isi yang dinamakan enten-enten yang terbuat dari parutan kelapa muda yang dicampur dengan gula jawa. Perpaduan enten-enten dengan kulit kipo yang terbuat dari ketan yang diadoni dengan santan dan sedikit garam ini setelah dipanggang akan menghasilkan rasa yang manis-manis gurih.

Kesedapan rasa kipo ini juga diperkuat oleh proses pemanggangannya yang dilakukan di atas loyang (cobek) gerabah. Kipo-kipo mentah itu sebelum dipanggang diletakkan pada selembar daun pisang. Setiap lembar biasanya diisi dengan 5-8 butir kue kipo yang disusun berjajar memanjang. Setelah semua tersusun kipo kemudian dipanggang di atas gerabah selama kurang lebih 2-3 menit. Setelah itu kipo diangkat bersama dan daun pisangnya digantikan dengan daun pisang segar sebagai alas baru bagi kipo yang telah matang.

Aroma kipo yang berasal dari perasan daun suji, kelapa, gula, dan daun pisang itu benar-benar terasa khas harumnya. Pokoknya natural banget. Rasa manis-manis gurih dalam balutan kulit dari tepung ketan tipis yang kalau dikunyah terasa “cenit-cenit” di gigi sungguh menyuguhkan rasa yang sensasional. Jika Anda ke Kotagede kemudian tidak sempat mencicipi makanan khas yang bernama kipo ini Anda boleh menyesal berkepanjangan. Sungguh. Anda pernah ke Kotagede ? Jika belum siapkan diri Anda untuk memburu kipo di sana. Lengkapi sensasi pesona yang Anda temukan di sana dengan segala pernak-perniknya. Termasuk jagat kulinernya.

Tim Tembi: sartono, suwandi



Artikel ini merupakan Hak Cipta yang dilindungi Undang Undang - Silahkan Mencopy Content dengan menyertakan Credit atau link website https://tembi.net/


Baca Juga Artikel Lainnya :




Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta