Tembi

Berita-budaya»KENANGAN DARI TUGU JOGJA

03 Nov 2011 07:27:00

KENANGAN DARI TUGU JOGJATugu Jogja, yang terletak di tengah jalan utama pusat kota Jogjakarta, belakangan ini tidak pernah sepi dari ‘kunjungan’ orang. Selalu saja ada orang, terutama anak muda dan remaja, berdiri di dekat Tugu untuk diambil gambarnya. Mungkin untuk menunjukkan, bahwa pernah ke Jogja dan foto di Tugu adalah salah satu buktinya.

Sekitar Tugu merupakan lalu lintas yang cukup padat. Artinya, area sekitar Tugu lalu lintas dari tiga arah: utara-barat-timur melewati Tugu. Tidak ada arus lalu lintas dari selatan, karena merupakan jalur satu arah.

10 tahun yang lalu, Tugu bukan sebagai tempat yang perlu untuk ‘dikunjungi’ bila datang di Yogya. Yang wajib dan tidak bisa dilupakan ialah Kraton dan Malioboro. Dan Tugu, tidak masuk agenda yang perlu untuk disapa. Entah kenapa, kini, setidaknya beberapa tahun belakangan ini, khususnya setelah rezim reformasi bertahta, Tugu Jogja telah menjadi tanda yang tidak ditinggalkan kapan berkunjung ke Jogja.KENANGAN DARI TUGU JOGJA

Bukan hanya malam hari Tugu disapa dan dipakai sebagai tempat foto, siang hari, anak-anak remaja menyempatkan diri untuk berfoto di Tugu, baik foto secara bersamaan maupun foto sendiri. Kerumunan anak-anak muda dan remaja yang berada di Tugu belum tentu satu rombongan atau berasal dari kota yang sama. Boleh jadi, masing-masing tidak saling mengenal dan kebetulan berada di tempat yang sama yakni Tugu, untuk kepentingan yang sama, ialah foto di dekat Tugu. Atau foto sambil memeluk Tugu. Atau hanya duduk-duduk di Tugu.

Karena letak Tugu tepat berada di tengah perempatan jalan, sehingga tidak memiliki ruang untuk melakukan interaksi. Uniknya, Tugu seperti dipsosisikan sebagai ruang publik yang sangat mudah untuk diakses dan siapa saja bisa mengaksesnya. Tanpa harus menggunakan ijin. Siapa saja bisa melangkahkan kaki ke Tugu, untuk mengambil foto disitu. Bahkan lokasi Tugu, tidak jarang dipakai untuk melakukan orasi atau juga ritual budaya sebagai bentuk ekspresi sekaligus merespon keadaan sosial politik yang tidak menyenangkan, atau mengganjal.

Secara historis, Tugu yang dibangun masa pemerintahan Hamengku Buwana I, memang telah mengalami perubahahan bentuk. Namun bukan soal bentuk yang berubah yang dirujuk, melaikan makna historis-magis dari Tugu, yang diimajinasikan menarik garis lurus pada lokasi yang berbeda dengan jarak yang tidak dekat. Garis itu melintang dari Kraton ke utara sampai Tugu dan ke utara sampai Gunung Merapi. Dan garis ke selatan sampai laut selatan. Jadi, tiga lokasi yang berbeda: Kraton di tengah,KENANGAN DARI TUGU JOGJA laut selatan di selatan dan gunung Merapi di utara, ‘menyatu’ seperti laiknya puncak Tugu.

Namu modernitas dan kekuasaan bisa memaknai lain, dan garis imajiner yang menarik imaji pada tiga lokasi yang berbeda, telah ‘dibelokan’ oleh bangunan lain, yang juga berupa keruncut, yakni bangunan monument Jogja Kembali. Dengan demikian garis imajiner memiliki referensinya sendiri, karena bangunan monumen Jogja Kembali berada dalam garis yang sama dengan Tugu.

Oleh anak-anak muda dan remaja, dari kota-kota lain di luar Jogja, Tugu dimaknai lain: sebagai latar belakang foto. Anak-anak muda, hampir setiap hari, apalagi pada hari libur, menuju ke Tugu bukan untuk memahami Tugu, tetapi untuk kepentingan performance dan visualnya dengan hitungan detik sudah berpindah di kamera digital.

Tugu Jogja, dalam perkembangan komunikasi kotemporer sekarang dan perkembangan fotografi, mudah sekali ditemukan sudah ‘menyebar’ ke ruang-ruang imajiner sebagaimana magna magis dari Tugu itu sendiri. Di ruang imajiner melalui perengkat digital, Tugu menjadi tanda kenangan yang dihadirkan oleh banyak orang dan disebarkan kepada banyak orang lain. Karena ruang imajiner mudah sekali diakses dan dalam hitungan detik segera menyebar, Tugu menjadi memiliki makna baru di ruang imajiner itu. Jadi, garis imajiner memang tidak kelihatan dan hanya dibayangkan belaka. Pada ruang imajiner, Tugu sungguh riil.

Anak-anak muda, telah membawa Tugu pada maknanya yang lain.

Ons Untoro




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta