Tembi

Berita-budaya»PEMENTASAN WAYANG KULIT III KELOMPOK DALANG SUKRO KASIH HADIRKAN KETELADANAN YANG JADI TUMBAL

15 Jul 2011 07:41:00

PEMENTASAN WAYANG KULIT III KELOMPOK DALANG SUKRO KASIH: HADIRKAN KETELADANAN YANG JADI TUMBALPergelaran Wayang oleh kelompok dalang muda Jogja yang dinamakan kelompok Sukro Kasih kembali dilakukan di Pendapa Tembi Rumah Budaya. Pergerlaran Wayang Sukro Kasih yang ketiga ini dilaksanakan Jumat malam, 8 Juli 2011. Ada pun lakon dalam pergelaran itu adalah Sang Gandamana. Pergelaran dilaksanakan dalam setting pentas dua kelir dan dua dalang. Seperti pergelaran atau pentas Sukro Kasih I, sistem pementasan antara dua dalang itu dilakukan ganti-berganti.

Kelir yang digunakan untuk pentas sebenarnya merupakan satu bidang kelir panjang yang disekat menjadi tiga bagian. Sisi kiri untuk satu dalang. Tengah untuk setting beberapa Kayon/Gunungan sekaligus sebagai latar belakang dari penampilan empat orang pesinden/waranggana. Sementara kelir di sisi kanan digunakan untuk dalang yang lainnya. Pementasan wayang tersebut dilakukan oleh dua orang dalang muda, Ki Guntoro dan Ki Dandun Hadi Winoto.

Pengadeganan pertama tidak dilakukan seperti lazimnya pementasan wayang yang selama ini ada. Tidak dengan jejeran yang penuh suluk, janturan, dan antawecana. Adegan pertama justru diawali dengan peperangan atau perkelahian antara Gandamana dan beberapa raja yang menghendaki untuk menyunting Dewi Drupadi. Siapa pun diperkenankan menyunting Dewi Drupada putri raja PanPEMENTASAN WAYANG KULIT III KELOMPOK DALANG SUKRO KASIH: HADIRKAN KETELADANAN YANG JADI TUMBALcala, Prabu Drupada asalkan bisa mengalahkan Gandamana.

Masuknya keluarga Pandawa yang dalam hal ini diwakili oleh Puntadewa dan Bratasena dalam arena sayembara itu menjadikan Gandamana dan Pandawa saling berbantah tentang sikap dan riwayat hidup Gandamana ketika menjadi patih di Astina (masa pemerintahan Prabu Pandudewanata). Pandawa menuduh Gandamana tidak bertanggung jawab terhadap perang besar yang terjadi antara Astina melawan Pringgodani. Gandamana dianggap pengecut, tidak berbudi, takut tanggung jawab, dan sebagainya. Gandamana menjelaskan bahwa bukan hal itu yang menyebabkannya ia meninggalkan Astina. Pandawa tidak percaya.

Akhirnya, Pandawa (Bratasena) mewakili saudara-saudaranya memasuki sayembara dan bertarung dengan Gandamana. Semula Gandamana tidak membalas apa pun yang dilakukan Bratasena pada dirinya karena begitu sayang dan hormatnya ia akan Pandudewanata beserta keluarganya. Namun Bratasena panas hatinya karena merasa disepelekan. Ia terus mengejek Gandamana agar Gandamana marah. Gandamana pun akhirnya marah dan Bratasena ditelikung dengan Ajian Blabak Pengantholan atau Blabak Pengantholan yang diceritakan sangat kuat (versi lainPEMENTASAN WAYANG KULIT III KELOMPOK DALANG SUKRO KASIH: HADIRKAN KETELADANAN YANG JADI TUMBALmengatakan ia ditelikung dengan ajian Bandung Bandawasa).

Bratasena merintih dan beberapa kali menyebut nama ayahnya (Pandudewanata). Mendengar ini Gandamana sedikit luluh hatinya. Tanpa terasa ia mengendorkan telikungannya pada Bratasena. Bratasena memberontak dan berhasil menikamkan Kuku Pancanakanya ke dada Gandamana. Gandamana sekarat. Dalam sekarat itu ia menceritakan semua kisah hidupnya terutama dalam kaitannya dengan perang Astina-Pringgodani yang tidak lain adalah karena pokal pokil jahil methakil dan fitnahan dari Harya Suman atau Patih Sakuni. Patih Sakuni adalah tokoh jahat yang gemar memfitnah,. Ambisius, dan gila kedudukan. Akibat fitnahan itu Astina dan Pringgodani yang semula bersahabat menjadi terlibat peperangan. Akibat fitnahan itu Gandamana yang jujur, teguh dan punya prinsip kuat dalam menegakkan kebenaran menjadi kurban. Ia dijebak dalam perang dan terperosok ke dalam sumur serta ditimbun oleh keluarga Kurawa.

Untung Gandamana ditolong oleh Begawan BedawangaPEMENTASAN WAYANG KULIT III KELOMPOK DALANG SUKRO KASIH: HADIRKAN KETELADANAN YANG JADI TUMBALnala (Dewa Bulus/Kura-kura). Ia bisa keluar dari sumur tersebut dan kembali ke Astina. Ia akhirnya tahu bahwa dirinya dihasut, difitnah, serta dijadikan kurban dengan tujuan hendak disingkirkan oleh Harya Suman karena Harya Suman memang mengincar tahtanya selaku patih Astina.

Ketika sedang terjadi pisowanan agung di Astina dengan serta merta Gandamana naik ke pagelaran dan menyeret Harya Suman serta menghajarnya habis-habisan hingga Harya Suman cacat seumur hidup. Mulutnya disobek. Tangan dipatahkan. Kaki pun dipatahkan. Demikian pula tulang-tulangnya di bagian tubuh yang lain. Pandu marah atas peristiwa ini karena Gandamana dianggap murang tata ’tidak tahu tata krama’. Ia diminta memilih: tahta atau kepuasan hati. Gandamana memilih kepuasan hati karena harta-benda dan kedudukan baginya tidaklah penting. Kepuasan hati (dengan menghajar Harya Suman) baginya lebih membuatnya tenang dan puas. Untuk itu ia diminta pergi dari Astina oleh Pandu dan tahtanya digantikan oleh Harya Suman yang telah menjadi Sakuni Nama Sakuni dalam kerangka dunia pewayangan Jawa dianggap berasal dari peristiwa saka uni ’karena kata-katanya’.

PEMENTASAN WAYANG KULIT III KELOMPOK DALANG SUKRO KASIH: HADIRKAN KETELADANAN YANG JADI TUMBALKematian Gandamana memang telah diduga oleh Gandamana sendiri. Ia pun pernah berujar bahwa ia mau mati jika ia telah bertemu (menguji) kesaktian anak-anak Pandu. Di sinilah tabir tentang tokoh teguh, jujur, dan idealis seperti Gandamana mulai terbuka di mata keluarga Pandawa. Di sini pula Gandamana mewariskan semua kesaktiannya kepada Bratasena dengan tulus ikhlas karena ia memang sangat mengasihi Pandu dan keluarganya. Di sini pula Bratasena mendapatkan tambahan kesaktian berupa Ajian Blabak Penganthol-anthol, Wungkel Bener, dan Bandung Bandawasa.

Kisah flashback ini disajikan dalam paduan iringan gending-gending segar, sigrak, dan sumringah yang hampir mewarnai seluruh pementasan. Cerita panjang (semacam banjaran) yang disajikan mungkin memerlukan durasi waktu yang relatif lama. Barangkali oleh karenanya pementasan ini nyaris minim sulukan dan janturan. Pementasan lebih fokus pada penyajian inti cerita secara langsung. Garapan pun hampir sama seperti penggarapan film-film Hollywood yang hampir selalu menggunakan pola-pola flashback bahkan juga cerita berbingkai.

Sukro kasih mungkin akan terus berproses untuk ”menjadi”. Untuk itu memang diperlukan kreativitas yang tinggi, ketekunan, ketabahan, dan tentu saja stamina dalam arti yang seluas-luasnya.

a.sartono




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta