Tugu Yogya

Tugu Yogya

Kapan datang ke Yogya, orang tidak melupakan Tugu. Bangunan ini terletak di tengah kota Yogya, dan merupakan titik dari garis imajiner antara Kraton dan gunung Merapi. Tugu dibangun sejak Sultan Hamengku Buwana I bertahta tahun 1755, jadi kita bisa tahu, usia Tugu sudah ratusan tahun.

Tentu saja, Tugu sekarang dengan Tugu sebelumnya sudah mengalami perubahan, setidaknya pada ujung dari Tugu, yang pada awalnya berbentuk bulat lambang dari Manunggaling Kawula Gusti : Bersatunya antara Raja dan rakyatnya. Sekarang, ujung dari Tugu berbentuk runcing. Perubahan dari konstruksi bangunan Tugu terjadi setelah gampa melanda Yogyakarta 10 Juni 1867, dan oleh Belanda, bangunan Tugu yang mengalami kerusakan akibat gempa sekaligus direnovasi. Bentuk Tugu tidak seperti semula, tetapi telah mengalami perubahan sekaligus mendekonstruksi makna Tugu.

Tapi, Tugu yang kini, hampir setiap hari selalu ramai, rasanya memiliki makna lain. Tugu bukan lagi kisah sejarah masa lalu, namun merupakan kisah masa depan. Beberapa tahun belakangan ini Tugu, seringkali dipakai oleh anak-anak muda, terutama wisatawan domestik yang mengunjungi Yogyakarta, untuk menandai bahwa dirinya sudah sampai Yogyakarta: foto sambil memeluk Tugu, atau duduk di teras Tugu dan sejenisnya, sebagai bukti bahwa sudah sampai Yogyakarta.

Dari foto di Tugu, orang bisa memberikan kisah, bahwa dirinya tidak hanya di Tugu, tetapi sudah sampai Malioboro, pusat kota Yogya. Karena untuk sampai pada Tugu biasanya meleati Malioboro, ini kalau di tempuh dengan jalan kaki. Atau malah sebaliknya, mulai dari Tugu bisa diteruskan menuju ke Malioboro.

Para pelajar, muda-mudi termasuk orang dewasa, setelah berada di Yogya, tidak melupakan Tugu. Di lokasi ini masing-masing saling menyempatkan diri untuk foto. Bisa foto sendirian, atau foto bersama. Atau keduanya ditempuh sekaligus: foto sendirian dan bersama. Hasil dari foto di Tugu, bisa untuk dokumentasi. Atau untuk sekarang, bisa langsung di upoload di facebook. Bahkan, dalam hitungan detik, foto di Tugu Yogya bisa segera menyebar melalui dunia maya. Dalam kata lain, orang yang di foto di Tugu Yogya masih berada disamping Tugu, atau masih duduk-duduk di lantai Tugu, tetapi fotonya sudah menyebar ke banyak wilayah. Hasil foto digital telah ‘meninggalkan’ kenyataan fotonya.

Tugu Yogya

Ya, Tugu sekarang bukan lagi sekedar sebagai penanda kota Yogyakarta. Ia telah ditandai sebagai obyek wisata sendiri. Tengah malam, atau siang hari, Tugu bisa ‘dikunujungi’ orang, dan tidak perlu harus membaca sejarahnya. Yang lebih penting, adalah mengabadikan kehadirannya di Tugu.

Tapi ternyata, Tugu bukan hanya untuk ‘dikunjungi’ wisatawan domestik. Di Tugu pula, pelajar yang lulus dari sekolah menengah atas, merayakan kegembiraannya di Tugu. Mereka bersorak bersama, seolah menyampaikan kegembiraan itu pada Tugu

Selain itu, Tugu sering digunakan sebagai lokasi demonstrasi. Para aktivis, ketika hendak menyampaikan aspirasinya, salah satunya mengambil tempat di Tugu dan disini, para demonstran melakukan orasi.

Atau juga, di Tugu, satu komunitas kebudayaan yang ada di Yogya melakukan ritual, dan melakukannya menggunakan kostum Jawa. Jadi, orang yang melihat bisa tahu, bahwa ritual di Tugu itu dilakukan oleh masyarakat Jawa, meski kenyataannya tidak seperti itu. Karena siapa saja bisa mengenakan pakaian Jawa,

Dalam perkembangannya, kita bisa tahu, bahwa Tugu tidak hanya dimengerti secara mistis, tetapi dimaknai lain oleh wisatawan domestik, sehingga mengunnjungi Tugu sekaligus menandai dirinya sudah sampai di Yogya.

Jadi, Yogya dan Tugu bisa disebut sebagai dua kisah dalam satu narasi.

Tugu Yogya

Ons Untoro




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta