Perpisahan Itu

Setelah tiga malam berturut-turut Mas Cebolang dan Nyai Demang Puspamadu berselancar di gelombang asmara, maka tiba saatnya keduanya berpisah. Tentu saja perpisahan tersebut, merupakan saat yang sangat menyedihkan bagi Demang cantik dari Paricara itu.

Macapatan putaran ke-124, 19 November 2013, foto: Herjaka
Salah satu pecinta macapatan, Eka Suksmawati, sedang menembang

Demang Puspamadu adalah sosok janda muda, berkulit halus kuning, cantik dan seksi, sangat setia serta berbakti kepada ‘guru laki.’ Walaupun suaminya telah mati, kesetiaan dan rasa baktinya kepada sang suami tidak pernah surut. Salah satu buktinya bahwa Nyai Demang Puspamadu selalu ‘memule’ atau menghormati dan memuliakan arwah suaminya adalah dengan menggelar doa bersama pada hari peringatan kematiannya.

Sampai suatu saat Nyai Demang bersumpah tidak akan bersuami lagi jika pria tersebut tidak mempunyai ilmu yang mumpuni dan dapat dijadikan guru dan juga pengayom bagi dirinya.

Rupanya pria yang menjadi idaman Nyai Demang Puspamadu ada pada diri Mas Cebolang. Oleh karenanya ia rela memberikan semuanya kepada pria idaman tersebut.

Macapatan putaran ke-124, 19 November 2013, foto: Herjaka
Karawitan Timbul Budoyo, Sewon Bantul, memeriahkan malam Rabu Pon lalu

Setelah tiga malam berturut-turut Mas Cebolang dan Nyai Demang Puspamadu berselancar di gelombang asmara, maka tiba saatnya keduanya berpisah. Tentu saja perpisahan tersebut, merupakan saat yang sangat menyedihkan bagi Demang cantik dari Paricara itu. Seperti digambarkan pada tembang berikut ini :

Serat Centhini Pupuh (Bab) 282
64. Lilanana kadibalmu, mêngko wanci pajar gidib, ulun sarewang umangkat, sêmbari nahên prihatin, mêlang-mêlang sêmang-sêmang, nilar kêkasihing Widdhi

Ijinkanlah hambamu nanti, saat menjelang fajar, saya dan rombongan berangkat sembari menahan prihatin, was-was dan khawatir, meninggalkan kekasih hati

65. Nanging yèn wus praptèng dunung, bokmanawa nora lami, balik marang Paricara, wit wus sangu putêr-giling, dhuh babo dipun-pracaya, insa Allah ujar mami

Tetapi jika sudah sampai di rumah, kemungkinan tidak lama, aku akan kembali ke Paricara, karena sudah berbekal doa darimu agar cepat pulang kembali, percayalah atas kehendak Tuhan kataku.

66. Nyi Dêmang sadangunipun, tumungkul waspa drês mijil, sumungkêm pada lingira , pêgat-pêgat marêk ati, dhuh lae pangajapingwan g, kang abdi sumanggèng kapti

Nyi Demang selama menunduk, air matanya keluar dengan deras, ia mencium kaki (Mas Cebolang) dan berkata, terputus-putus menyentuh hati, duhai harapanku, hamba akan selalu menuruti kehendakmu.

67. Rumaos pês ing tumuwuh, tangèh sagêd misesani, muhung manggung winisesa, baya wus takdiring Widdhi, botên namung anarimah, ing papasthèn tan gumingsir

Merasa kehilangan semangat, tidak mungkin dapat memerintah serta menguasai diri, karena menjadi orang yang teraniaya, tetapi bagaimana lagi semua ini telah menjadi takdir dari Tuhan, walaupun tidak mau menerima, apa yang telah digariskan tidaklah pernah berubah.

68. Saking sru sih trêsna anrus, tumancêping manah suci, anjalari nir sumêlang, yèn ngantosa jasatmami, manggih papa kasangsara, wirang samining dumadi

Macapatan putaran ke-124, 19 November 2013, foto: Herjaka
Para pecinta macapatan

Saking kelewat cinta, yang telah menancap di hati suci, mengakibatkan khawatir, jika sampai dirinya, menemui celaka dan sengsara, mendapat malu kepada sesama ciptaan.

Lima ‘pada’ atau bait tersebut merupakan bagian dari bait-bait tembang Kinanthi yang ditembangkan di acara Macapatan Malem Rabu Pon putaran ke-124, di TembiRumah Budaya, pada 19 November 2013.

Acara yang dihadiri para pecinta macapat dari daerah Bantul dan sekitarnya tersebut dipandu oleh Angger Sukisno dan dimeriahkan oleh kelompok karawitan Timbul Budoyo pimpinan Sudiyanto.

Sebagian besar dari mereka yang mendapat giliran nembang mencoba dengan iringan gamelan, sehingga menambah semarak acara malam itu.

Ketika mereka, baik yang nembang maupun yang nggamel sedang asyik-asyiknya, Angger Sukisno menutup acara, pada pukul 22.25. Walaupun agak sedikit terkejut, karena belum pukul 23.00 kok sudah ditutup, kerinduan mereka akan tembang macapat sudah cukup terobati. Para pecinta macapat pun kemudian saling berpisah, dengan harapan akan berjumpa kembali pada malam Rabu Pon 28 Januari 2014.

Seberapa besar kerinduan pecinta macapat untuk bersatu kembali dengan macapatannya, tidak ada sepersennya jika dibanding dengan kerinduan Nyai Demang Puspamadu kepada Mas Cebolang si pengembara itu, yang telah merampas semua yang ada pada dirinya, termasuk harga dirinya.

Macapatan putaran ke-124, 19 November 2013, foto: Herjaka
Pesinden Timbul Budoyo

Cerita mereka akan terus berlanjut. Tidak hanya pada Kitab Centhini, melainkan pada kehidupan sehari-hari.

Naskah & foto :Herjaka HS



Artikel ini merupakan Hak Cipta yang dilindungi Undang Undang - Silahkan Mencopy Content dengan menyertakan Credit atau link website https://tembi.net - Rumah Sejarah dan Budaya


Baca Juga Artikel Lainnya :




Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta