Tembi

Yogyakarta-yogyamu»MELONGOK PENDEKAR PENGRAJIN MINUMAN JADUL YOGYAKARTA

01 Jan 2008 07:02:00

Yogyamu

MELONGOK PENDEKAR PENGRAJIN MINUMAN JADUL YOGYAKARTA

Yogyakarta memang memiliki beraneka ragam keunikan. Salah satunya adalah hal yang bersangkutan dengan kuliner. Jenis minuman masa lampau ternyata masih diproduksi di Yogyakarta. Sekalipun pada saat ini jenis minuman tersebut kurang populer dan kalah bersaing dengan minuman produksi modern semacam soft drink dan minuman suplemen, namun masih ada satu produsen minuman yang memproduksi minuman jadul (jaman dulu) rasa sarsaparilla di Yogyakarta. Produsen tersebut menamai perusahaannya dengan nama Manna dan beralamat di Jl. Dagen No. 60 Yogyakarta.

Minuman berasa sarsaparilla ini dulu diproduksi oleh sedikitnya tiga perusahaan minuman yang bernama Hercules, Jangkar, dan Manna sendiri. Akan tetapi dua perusahaan pertama sudah tidak terdengar lagi kabar beritanya. Hanya tinggal Manna sendirilah produsen minuman rasa sarsaparilla. Ini pun diproduksi dalam jumlah yang terbatas. Keterbatasan itu lebih karena konsumennya memang berkurang. Selain itu, jumlah botol dengan tutup berpengait kawat dan kepala tutup botol yang terbuat dari keramik tidak bisa lagi didapatkan. Botol antik dengan pengait dan sumbat keramik ini semula diproduksi di Jerman dengan penyalur di Surabaya dan Bandung. Namun botol kaca dengan tutup pengait kawat dan sumbat keramik tersebut sekarang tidak diproduksi lagi. Dengan demikian penyalur di kedua tempat itu juga tidak menyalurkan lagi.

Mbah Karno selaku karyawan di perusahaan minuman Manna sebenarnya masih mampu melakukan perbaikan atau bahkan membuat tutup berpengait itu, namun bahan untuk sumbat botol yang berupa keramik sudah tidak mungkin lagi didapatkan. Jika sumbat tersebut digantikan dengan kayu maka akan cepat aus dan kurang kuat. Jika digantikan dengan logam (besi) akan mudah karatan dan bobotnya terlalu berat.

Dulu, ketika zaman keemasan masih berlangsung persoalan botol dengan penutup berpengait tidak menjadi persoalan bagi pabrik minuman Manna. Seiring dengan perjalanan waktu ketika pabrik botol tidak memproduksi lagi botol berpengait ini mulai berkurang jumlahnya. Entah karena pecah atau karena hilang. Botol yang pecah atau hilang ini tidak bisa digantikan lagi karena produsen botolnya tidak berproduksi lagi. Lama-kelamaan botol berpengait ini kemudian dipandang sebagai botol yang unik atau antik. Banyak orang berminat dan bersedia membeli dengan harga di luar kelaziman harga botol biasa. Akibatnya jumlah botol berpengait ini semakin sedikit jumlahnya.

Untuk menyiasatinya Mbah Karno memasukkan minuman sarsaparilla dalam kemasan botol biasa dengan ukuran kecil (sebesar botol teh botol pada umumnya) dengan tutup berupa kron (tutup dari lempengan seng yang dipress). Akan tetapi kemasan ini tampaknya kurang menarik. Hal itu terbukti dengan kurang larisnya minuman sarsaparilla dengan kemasan ini dibandingkan dengan kemasan botol berpengait. Konsumen kurang marem sekalipun untuk rasanya ya sama saja. Demikian tutur Mbah Karno.

Pabrik minuman Manna yang berdiri sekitar tahun 1949 ini pernah mengalami masa keemasannya pada sekitar tahun 1960-an sebelum meletusnya geger G30S/PKI. Pada masa-masa keemasan itu pabrik minuman Manna bisa memproduksi ribuan botol minuman rasa sarsaparilla. Minuman jenis ini pada masa itu merupakan minuman bergengsi dan berharga relatif mahal. Sering dikatakan bahwa jenis minuman ini merupakan konsumsinya para bangsawan atau orang berkantong tebal. Sedangkan untuk rakyat biasa jenis minuman semacam ini hanya bisa didapatkan ketika mereka mengadakan hajatan seperti sunatan atau perkawinan. Itu pun hanya dikhususkan untuk anak yang disunat atau hanya untuk pengantin yang bersangkutan. Sedangkan para tamu cukup hanya memandangi sambil minum suguhan wedang teh.

Di masa jayanya minuman produksi Manna, khususnya yang berasa sarsaparilla, biasa diangkut ke Klaten setiap pagi dengan menggunakan sepeda ontel. Sepeda ontel yang digunakan untuk mengangkut itu pada bagian boncengannya disangkuti kantung-kantung yang terbuat dari karung goni. Demikian pula untuk bagian depan (bagian kerangka sepedanya). Pada kantung-kantung inilah botol-botol berisi minuman sarsaparilla ini ditempatkan dan diedarkan ke Klaten dan juga ke luar wilayah Klaten.

Bahkan minuman jenis ini pada masa itu tidak perlu ditawar-tawarkan ke berbagai tempat, namun diambil sendiri oleh para pengecer dan konsumen. Jadi, menghemat biaya promosi dan transportasi. Maklum, peminat minuman jenis ini pada masa itu memang luar biasa. Sementara produk minuman lain semacam softdrink yang kita kenal seperti sekarang ini belum ada. Dapat dikatakan bahwa produsen minuman Manna dan teman-temannyalah yang menjadi raja minuman di Yogyakarta pada waktu itu.

Mbah Karno selaku karyawan dan penerus dari usaha minuman Manna barangkali merupakan pendekar minuman sarsaparilla generasi terakhir. Harapannya, semoga masih akan ada penerus Mbah Karno yang meneruskan usaha dari mendiang majikannya, Kho Hoo Ing dan Tan Boo Iet. Untuk lebih menghidupkan pabrik minuman Manna ini, pabrik minuman Manna kemudian juga memproduksi minuman dengan rasa lain, yakni rasa sari sirsat dan teh botol. Dua jenis minuman terakhir ini --yang dikemas dalam botol biasa dengan penutup kron—ternyata tidak bermasalah dengan kemasan atau botolnya. Lain halnya dengan rasa sarsaparilla yang dalam imajinasi orang atau pelanggannya selalu identik dengan botol berpengait dan sumbat botol yang terbuat dari keramik.

foto dan teks : a. sartono




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta