- Beranda
- Acara
- Berita Budaya
- Berita Tembi
- Jaringan Museum
- Karikatur
- Makan Yuk
- Temen
- Tentang Tembi
- Video Tembi
- Kontak Kami
Jaringan-museum»MAKAM GAGAK HANDOKO DI PASAR GODEAN
15 Dec 2011 07:34:00Keletakan
Makam atau kuburan Mbah Jembrak terletak di sisi kiri pintu masuk Pasar Godean, Dusun Godean, Kalurahan Sidoagung, Kecamatan Godean, Kabupaten Sleman, Propinsi DIY. Lokasi makam ini tepat berada di pojok sisi utara dan timur dari perempatan Godean.
Kondisi Fisik
Makam Mbah Jembrak yang terletak di Pasar Godean ini hanya terdiri atas dua buah batu nisan. Satu batu nisan digunakan untuk Kyai Jembrak. Sedangkan batu nisan yang lain digunakan untuk menandai makam Nyai Jembrak yang tidak lain adalah istri dari Kyai Jembrak.
Nisan Kyai Jembrak dan Nyai Jembrak berukuran sama. Panjang nisan adalah 180 Cm, lebar 40 Cm, dan tinggi hingga kepala jirat 60 Cm. Nisan dibuat dari beton. Kedua nisan tersebut berada dalam sebuah cungkup yang menjadi satu dengan dinding pagar depan kompleks Pasar Godean. Luas cungkup makam sekitar 3 m x 3 m. Kedua nisan Mbah Jembrak ini diberi tirai putih yang disangkutkan pada kerangka kayu berbentuk persegi. Lantai makam Mbah Jembrak telah dikeramik dengan keramik berwarna putih. Ukruan keramik adalah 30 Cm x 30 Cm.
Kecuali Makam Mbah Jembrak, di kompleks Pasar Godean ini juga terdapat Sumur Kuno yang letaknya berada di tengah-belakang Pasar Godean. Menurut sumber setempat Sumur Kuno ini kemungkinan dibuat oleh Mbah Jembrak. Namun versi lain menyatakan bahwa Sumur Kuno itu kemungkinan telah ada sebelum Mbah Jembrak tinggal di Godean. Sumur Kuno ini memiliki kedalaman sekitar 67-meter dan diameter sumur sekitar 1,5 meter.
Latar Belakang
Sampai sekarang tidak ada yang tahu secara persis siapa sesungguhnya Mbah Jembrak itu. Tidak ada yang tahu pula mengapa ia dinamakan sebagai Mbah Jembrak. Istilah mbah jelas mengacu pada pengertian kakek atau nenek. Sedangkan istilah jembrak mungkin mengacu pada pengertian serba tidak beraturan. Suka Handaya yang menjadi tenaga keamanan Pasar Godean dan sering mengantarkan peziarah ke makam Mbah Jembrak mengatakan bahwa menurut informasi yang ia terima dari para pinisepuh di seputar Godean, Mbah Jembrak memang berpenampilan sederhana.
Kumis dan cambang Mbah Jembrak tumbuh dengan lebat dan dibiarkan tumbuh liar. Demikian pula dengan alis dan rambut di kepalanya, semuanya tumbuh dengan lebat dan dibiarkan begitu saja. Oleh karena penampilannya yang demikian itulah kemungkinan ia kemudian disebut sebagai Mbah Jembrak. Istilah jembrak sendiri mungkin mengacu pada makna rembyak-rembyak ’terurai tidak karuan’. Kecuali rambutnya yang rembyak-rembyak serta kumis, cambang, dan alis yang dibiarkan tumbuh liar, Mbah Jembrak juga dikenal suka mengenakan baju berwarna gelap. Sedangkan celana yang sering dikenakannya adalah celana komprang dan berwarna gelap pula.
Versi lain menyatakan bahwa Mbah Jembrak dulunya merupakan salah satu senapati dari Kerajaan Mataram. Namun Mataram manakah yang dimaksud, apakah Mataram zaman Senapati (Kotagede), Mataram Pleret, atau Mataram yang lain seperti Surakarta atau Yogyakarta. Hal ini juga tidak terlalu jelas. Ketika menjadi senapati di kerajaan tersebut Mbah Jembrak belum lagi dikenal sebagai Mbah Jembrak, namun dikenal dengan nama Gagak Handoko. Ketika menjadi senapati ini ia memilikikawan-kawan setia seprofesi dan seperjuangan, di antaranya Gagak Pramono dan Gagak Seta. Diceritakan bahwa Gagak Handoko ini turut berperan besar dalam penyerbuan Mataram ke Batavia (1628/1629). Jika cerita ini memang benar, maka kemungkinan besa Gagak Handoko hidup di Mataram pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyakrakusuma (1613-1645). Usai dari peperangan dengan Belanda di Batavia tokoh Gagak Handoko ini kembali pulang ke Mataram dan menjadi kawula biasa yang hidup di desa (Godean) ini hingga meninggalnya.
Versi lainnya lagi mengatakan bahwa Gagak Handoko dulunya merupakan salah satu pengikut setia Pangeran Diponegoro yang memerangi Belanda. Usai Perang Diponegoro tokoh Gagak Handoko pun namur ’menyamar’ menjadi kawula atau rakyat biasa agar tidak diuber-uber Belanda dan antek-anteknya. Penampilan yang sederhana dengan rambut rembyak-rembyak mungkin manjadi salah satu cara agar Belanda tidak bisa lagi mengenali dirinya sebagai salah satu pengikut Pangeran Diponegoro.
a.sartono
Artikel Lainnya :
- Tonny Trimarsanto Dengan Matang Di Pohon Si Mangga Golek(01/02)
- BROWNIES SALAK PONDOH, OLEH-OLEH KHAS JOGJA YANG MASIH KINYIS-KINYIS(05/01)
- 20 Nopember 2010, Kabar Anyar - Menghadirkan Masalalu(20/11)
- Tumpeng Gede Banget Terbuat dari Kue Keranjang, Wujud Akulturasi Budaya di Yogyakarta(01/03)
- SEKILAS TENTANG POSKO DI Tembi(01/01)
- DOLANAN SLIRING GENDHING-1 (PERMAINAN ANAK TRADISIONAL-31)(04/05)
- MI LETHEG BANTUL, MI SEHAT YANG DIOLAH SECARA TRADISIONAL(01/01)
- INDONESIA MENENTUKAN NASIB(21/06)
- Tari Topeng Losari Karya Salah Seorang Wali Songo yang Nyaris Punah(18/10)
- Raden Ayu Kencanasari dan Berdirinya Masjid Pucanganom (1)(20/12)