Pameran Video
Yang taksa [ambigu]

Proses merekam, membingkai dan montase gambar yang bercampur dengan pengalaman visual si pembuat video akhirnya melahirkan karya-karya yang memunculkan representasi baru dari dari objek-objek yang terekam. Sudut pandang keseharian kota Jakarta terbingkai secara ambigu dalam bingkaian 9 karya dari 5 pembuat video komunitas Forum Lenteng yang dipameran sejak 31 Maret hingga 13 April di CCF (centre culturel francais) Jakarta. Medium video yang menurut fungsinya sebagai alat perekam audio dan visual secara harafiah menjadi produk industri budaya massa, dan ke- 5 pembuat video, Adel Maulana Pasha, Akbar Yumi, Bagasworo Aryaningtyas, Gelar Agriyano, dan Syaiful Anwar telah menempuh batas-batas kamera video sebagai alat perekam.

Ketika kamera video di pergunakan menurut fungsinya sebagai alat perekam audio dan visual pengalaman visual ke empat pembuat video itu telah menghasilkan sesuatu yang baru bagi hasil yang di ciptakan dengan merekam. Pada akhirnya hasil yang di ciptakan sudah tidak seperti dokumentasi keseharian, malah menghasilkan representasi baru dari objek-objek yang terekam. Seperti halnya karya Syaiful Anwar yang berjudul Intersection, menggambarkan kamera video di dalam layar LCD video yang sedang merekam keadaan jalan tengah kebun yang sedang banjir, dan di luar kamera video tersebut tampak jelas lokasi yang sama dengan gambar yang tidak sama dengan frame LCD kamera tersebut. Dalam karya ini dia mencoba memanipulasi gambar dengan cara menghancurkan fungsi harafiah kamera video sebagai alat perekam menjadi sebuah alat yang dapat menghancurkan batas-batas realitas, walaupun karyanya tersebut di kemas secara dokumentris.

Kemudian karya Bagasworo A yang berjudul Durasi, menampilkan eksplorasi terhadap kamera video yang diletakkan di bantalan rel kreta api. Hasil gambar yang terekam ketika kereta melintas dan kamera berada di bawahnya, sangat banyak sekali kita jumpai di www.youtube.com. Tetapi ada beberapa hal yang membedakan karya video ini dengan video-video yang ada di youtube, karena pengalaman visual yang di miliki oleh si pembuat video, maka ia dapat bermain dengan objek-objeknya. Ada alasan-alasan mengapa Bagasworo tidak menghilangkan bagian orang menyebrang rel sebelum kereta melintas, kemudian tangkapan visual yang memperlihatkan ada siluet manusia yang duduk diatas gerbong dan ada patahan dalam editing yang memperlihatkan kereta tersebut seperti diulang-ulang seakan tidak pernah habis. Point-point tersebut yang sengaja di hadirkan oleh pembuat agar para audience memiliki persepsi sendiri.

Sedangkan karya Adel Pasha yang berjudul Terminal, mencoba menangkap sirkulasi perpindahan waktu dari fajar hingga surya tenggelam di terminal bus Kampung Melayu. Terlihat jelas bahwa aktifitas terminal Kampung Melayu yang tidak pernah berhenti akan kehidupan masyarakat kota Jakarta. Dimana dalam karya tersebut penumpukan atribut jumlah pengguna terminal yang ada di tekankan dengan pemberian teknik kolase close-up pada individu-individu yang dianggap penting untuk di tampilkan.

Secara content ke tujuh karya tersebut menyimpan memori tentang aktifitas kota Jakarta, di mana sirkulasi perputaran kehidupannya ketika terekam oleh mata kamera dan diolah dengan pengalaman visual yang ada. Maka terjadilah suatu pemaknaan baru yang bersifat ambigu. Dalam pameran ini ada juga karya instalasi, berupa closet jongkok yang lubang pembuangannya adalah layar televisi, yang artinya menggambarkan media televisi yang sudah mulai memasuki ruang-ruang pribadi. Kelima pembuat video ini tak akan berhenti sampai disini, harapan mereka lewat pameran ini, media video lebih banyak digunakan oleh masyarakat dalam menyampaikan pesan tentang fenomena yang terjadi di sekeliling mereka.

Titin