Tembi

Yogyakarta-yogyamu»BALING BALING atau KITIRAN BIENNALE X DI JOGJA

16 Dec 2009 08:41:00

Yogyamu

BALING-BALING/KITIRAN BIENNALE X DI JOGJA

Banyak warga Jogja tertegun-tegun ketika melintas di beberapa ruas jalan di Jogja, khususnya mulai tanggal 9 Desember 2009. Pasalnya di beberapa ruas jalan strategis di Jogja banyak bermunculan pemandangan baru. Patung-patung dipajang di ruas-ruas jalan itu.

”Ada apa sih kok tiba-tiba ada macam-macam patung, ada kitiran besi, ada traffic light dibungkus seperti kaleng coca cola dalam ukuran besar, ada pemandangan yang baru di kota Jogja?” Demikian beberapa pertanyaan baik yang terlontar maupun yang dibatin para pelintas jalan di kota Jogja. Banyak yang tidak tahu bahwa hal itu terjadi berkenaan dengan pelaksanaan Biennale X yang berlangsung di Jogja mulai 11 Desember-10 Januari 2010.

Biennale Jogja X ini konon berangkat dari kenyataan yang terjadi di Jogja tentang ingatan masyarakat yang begitu pendek (mudah lupa) akan perjalanan sejarahnya sendiri. Ada pun salah satu penyebabnya adalah pada pengelolaan data yang begitu lemah baik secara individu maupun lembaga. Atas salah satu alasan inilah Biennale Jogja X mencoba mengajak para perupa untuk menafsirkan atau membaca kembali semangat zaman dalam setiap era sejarah seni rupa. Biennale Jogja X ini bertujuan lebih pada menggugah kesadaran para perupa tentang pentingnya masa lalu yang terus memiliki kekinian.

Dari sekian karya yang dipajang atau dipamerkan di ruang publik, kitiran atau baling-baling yang dipajang di Taman Adipura (dekat Jembatan Kewek) cukup menarik perhatian karena tempat tersebut merupakan persimpangan jalan yang cukup padat untuk masuk dan keluar kawasan Malioboro-Jalan Mataram-Kotabaru-Stasiun Tugu.

Bunyi gemerincing atau dari hasil putaran baling-baling yang pada bagian pangkalnya dirangkai dengan pipa stainless steel dan pemukul otomotis yang berputar seiring putaran baling-baling mampu memecahkan bising deru mesin mobil maupun motor yang ada di sekitarnya. Jajaran baling-baling sebanyak 6 (enam) buah dan terbuat dari bahan aluminium dan stainless steel ini segera menyita perhatian pendengaran publik karena hal itu memang tidak pernah terjadi sebelumnya.

Klinting-klinting-klinting .... demikian bunyi dari kitiran atau baling-baling di atas tiang aluminium itu sungguh memberikan nuansa bunyi serta pemandangan yang berbeda. Kitiran yang juga dihiasi dengan wayang Bali dengan tokoh keluarga Pandawa dan Drupadi serta punakawan itu seolah menghentak perhatian publik Jogja: ada sesuatu yang beda di kota Jogja kali ini !

Kebetulan pada Jumat, 10 Desember 2009 Tembi sempat berbincang dengan para perupa yang tergabung dalam Kelompok Pilar yang membuat karya kitiran ini. Kami berbincang sebentar di bawah Jembatan Perlintasan Kereta Api. Mereka mengaku membuat karya Instalasi Kinetic Art alias kitiran ini dengan suatu gagasan atau konsep mengangkat dolanan anak atau tradisi lokal (Bali) dengan bahan kekinian dan dipadukan dengan zaman kekinian pula (global). Mereka itu adalah I Putu Aan Juniartha, Agus Putu Suyadnya, Widhi Kertiya Semadi, Ida Bagus Komang Sindhu P, I Nyoman A. Wijaya, dan Ida Wayang Wisnu.

Di Bali sendiri kitiran dengan bunyi gemerincing semacam itu secara tradisional digunakan untuk mengusir burung pemakan padi di sawah. Hal yang biasa, yang sederhana, yang pernah adal dalam tradisi dan keseharian ini mereka angkat menjadi karya yang memikat pendengaran dan mata. Pemilihan bahan berupa logam aluminium dan stainless steel serta penempatannya di tempat strategis semacam itu mungkin juga merupakan penerapan yang pas sekalipun bagi awam mungkin agak mengejutkan. Mengejutkan karena tidak biasa. Mengejutkan karena bahannya dari logam. Mengejutkan karena denting bunyinya demikian nyaring dan mampu menyusup bahkan menekan derum mesin motor, kereta api, dan sepeda motor di sekitarnya. Mengejutkan karena wayang yang hinggap di kitiran itu adalah wayang Bali.

Kreativitas buah dari gagasan, kepekaan estetis, pengetahuan, dan keterampilan memang sering mengejutkan. Mengejutkan yang menggembirakan. Demikianlah Jogja. Bukankah kota ini sering disebut juga Kota Kreatif ?

a sartono




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta