- Beranda
- Acara
- Berita Budaya
- Berita Tembi
- Jaringan Museum
- Karikatur
- Makan Yuk
- Temen
- Tentang Tembi
- Video Tembi
- Kontak Kami
Bale-dokumentasi-resensi-buku»Paham Jawa. Menguak Falsafah Manusia Jawa Lewat Karya Fiksi Mutakhir Indonesia
24 Jun 2009 12:35:00Perpustakaan
Judul : Paham Jawa. Menguak Falsafah Manusia Jawa Lewat Karya Fiksi Mutakhir Indonesia
Penulis : Maria A. Sardjono
Penerbit : Pustaka Sinar Harapan, 1995, Jakarta
Bahasa : Indonesia
Jumlah halaman : 94
Ringkasan isi :
Untuk mengetahui pandangan budaya dalam suatu masyarakat tidak hanya didapatkan melalui tulisan-tulisan ilmiah atau terjun langsung ke dalam masyarakat tersebut, tetapi dapat juga menggali melalui karya fiksi atau non ilmiah seperti buku-buku sastra atau novel. Dari tulisan-tulisan tersebut terungkap pandangan-pandangan dari suatu kebudayaan tertentu yang hidup dalam suatu masyarakat pada masa-masa tertentu. Karya karya fiksi adalah suatu produk kehidupan yang banyak mengandung nilai-nilai sosial, politis, etika, religi, filosofis dan sebagainya, yang bertolak dari pengungkapan kembali suatu fenomena kehidupan.
Berbicara mengenai pokok-pokok pemikiran Jawa tidak bisa melepaskan diri dari pembicaraan mengenai manusianya yaitu manusia Jawa sendiri. Orang Jawa sendiri membedakan dua golongan sosial yaitu wong cilik atau orang kecil dan kaum priyayi. Bentuk dasar sistem terminologi Jawa adalah bilateral dan generasional, bersisi dua dan turun-temurun. Setiap orang Jawa melihat dirinya berada di tengah-tengah sebuah tata ajaran: kakek-nenek, bapak-ibu, kakak-adik, anak-anak dan cucu-cucu. Bagi orang Jawa keluarga merupakan guru pertama yang mengajarkan bagaimana ia harus berperasaan, berpikir dan bersikap menghadapi realitas. Ada dua kaidah pokok dalam pergaulan masyarakat Jawa yaitu prinsip kerukunan dan prinsip hormat. Ajaran mengenai prinsip kerukunan dan prinsip hormat ini untuk pertama kali juga diperoleh dalam keluarga.
Pandangan dunia batin Jawa tidak bisa dilepaskan dari ciri-ciri lahiriah dan batiniah yang terdapat dalam diri manusia selaku mikrokosmos. Dasar pemikiran orang Jawa adalah membangun sikap batin yang sesuai, dengan cara selalu eling, sabar, nrimo. Pokok etika Jawa terdiri dalam petunjuk bahwa orang bijaksana akan bertindak sesuai dengan kodrat. Seseorang yang sungguh-sungguh bijaksana, yaitu orang yang telah sampai pada “rasa’ yang sebenarnya dapat dikenali kehalusannya. Kehalusan batin yang terwujud dalam perilaku bijaksana, yaitu suatu cara hidup yang menjamin martabatnya sebagai manusia utama.
Dalam karya fiksi atau novel yang dikupasnya ini, Maria A. Sardjono lebih banyak menyoroti kaum wanita karena dianggapnya lebih menarik. Novel tersebut yaitu Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi. Gambaran kehidupan Pariyem, seorang babu atau pembantu, yang menyadari kedudukan dan fungsinya bagi kelangsungan sistem masyarakat di mana dalam keseluruhan tatanan masyarakat terdapat inter relasi saling membutuhkan. Canting karya Asrwendo Atmowiloto, menggambarkan berbagai sikap manusia dalam menghadapi perubahan dan kenyataan, yaitu sejak pabrik batik tulis milik keluarga Bei Daryono Setrokusumo sukses, hingga kemudian tersaingi oleh batik cap yang lebih murah. Perubahan ini mau tidak mau harus diterima sebagai suatu kenyataan. Kawinnya Martubi Juminten karya Arswendo Atmowiloto, menceritakan percintaan Martubi dan Juminten yang tak pernah sampai ke jenjang pernikahan, tetapi keduanya tetap menyimpan cinta tersebut apapun yang terjadi. Ibu Sinder karya Pandir Kelana (R.M. Slamet Danudirdjo), mengisahkan seorang wanita yang disebut Ibu Sinder dalam mengarungi kehidupan yang penuh berbagai macam pergolakan dan perubahan. Ibu Sinder adalah gambaran seorang wanita yang rela berkorban untuk sesuatu yang dianggap lebih penting, bagaikan Kunti dalam cerita pewayangan. Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dini Hari, Jentera Bianglala trilogi karya Ahmad Tohari, menceritakan tentang sebuah dukuh miskin dan gersang di pedalaman Jawa Tengah dengan tradisi ronggengnya dan Srintil adalah nama si ronggeng dalam cerita tersebut. Srintil yang selalu setia pada satu cinta, walaupun banyak lelaki singgah dalam hidupnya. Sri Sumarah dan Bawuk karya Umar Kayam, menceritakan perjuangan hidup Sri Sumarah dan Bawuk yang penuh dengan kepahitan. Roro Mendut karya Y.B. Mangunwijaya. Cerita ini lebih mencuatkan martabat tokoh-tokoh wanita, seperti Roro Mendut yang menolak dijadikan selir Wiroguno, meskipun hal ini tidak lazim untuk masa itu. Masa di mana bangsawan terbiasa mempunyai banyak selir. Roro Mendut karya Ayip Rosidi. Bila karya Y.B. Mangunwijaya oleh Maria A. Sardjono dianggap sarat dengan istilah, ungkapan dan pemikiran Jawa, karya Ayip Rosidi dianggap cerita atau dongeng klasik yang dikisahkan kembali. Roro Mendut versi Y.B. Mangunwijaya adalah wanita yang mandiri, tegar, bermartabat dan mempunyai harga diri, sedangkan Roro Mendut versi Ayip Rosidi digambarkan wanita yang lemah fisik maupun kepribadiannya. Kisi-kisi Hati karya Lastri Fardani Sukarton, mengisahkan seorang gadis miskin bernama Tini yang setelah mengalami berbagai lika-liku akhirnya berhasil menikah dengan Bismo kekasihnya. Di Bumi Aku Bersua Di Langit Aku Bertemu, karya Titis Basino P.I., mengisahkan dua gadis bersaudara dari keluarga Jawa yang masih terikat tradisi lama. Sang kakak Yulia terpaksa menikah dengan lelaki yang tidak dicintainya hanya karena tradisi “melarang” sang adik (Tiara) menikah bila kakaknya belum menikah. Pernikahan Yulia bahagia, sementara sang adik yang menikah dengan lelaki pilihannya justru mengalami nasib buruk.
Dalam novel-novel tersebut kenyataan memperlihatkan bahwa hampir semua pengarang menempatkan wanita pada kedudukan yang tidak setara dengan laki-laki, namun memberikan sifat-sifat atau ciri yang terhormat kepada mereka dengan sederet kebaikan. Wanita-wanita tersebut digambarkan memiliki sikap-sikap yang lebih mencuatkan paham dasar Jawa yang menggarisbawahi keselarasan, seperti nrimo ing pandum, pasrah terhadap nasib, sabar, menyembunyikan emosi-emosi yang sekiranya merusak lingkungan, toleransi, kompromis, setia, patuh, tabah dan semacamnya. Ciri tersebut diberikan tidak hanya wanita dari kalangan ningrat tetapi juga dari kalangan rakyat biasa. Sedangkan kaum lelaki digambarkan sebagai manusia yang manja, suka dilayani, suka dipuja, disenangkan dan tidak puas hanya dengan seorang istri. Sehingga si istri harus “rela” bila sang suami mencari wanita lain.
Novel-novel tersebut adalah gambaran keberanian orang Jawa untuk menyadari dan menghayati pengalaman hidupnya yang sepahit apapun serta keberaniannya untuk mengambil sikap kompromi dan mencari keseimbangan. Hal inilah yang disebut dengan “kemenangan”. Keberanian menghadapi realita inilah yang memperingan langkahnya. Dengan menyadari dan memahami makna penderitaan, serta mampu mengolahnya untuk menjadikannya pupuk orang akhirnya akan merasakan kedamaian. Kehidupan akan mengalir dalam ketenangan apabila orang tahu mencari hikmah dibalik penderitaannya.
Teks : Kusalamani
Artikel Lainnya :
- DUSUN BERJO SENTRA GENTENG YOGYAKARTA(23/03)
- GURAMI SAUS MANGGA DI WARUNG MAKAN KHAS THAILAND PATTAYA(26/03)
- Memilih Hari dan Tanggal untuk Berpergian(08/12)
- 22 Januari 2011, Kabar Anyar - Kata-kata Tak Dikenali Artinya(22/01)
- 2 Februari 2010, Kabar Anyar - UYON-UYON DAN TARI GOLEK DI KRATON(02/02)
- 7 Maret 2011, Kuliner - SAMBAL JAMUR DAN BANDENG KREMES(07/03)
- MENGORBANKAN DIRI UNTUK(12/12)
- Mengenang Muslim Abdurrahman, Mengenang Islam Transformatif(14/08)
- DOLANAN GULA GANTHI(26/04)
- 21 Agustus 2010, Jaringan Museum - PENGUKUHAN PENGURUS BARAHMUS DIY PERIODE 2010-2014(21/08)