Tribute To Soekarno

Nama Soekarno terus diingat, bahkan oleh generasi yang tidak mengenalnya. Seolah, Soekarno tidak pernah mati, hidupnya seperti dikatakan Chairil Anwar, masih ‘1000 tahun lagi’. Soekarno lahir 6 Juni 1901 dan meninggal 21 Juni 1970 adalah Presiden Pertama Republik Indonesia. Bulan Juni rupanya menjadi momentum penting bagi Bung Karno, yakni yang bersangkutan dilahirkan, Pancasila dilahirkan dan Soekarno, yang akrab dipanggil Bung Karno, wafat di bulan Juni. Maka, di Yogyakarta, pada Juni 2012 ada acara untuk memperingati Soekarno yang disebut ‘Bulan Bung Karno’

Yang menarik, panitia ‘Bulan Bung Karno’ kebanyakan anak-anak muda, yang ketika Soekarno meninggal mereka masih kecil. Atau bahkan ada yang belum lahir. Atau setidaknya masih duduk di sekolah dasar. Salah satu acara ‘Bulan Bung Karno’ diselenggarakan di titik nol kilometer, Yogyakarta dengan tajuk ‘Tribute to Soekarno’. Titik nol adalah tanda dari hitungan kilometer di Yogyakarta, yang terletak di pusat kota di kawasan Malioboro. Persis di depan gerbang masuk alun-alun utara Kraton Yogyakarta dan tidak jauh dari Istana Negara ‘Gedung Agung’

Pada ‘Tribute to Soekarno’, ada sejumlah acara mengisi. Ada pembacaan puisi, musik, dan tidak ketinggalan pidato dari GBPH Prabukusuma, putra Sri Sultan Hamengku Buwaba IX, Puti Soekarno, putri dari Guntur Soearno putra dan Alisa Wahid, putri dari Abdulrachman Wahid.

Tentu saja, masing-masing ‘keturunan’ para tokoh tersebut memiliki persepsi yang berbeda mengenai Soekarno, namun satu hal yang tak bisa dilepaskan dari persepsi ketiganya adalah Soekarno merupakan tokoh besar, bukan hanya untuk Indonesia, tetapi dunia. Yang tak bisa dilepaskan pula, untuk konteks Yogyakarta, seperti juga dikatakan oleh Prabukusuma adalah status Keistimewaan Yogya, yang oleh Soekarno dan Sri Sultan HB IX dasar-dasar Keistimewaan itu diletakkan.

Tribute To Soekarno

“Bagi yang tidak mengenali sejarah, dasar-sadar itulah yang akan dihapuskan” kata Prabukusuma.

Dari Soekarno, generasi muda masih bisa mengerti pikiran-pikirannya, setidaknya melalui bukunya, misalnya “Indonesia Menggugat’ atau biografi Soekarno dan sejumlah buku lainnya. Atau bisa juga mengenali Soekarno melalui petikan-petikan kata-kata Soekarno, yang sering disebut-sebut misalnya apa yang berulang (-ulang) dikatakan Soekarno ‘Jasmerah: jangan sekali-kali meninggalkan sejarah’

Atau juga petikan pidato Soekarno dibanyak tempat dalam beberapa momentum. Pada pidato Hari Pahlawan 10 November 1961, Soekarno mengatakan “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati pahlawannya”. Atau juga kalimat lain, yang dikenal secara luas, bahkan oleh generasi muda sekarang, misalnya kalimat Bung Karno “Berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, berikan aku 1 pemuda, niscaya akan kuguncang dunia”.

Kalimat yang menyangkut anak muda dan pada masa itu menimbulkan semangat cinta negeri, masih dikenal sampai hari ini “Berikan aku 1000 anak muda maka aku akan memindahkan gunung, tapi berikan aku 10 pemuda yang cinta akan tanah air maka aku akan mengguncang dunia”.

‘Tribute to Soekarno’ di titik nol kilometer mengambil tempat di trotoar. Persis disamping Istana Negara ‘Gedung Agung’. Anak-anak muda, laki perempuan, ada yang duduk di kursi seperti Prabukusuma, Puti Soekarno dan Alisa Wahid, namun tak sedikit yang duduk lesehan, atau juga yang berdiri di tepi jalan. Hiruk pikuk kendaraan mewarnai acara untuk ‘mengenang Bung Karno’.

Tribute To Soekarno

Kalau kita pernah membaca buku Soekarno yang berjudul ‘Sarinah’, coba lihat halaman 17/18 akan menemukan kalimat yang memikat dari Soekarno:

“Laki-laki dan perempuan adalah sebagai dua sayapnya seekor burung. Jika dua sayap sama kuatnya, maka terbanglah burung itu sampai ke puncak yang setinggi-tingginya; jika patah satu dari pada sayap itu, maka tak dapatlah terbang burung itu sama sekali”.

Ons Untoro




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta