Tembi

Berita-budaya»Tiga Perempuan Mencuci di Kali Gedhe

07 Feb 2012 08:00:00

Tiga Perempuan Mencuci di Kali GedheOrang Jawa, yang tinggalnya tidak jauh dari kali (sungai), terbiasa mencuci di kali. Bahkan, bukan hanya mencuci, seringkali sekalian mandi di kali. Seperti halnya apa yang dilakukan oleh 3 perempuan, masing-masing Sri Purwati, Cicit Kaswani dan Ami Simatupang, yang sedang mencuci di kali Gedhe sambil saling bercerita. Cicit, misalnya berkeluh-kesah karena suaminya selingkuh dengan perempuan lain.

Kisah ‘Kali Gedhe’, cerita bahasa Jawa yang ditulis oleh Cicit Kaswani dipentaskan di Sutodirjan Selasa (1/2) lalu. Sebuah pertunjukan dramatic reading, yang dimiankan oleh tiga perempuan, yang nama-namanya telah disebutkan di atas, memberikan ‘suasana hidup’ pada acara ‘Gelar Seni Jawi’, yang diselenggarakan di kampung Sutodurjan, Yogyakarta. Selain dramatic reading, ada tembang dan pembacaan geguritan yang dilakukan oleh Anton Ys Taufan Putra dan Siyamto.

Naskah ‘Kali Gedhe’, mengurai kisah pergulatan keluarga perempuan, yang sTiga Perempuan Mencuci di Kali Gedheuaminya selingkuh dengan perempuan lain, dan memberi beban kehidupan bagi perempuan. Ada perempuan yang memaafkan suaminya dan ada yang memendam dendam dan ‘menolak’ suaminya, meski tidak melakukan perceraian. Atas nama cinta, perempuan memaafkan perilaku suaminya. Atas nama cinta pula, dendam dan amarah, bagai ombak, menggulung suaminya. Dan atas nama cinta yang sama, amarah yang bergemuruh reda dan menerima kembali suaminya dan memaafkannya.

Tiga Perempuan Mencuci di Kali Gedhe“Kalih Gedhe’ merupakan kisah manusiawi dan hal-hal yang bersifat keseharian. Ketika ditampilkan mendapat respon yang menyenangkan dari hadirin. Pertunjukan yang memakan waktu 40 menit, atau malah mungkin 60 menit, tidak membuat hadirin bosan, malah sebaliknya kelihatan menikmati dan terkadang tertawa melihat tingkah tokoh yang diperankan Cicit maupun Ami dan Sri Purwati.

Cicit Kaswani, agakanya individu yang penuh ‘gairah’ dalam menggarap pertunjukkan. Hampir jarang, atau bahkan tidak pernah, disebut dalam percaturan sastra Jawa, tetapi rupanya, setidaknya seperti dikatakan Landung Simatupang, banyak menulis naskah cerita Jawa, dan salah satunya berjudul ‘Kali Gedhe’ yang dipentaskan dalam bentuk dramatic reading.Tiga Perempuan Mencuci di Kali Gedhe

Di Yogya, ada banyak pertunjukan sastra, termasuk pentas teater, tetapi sangat jarang menampilkan sastra Jawa. Seolah, sastra Jawa hanya ‘diselipkan’ dalam pertunjukkan sastra modern. Padahal, di Yogya ada banyak penulis sastra Jawa yang menghasilkan geguritan, cerkak (cerita cekak) ataupun cerita bersambung. Media cetak tidak memberikan tempat pada karya sastra Jawa, kecuali media cetak yang menggunakan bahasa Jawa seperti Djaka Lodhang dan Djayabaya. Media cetak lainnya, apalagi yang berbahasa Indonesia, tidak memberikan ruang pada karya-karya sastra Jawa.

Di Yogya, selain kethoprak, memang sangat jarang diselenggarakan pertunjukkan sastra Jawa, yang memang khusus menyajikan sastra Jawa. Memang, ada macapatan di beberapa tempat di Yogya, tetapi memang khusus untuk macapatan. Apa yang dilakukan oleh Paguyuban Sapanyana dan Teater Stemka dengan menyelenggarakan ‘Gelar Seni Jawi’, selain dramatc reading bahasa Jawa dan geguritan, juga menyajikan macapatan. Dalam kata lain, “Gelar seni Jawi’ sungguh menyajikan sastra Jawa.

Memang, ‘Gelar Seni Jawi’ baru pertama kali dilakukan, dan kiranya, apa yang sudah dilakukan oleh ‘Paguyuban Sapanyana’ dan “Teater Stemka’ telah menghapuskan rasa dahaga terhadap sastra Jawa.

Ons Untoro




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta