Nurul Hidayah, Perempuan Nan Setia Sebagai Mranggi

Profesi mranggi berjalan seiring dengan empu keris. Setelah empu menyelesaikan pembuatan bilah keris, tugas mranggi adalah memberi busana dari bilah keris tersebut agar tidak nglegena atau telanjang.

Mranggi ahli membuat warangka keris, foto: Herjaka HS
Seorang mranggi harus menguasai empat unsur dalam warangka
atau wadah keris yaitu: 1. Ukiran, 2. Mendhak, 3. Warangka, 4. Gandar

Mranggi adalah sebutan untuk orang yang memiliki keahlian membuat warangka atau sarung/wadah keris, yang secara keseluruhan disebut dengan busana keris. Namun tidak semua orang yang pekerjaannya membuat warangka keris disebut mranggi. Karena pada predikat mranggi melekat kemampuan “lebih”. Dia mmempunyai tataran pengetahuan dan kemampuan pada tingkat tertentu dalam hal patokan dasar pembuatan warangka keris yang disesuaikan dengan bilah keris dan juga watak dan karakter dari pemakainya.

Selain itu seorang mranggi juga dituntut mempunyai pengetahuan tentang jenis kayu, kualitas kayu, juga serat kayu, yang cocok dan pas dalam memadukannya, baik dengan bilah keris, maupun dengan watak dan status pemakainya. Biasanya seorang mranggi juga mempunyai tugas lain yaitu merawat bilah keris dengan cara membersihkan bilah keris atau menjamasi keris dan juga memberi warangan pada keris.

Profesi mranggi berjalan seiring dengan empu keris. Setelah empu menyelesaikan pembuatan bilah keris, tugas mranggi adalah memberi busana dari bilah keris tersebut agar tidak nglegena atau telanjang.

Secara profesional yang menjadi wilayah kerja mranggi adalah membuat : 1. Deder atau ukiran /handel /pegangan atau hulu keris. 2. Mendhak, adalah hiasan berbentuk seperti cincin, melingkar pada bagian pangkal ‘pesi’ bilah keris, letaknya di ujung deder. 3. Warangka, tempat lubang untuk memasukkan bilah keris. 4. Gandar, terbuat dari kayu untuk mengamankan bilah keris. Biasanya gandar ini dibungkus dengan selongsongan logam (tembaga/ kuningan/perak/emas /campuran) yang diukir dan dinamakan pendhok.

Dari keempat unsur yang ada pada wadah keris, yang paling dominan dan menjadi fokus utama orang memandangnya adalah warangka. Maka kesatuan dari keempat unsur busana keris tersebut disebut warangka.

Walaupun semakin langka, mranggi sampai saat ini masih dibutuhkan dan bahkan mempunyai prospek yang bagus, kata Nurul Hidayah, seorang mranggi perempuan dari dusun Kembang Putihan Pajangan, Bantul. Nurul lahir pada tahun 1981. Sejak duduk di bangku kelas IV SD, ia sudah bekerja membantu ayahnya membuat warangka.

Pada awalnya sepulang sekolah ia terpaksa bekerja agar bisa punya uang untuk jajan di sekolah. Namun dalam perjalanan waktu, setelah duduk di bangku SMA, bagi Nurul bekerja lebih penting. Sekolah justru dijadikan sebagai tempat untuk refreshing, karena sudah capek bekerja.

Waktu itu sampai tahun 1990 pesanan pekerjaan masih sedikit. Pemesannya ajeg, itu-itu saja. Tetapi entah mengapa, setelah tahun itu pesanan semakin banyak. Sebagian besar pemesan adalah orang baru yang menyukai keris. Seiring dengan bertambahnya penggemar keris, pekerjaan untuk merawat keris (jamas keris & marangi keris) pun bertambah.

Nurul Hidayah, seorang mranggi perempuan dari Bantul, foto: Herjaka HS
Nurul Hidayah sudah lebih dari 20 tahun mengurusi warangka keris

“Namun khusus untuk pekerjaan merawat keris, dikerjakan oleh bapak. Aku pernah membantu membersihkan bilah-bilah keris, tetapi selalu saja tanganku luka terkena goresan. Kata bapak untuk membersihkan bilah keris, apalagi keris pusaka, hati harus bersih dan ikhlas. Artinya bahwa untuk merawat benda pusaka khususnya keris dan tombak sebaiknya didasari dengan perasaan senang,” cerita Nurul di rumahnya pada awal November 2012.

Memang, Nurul Hidayah mengakui, ia tidak senang menjamas dan mewarangi keris. Jika dipaksakan justru dapat mencelakakan dirinya. Ia lebih senang dan cocok melakukan pekerjaan membuat warangka keris.

Nurul Hidayah mempunyai dua saudari yang juga pernah bekerja membantu ayahnya. Bahkan keduanya bisa menjamasi dan mewarangi bilah keris tanpa terluka dikarenakan keduanya senang melakukan pekerjaan tersebut. “Namun sekarang mereka tidak membantu bapak lagi, karena yang satu pergi ke Hongkong dan yang satunya ikut suami. Tinggal saya sendiri yang bekerja bersama bapak,” tutur Nurul lagi.

Nurul Hidayah masih tergolong muda. Namun lebih dari 20 tahun umurnya digunakan untuk bekerja membantu ayahnya, Suhadi, yang lebih dikenal dengan panggilan Pak Bewok, sebagai mranggi. Entah sampai kapan pekerjaan ini akan ia tekuni. Namun yang pasti bahwa saat ini dirinya terpanggil untuk ikut merawat pusaka para leluhur yang diwariskan. Tidak sekadar pusaka yang berbentuk wesi-aji, melainkan lebih dari itu yaitu kesetiaan. Kesetiaan dalam menjalani panggilan profesi.

foto dan tulisan: Herjaka HS

Artikel Lainnya :


Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta