Wisanggeni
Kisah kelahiran Wisanggeni tidak seperti kisah-kisah kelahiran pada umumnya. Jika pada umumnya kelahiran membawa sukacita, tidaklah demikian dengan kelahiran Wisanggeni. Bayi merah yang menangis lucu, tidak ditimang dipangkuan ibu untuk kemudian di beri asi, tetapi dimasukan di Kawah Candradimuka yang panas membara. Batara Brama kakek sang bayi menyesal telah mengijinkan putrinya Dewi Dresanala yang sedang mengandung diceraikan dengan Arjuna untuk diboyong Dewasrani di Nusarukmi. Oleh karenanya, ketika tiba waktunya Dewi Dresanala melahirkan, bayi itu sengaja dimusnahkan oleh Dewasrani. Anehnya bayi tersebut tidak hancur menjadi abu, malahan tumbuh menjadi besar dan sakti. Ia kemudian diberi nama Wisanggeni, yang artinya inti dari api itu sendiri
Wisanggeni yang adalah anak Arjuna merupakan seorang ksatria yang ‘ndugal kewarisan’, nakal tetapi ‘sembada’. Badannya kecil dan parasnya tampan. Ia tidak bisa bahasa krama, walaupun dengan dewa sekalipun, tetapi jujur dan selalu berpegang pada kebenaran. Sang Hyang Pada Wenang penguasa alam semesta, sangat menyayangi Wisanggeni, oleh karenanya ia diberi kesaktian yang tak terkalahkan. Ia ikut Batara Brama kakeknya tinggal di kahyangan Duksinageni. Wisanggeni mempunyai seorang istri bernama Mustikawati putri Prabu Mustikadarma raja Sonyapura.
Watak, ‘solahbawa’ atau tindak-tanduk dan kesaktian Wisanggeni sama persis dengan kakak sepupunya, yaitu Antasena anak Bima. Keduanya sangat akrab dan kompak, tidak mau berpisah, kemana-mana selalu berdua.
Kesaktian Wisanggeni yang tak terkalahkan ini menimbulkan kegelisahan para dewa. Dasar kegelisahan tersebut adalah, jika nanti tiba waktunya perang Baratayuda, Wisanggeni menjadi senapati di pihak Pandawa, maka semua senopati Kurawa tak ada yang dapat menandingi Wisanggeni. Itu artinya bahwa rencana yang telah ditulis dalam Kitab Jitabsara mengenai ketentuan-ketentuan senopati yang nantinya saling berhadapan dari kedua belah pihak dalam perang Baratayuda, tidak berlaku. Dengan alasan itu maka Para dewa memutuskan bahwa Wisanggeni tidak diperbolehkan ikut dalam perang Baratyuda
Dikarenakan Wisanggeni adalah titah kesayangan Sang Hyang Pada Wenang, maka Batara Guru sebagai rajanya para dewa mengutus Batara Brama untuk memasrahkan Wisanggeni cucunya kepada Sang Hyang Pada Wenang. Dihadapan Sag Hyang Pada Wenang Wisanggeni bersama Antasena Sepupunya menanyakan apakah perang Baratayuda akan dimenangkan Pandawa? Sang Hyang Pada Wenang menjawab, Pandawa akan menang jika Wisanggeni dan Antasena merelakan diri untuk tidak ikut berperang. Jika tidak ikut berperang lantas apa yang kami kerjakan? Tinggalah di sini, kalian akan melihat kemenangan Pandawa. Wisanggeni dan Antasana mentaati perintah Sang Hyang Pada Wenang. Untuk dapat tinggal selamanya bersama Sang Hyang Pada Wenang dan bersama-sama menyaksikan Pandawa yang jaya di perang Baratayuda, Wisanggeni dan Antasena ‘meracut raga’nya. Mereka memandang titik diantara dua mata. Semakin lama tubuh Wisanggeni dan Antasena mengecil dan semakin mengecil hingga akhirnya hilang kembali ke asal muasal, alam keabadian.
herjaka HS
Artikel Lainnya :
- 22 Januari 2010, Kabar Anyar - FESTIVAL PERAGAAN BUSANA BATIK, UPAYA MENGENALKAN KEMBALI KE GENERASI MUDA(23/01)
- 16 Juni 2010, Yogja-mu - BANGUNAN SEBAGAI PENANDA BATAS WILAYAH DI YOGYAKARTA(16/06)
- Lukisan Jiwa dari Eva Bubla(04/06)
- SEGELAS SECANG MENGHANGATKAN(14/07)
- BAKMI BAKAR DAN BEEF N ONION(19/04)
- Wedi Rai Wani Silit(23/10)
- 6 Nopember 2010, Kabar Anyar - MEMBANGUN KARAKTER BANGSA(06/11)
SALURAN PENGATUSAN BUKANLAH JUGANGAN(16/11) - Visualisasi Kontemporer Mulur Mungkret di Cemeti(05/03)
- UPACARA MELAPAS ALIT RUMAH TINGGAL(09/05)