Tembi

Makanyuk»MENIKMATI BAKSO TRADISIONAL DI JL. AM SANGAJI

28 Apr 2008 07:30:00

Makan yuk ..!

MENIKMATI BAKSO TRADISIONAL DI JL. AM SANGAJI

Tahun 1975 ketika Gino Kamto Miharjo (54) masih berusia dua puluhan tahun, ia memutuskan untuk pergi ke Jogja. Pasalnya, waktu itu di daerahnya Sukoharjo, Jawa Tengah sedang dilanda paceklik. Panen padi gagal selama dua tahun berturut-turut. Masyarakat dibelit kesulitan ekonomi. Harga pangan mahal. Di tengah kesulitan hidup yang menghimpit itu Gino bertekad bangkit untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara mandiri. Dengan tekad bulat ia mengadu untung dengan menjual bakso di kota Jogja. Modal yang pas-pasan bukan merupakan halangan bagi Gino saat itu. Tekad bulat dan semangat untuk hidup melecutnya untuk memikul bakso dan menjajakannya di seputaran Jogja bagian utara.

Kerja memikul pikulan bakso itu dilakukannya hingga akhir tahun 2006. Praktis ia menjadi pemikul bakso selama 31 tahun. Sekalipun memang terasa berat, Gino pantang menyerah. Sekalipun berat Gino merasa mendapatkan kesenangan dengan berjualan bakso itu. Setidaknya ia bisa mengantongi uang dalam setiap harinya. Kecuali itu ia juga bisa menjalin relasi dengan pelanggan yang bisa menjadi teman juga di tengah-tengah kesepiannya sebagai perantau.

Dalam rentang waktu selama itu ia telah berhasil menjaring banyak pelanggan, khususnya di Kampung Karangwaru-Ngemplak-Jetisharjo-Jetis Pasiraman-Tugu-Terban-Gondolayu-Kleringan- dan seputaran Stasiun Tugu. Tidak mengherankan ketika ia memutuskan diri untuk membuka warung bakso, pelanggannya tetap berdatangan kepadanya. Agar tetap dikenali pelanggannya Gino tetap mempertahankan pikulan baksonya dan tidak mau menggantikannya dengan gerobak. Kecuali itu Gino juga membentangkan spanduk dengan tulisan Bakso Pikul Tradisional sebagai ciri khas dagangannya di warungnya, Jl. AM. Sangaji No 54. Letak warungnya persis di sisi selatan Markas Garnisun Yogyakarta.

Dalam sehari Gino mampu menjual bakso sebanyak 200-250 mangkuk. Untuk setiap mangkuknya ia mematok harga Rp 3.500,-. Sebuah harga yang sangat murah untuk saat ini dimana hampir semua kebutuhan hidup mengalami kenaikan harga. Dengan harga seperti itu penikmat bakso bisa menyantap 5 bakso basah, 1 bakso kering, beberapa potong tetelan daging sapi, mie kuning, mie putih, potongan tahu pong, sayuran (cai sim), dan seledri dalam paduan kuah yang nikmat dan panas. Tetelan dan tahu pong inilah, menurut Gino, yang menjadikan baksonya tradisional, khas Wonosari. Ditambah pikulan, kesan tradisional terasa kian kental.

Pelanggan bakso Gino pun beragam. Mulai dari pelajar, tukang, buruh, mahasiswa, karyawan swasta, PNS, ABRI, polisi, hingga para eksekutif serta usahawan. Umumnya para pelanggan bakso Gino merasa ketagihan karena memang citarasanya yang khas. Pengalaman berjualan bakso selama 30 tahun lebih mungkin telah menggembleng Gino untuk menemukan resep yang benar-benar khas bagi baksonya dengan harga yang sangat murah pula. Jika orang menyantap bakso Pak Gino mereka akan dapat merasakan relatif kecilnya ukuran bakso bikinan Pak Gino, namun rasanya begitu khas. Kenyal. Tidak terlalu keras dan tidak terlalu lembek. Tetelan dan irisan tahu pongnya juga terasa nikmat jika disantap bersama kuahnya yang hangat-panas. Aroma kaldu daging sapi yang dibumbui bawang, merica, garam, dan beberapa bumbu lain juga menggugah selera. Lebih-lebih taburan bawang goreng dan seledrinya juga terasa menyatu aromanya dalam kuah yang panas kemebul.

Gino merasa bangga bisa survive di Jogja dengan baksonya. Tidak kurang dalam sebulan Gino mampu meraup untung di atas 2 jutaan rupiah. Dengan semua itu Gino mampu menghidupi keluarga dengan 1 istri dan 2 anaknya. Mau tahu citarasa bakso pikul tradisional, silakan datang ke Warung Pak Gino. Warung ini buka sekitar jam 10.00-20.00 WIB.

Albes Sartono




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta