Tembi

Berita-budaya»SEMANGAT KARTINI DAN KEPEMIMPINAN PEREMUAN

06 May 2011 07:06:00

SEMANGAT KARTINI DAN KEPEMIMPINAN PEREMUANDialog budaya dan gelar seni yang diselenggarakan Komunitas Yogya Semesta kembali diselenggarakan pada hari Selasa, 26 April 2011 mulai jam 18.30-22.00 WIB. Kegiatan kali ini merupakan acara dialog seri ke-42. Seperti biasa, acara tersebut diselenggarakan di Pendapa Kepatihan Danurejan, Yogyakarta. Ada pun topik yang diangkat dalam acara tersebut adalah Semangat Kartini dan Kepemimpinan Perempuan. Acara dialog dan gelar seni menghadirkan pembicara antara lain Hj. Yuni Satia Rahayu, SS., M.Hum. (Wakil Bupati Sleman periode 2010-2015), Dr. Nahiyah Jaidi M. Faraz, M.Pd. (Koordinator Kaukus Peempuan Politik DIY dan Ketua Pusat Studi Wanita UNY), serta Prof. Suwarsih Madya, Ph.D. (mantan Kepala Dinas Dikpora DIY). Acara dipandu oleh Dra. Lusy Laksita (MC profesional-presenter TV-broadcaster & trainer) didampingi Fransisca Diwati, SH., MM. (Ketua AMA Cabang Yogyakarta) dan dimeriahkan oleh paduan suara dari alumni senior GMNI ”Gelora Bahana Patria” yang dipimpin oleh Priyo Dwiarso. Rencananya acara akan dihadiri Hj. Suryawidati (Bupati Bantul) dan Hj. Badingah, S. Sos. (Bupati Gunung Kidul), akan tetapi keduanya berhalangan hadir karena sedang bertugas di Jakarta. Acara juga dipandu oleh pengasuh Komunitas Yogya Semesta, Hari Dendi.

Dalam pengantar yang dituliskannya Hari Dendi menyatak bahwa pengakuan atas hak-hak perempuan sejSEMANGAT KARTINI DAN KEPEMIMPINAN PEREMUANajar dengan laki-laki tampak mengalami peningkatan signifikan di berbagai belahan dunia. Ia juga menyatakan bahwa perempuan dan laki-laki sama-sama dapat mengembangkan diri, melatih otak kanan dan kiri untuk menjadi pemimpin yang tegas, rasional, teliti, dan peka.

Kepemimpinan perempuan merupakan realitas nyata, namun sering dianggap asing dalam budaya kita. Walaupun keterlibatan perempuan di sektor publik cukup banyak, peran ini belum mendapatkan legitimasi yang kuat. Sebagai contoh, Megawati sebelum menjadi Presiden mendapatkan tentangan cukup keras dari Konferensi Umat Islam Indonesia tahun 1999, yang memutuskan perempuan haram menjadi Presiden. Dalam setiap masa tampaknya perempuan terus-menerus menghadapi persoalan jika dirinya ingin menjadi pemimpin.

Ibu Yuni selaku wakil bupati Sleman mempunyai gagasan untuk menjadikan Sleman sebagai kabupaten layak anak. Untuk itu perlu usaha pemberdayaan dan perlindungan sebesar-besarnya bagi perempuan dan anak. Pendidikan menjadi salah satu kata kunci untuk mewujudkan hal itu. Pendidikan akan mengarahkan perempuan untuk lebih mandiri. Dengan demikian harkat dan martabatnya akan lebih diakui sekalipun di sana-sini masih terdapat banyak resistensi. Hendaknya Pemda dapat melayani kepentingan anak (dan peSEMANGAT KARTINI DAN KEPEMIMPINAN PEREMUANrempuan).

Hal yang sama juga ditekankan oleh Ibu Nahiyah. Ibu Nahiyah menyatakan bahwa pendidikan yang memadai akan membuat perempuan tidak mudah dieksploitasi. Pendidikan adalah perisai bagi wanita. Hal demikian harus terus digalakkan. Sekalipun telah ada Undang-undang KDRT, namun undang-undang ini belum bisa mengcover seluruh kekerasan atau eksploitasi yang terjadi atas diri perempuan.

Menjadi pemimpin idealnya memang memiliki pengetahuan atau pendidikan memadai. Semakin tinggi pendidikannya semakin bagus. Akan tetapi hal yang paling penting adalah memiliki keterampilan-keterampilan yang diperlukan dalam memimpin termasuk keterampilan politik. Umumnya perempuan yang menjadi pemimpin tidak bertindak gegabah, hati-hati. Namun hal ini sering menyebabkan gaya kepemimpinan yang lamban atau ragu-ragu.

Sementara menurut Ibu Suwarsih bahwa pemimpin itu seharusnya tidak merasa paling tahu. Hendaknya memimpin dengan hati. Pemimpin harus membelajarkan, mendorong orang untuk belajar sepanjang hayat. Pemimpin tidak boleh membeda-bedakan, namun terus bekerja sama secarSEMANGAT KARTINI DAN KEPEMIMPINAN PEREMUANa terbuka. Di samping tentu saja, harus menguasai masalah.

Ibu Yuni juga menyatakan bahwa untuk menguasai persoalan di daerah yang dipimpinnya ia juga sering memanggil para Kadin untuk dimintai pendapat dan informasinya. Selain itu ia juga mencoba menghilangkan jarak atasan-bawahan. Ia juga merasa bersyukur bisa menjadi pemimpin perempuan di Sleman karena selama ini di Sleman belum pernah ada bupati atau wakil bupati perempuan.

Ia juga menekankan tentang pentingnya anak-anak belajar sejarah untuk mengenal latar belakang kesejarahan mereka sendiri. Mengenali nilai-nilainya. Sesuai dengan gagasannya untuk membentuk Sleman sebagai kabupaten layak anak, ia menekankan pentingnya anak-anak di Sleman kecukupan asupan gizinya, tidak ada lagi ibu meninggal karena melahirkan, PAUD dan posyandu akan makin digiatkan dan diberdayakan, akan diberlakukan jam belajar sekolah secara lebih tertib di Sleman, dan lain-lain.

Upaya pemberdayaan perempuan di semua sektor atau profesi bukan tanpa kendala. Budaya patriarki yang mengakar menyebabkan perempuan menghadapi banyak kendala dalam memberdayakan dirinya untuk lebih mandiri secara ekonomi, sosial, maupun politik. Perjuangan Kartini pada sisi ini terus menghadapi tantangannya dan harus terus dijawab, diselesaikan.

a.sartono




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta