Tembi

Berita-budaya»WARGA, TAK MENEMUI BUNG KARNO

26 Apr 2011 06:54:00

WARGA, TAK 'MENEMUI' BUNG KARNOWarga, penjaga museum perjuangan, mengetahui Soekarno mengunjungi museumnya, tetapi malah tidak berani menemui. Warga pergi keluar dan membiarkan Soekarno memasuki museum. Mengenakan baju dan celana putih. Peci hitam dan kaca mata hitam, serta membawa tongkat komando, Bung Karno, memasuki ruang museum yang sepi, yang dulu sering dikunjungi sahabat-sahabatnya, Sjahrir dan yang lainnya.

Kisah di atas merupakan penggalan dari pertunjukkan monoplay, yang berjudul ‘Negaraku Sedang Demam’ di Taman Budaya Surakarta, 17-18 April 2011 yang lalu. Sebelumnya, lakon yang sama pernah dipentaskanWARGA, TAK 'MENEMUI' BUNG KARNOdi Bentara Budaya Jakarta 14 Januari 2011 yang lalu. Naskah ditulis Indra Tranggono. Pementasan disutradarai Isti Nugroho. Monoplay dimainkan oleh Joko Kamto (sebagai warga), Novi Budianto (sebagai Bung Karno), Eko Winardi (sebagai demonstran bayaran) dan Olivia Zalianty (sebagai Dastri).

Pada permainan monoplay, tidak ada dialog antara pemain. Masing-masing pemain tampil sendiri memainkan perannnya, dan semua pemain diikat oleh alur cerita. Jadi, meski Dastri ingin bertemu dengan Warga, tetapi keduanya tidak saling bertemu. Namun seolah keduanya saling bercakap pada alur ceritanya. Masing-masing aktorWARGA, TAK 'MENEMUI' BUNG KARNOtampil sendiri dan saling ’meneruskan’ alur cerita. Misalnya, ketika Dastri merasa perlu bertemu dengan Warga, bukan berarti Warga datang dan kemudian keduanya berdialog. Begitu Dastri exit dan Warga masuk panggung sambil berucap: ”Aku seperti mendengar suara Dastri memanggilku...” dan Warga kemudian memerankan dirinya ’seolah’ bertemu dengan Dastri.

Kisah ’Negaraku Sedang Demam’ menyampaikan banyak persoalan, yang agaknya sudah dimengerti oleh publik. Atau setidaknya, banyak orang sudah sering mendengar, bahwa persoalan yang terjadi di tubuh negara, sama sekali tidak direspon oleh negara. Sepertinya negara tidak mengenali permasalahan yangWARGA, TAK 'MENEMUI' BUNG KARNOmelingkupinya.

Warga, yang pernah menjadi aktivis dan pernah pula dipenjara oleh rezim yang ditentangnya, akhirnya memilih menjadi penjaga museum perjuangan. Warga menikmati ’pekerjaannya’ itu, dan tidak bergeming, meski tahu teman-temannya, termasuk yang lebih muda, dengan ’tiket aktivis’ masuk disekitar kekuasaan dan hidupnya jauh lebih baik dari segi materi. Warga tetap setia sebaagi penjaga museum perjuangan, yang, katanya, sering dikunjungi para pendiri republik ini, bahkan Diponegoro, Sultan Agung, menurut ’kesaksian’ Warga pernah datang ke museum yang dijaganya itu.

Tidak tahu kenapa pertunjukkan monoplay ini menampilkan politisi genit, yang hanyaWARGA, TAK 'MENEMUI' BUNG KARNOsuka tampil. Barangkali, pementasan ini hendak mengusik elit politik yang lebih suka tampil laiknya selebiriti, tetapi tidak terlalu peduli pada persoalan yang mendera bangsa. Seolah, politisi malah lebih dekat dengan segelas minuman, menjilaat atasan, sehingga, Dastri telpon dengan seniornya yang disebutnya sebagai Dinosaurus tua, dan suka mengibulinya. Dalam kata lain, politisi genit tidak pernah bisa dipegang omongannya.

Lalu, kehadiran Soekarno, seperti menegaskan, bahwa negara tidak memiliki arah untuk membangun bangsanya, yang kata Soekarno, pada jamannya bisa memberikan konsepsi pada dunia. Di jaman yang tak lagi ’dihuni’ Soekarno, negara tidak lagi mengenali sejarahnya.

WARGA, TAK 'MENEMUI' BUNG KARNOBarangkali karena setiap perubahan politik tidak pernah lepas dari demonstrasi mahasiswa, dalam pertunjukkan ini juga menghadirkan tokoh demonstran yang diperankan oleh Eko Winardi. Karena demonstran tidak tunggal, selalu ada banyak model demonstran, namun orang telah mengenali, selalu saja ada demosntran bayaran. Dan yang dihadirkan dalam monoplay ini adalah jenis demonstran bayaran.

Sang demonstran ini, memasuki ruang museum dan merusak seluruh benda-benda yang ada didalamnya, Karena, menurut demonstran, tempat ’bersejarah’ ini telah menjadi tempat klenik dan tidak lagi mencerminkan harapan bangsa. Karena itu, harus diberantas.

Sebagai demonstran bayaran, sikapnya selalu jelas: Ia akan melakukan demonstrasi ’sesuai order’ dan harus dibayar secara tunai. ’

’Negaraku Sedang Demam’, rasanya kurang mengeskplorasi mengenai sejarah bangsanya yang tidak dikenali lagi. Yang dipersoalkan hanya negara yang absen dalam segala persoalan. Padahal, kehadiran Soekarno dan sejumlah tokoh sejarah yang disebut adalah tanda, bahwa sejarah bangsa merupakan awal dari negara. Bahkan sejarah bangsa, mempunyai arah untuk membawa negara menuju ke pergaulan dunia, dan menjadi negara yang diperhitungkan.

Tampaknya, bukan hanya negara, kita memang sama-sama alpa terhadap sejarah kita sendiri.

Ons Untoro




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta