Gerakan Solidaritas untuk Menghidupkan Kembali Lokananta
Studio rekaman pertama di Indonesia, Lokananta merupakan bagian dari sejarah musik di Indonesia, sayang kondisinya semakin memprihatinkan bahkan hampir terlupakan. ‘Galeri Malang Bernyanyi’ kemudian mengajak pada komunitas musik untuk kembali menghidupkan Lokananta, salah satunya dengan Gerakan G2000, menyumbangkan Rp 2.000 untuk memberi sampul ribuan piringan hitam yang ada di Lokananta.
Komunitas Galeri Malang Bernyanyi mengajak masyarakat
untuk menghidupkan kembali Lokananta
Lokanantayang berada di Solo, JawaTengah, merupakan studio rekaman pertama di Indonesia yang didirikan pada tahun 1956. Kata Lokananta memiliki arti ‘Gamelan di Kahyangan yang berbunyi tanpa arti’.
Dengan ukuran panjang 31 meter dan lebar 14 meter, studio ini sangat cukup untuk melakukan take recording format orkestra sekalipun.
Mulai tahun 1958, Lokananta memproduksi piringan hitam. Melihat potensi tersebut, pemerintah membentuk Lokananta sebagai Perum Percetakan Negara RI. Sehingga, Lokananta punya fungsi lain selain recording yakni music studio, broadcasting, percetakan dan penerbitan.
Kotak-kota berisi koleksi piringan hitam yang tidak punya sampul (cover)
Akan tetapi, dengan semakin berkembangnya industri musik di Indonesia dan banyaknya studio rekaman, Lokananta sekarang ini mengalami penurunan konsumen. Sudah tidak seperti dulu lagi eksistensi Lokananta.
Melihat kondisi Lokananta yang memprihatinkan, pada bulan Oktober 2013, tim Fombi (Forum Musik Tembi) diundang untuk datang ke Lokananta oleh rombongan Galeri Malang Bernyanyi. Dengan tagline ‘G2000’. Tim Galeri Malang Bernyanyi memiliki misi untuk kembali menghidupkan eksistensi Lokananta. Tagline ‘G2000’ berarti Gerakan 2000 rupiah. Galeri Malang Bernyanyi ingin mengajak semua orang dan komunitas untuk menghidupkan kembali Lokananta.
Gerakan pertama yang mereka lakukan adalah melakukan pencucian piringan-piringan hitam yang sudah lama sekali tidak dicuci. Ada ratusan piringan hitam yang belum diberi sampul. Melalui keperhatinan ini, tim Galeri Malang Bernyanyi berniat memberi 1.000 sampul (cover) untuk piringan-piringan tersebut melalui gerakan G2000.
Relawan membungkus piringan hitam gengan sampul sumbangan
Setelah melakukan pencucian piringan hitam di Lokananta. Tim Galeri Malang Bernyanyi bersama Fombi menuju ke Yogyakartadan berkunjung ke Padepokan Seni Bagong Kussudiardjo. Tim Galeri Malang Bernyanyi ingin bersilaturahmi dengan Djaduk Ferianto, pentolan Kua Etnika. Selain itu, tim Galeri Malang Bernyanyi juga bermaksud meminta pendapat Djaduk tentang misi ‘G2000’ untuk Lokananta.
Pada kesempatan itu, Djaduk bercerita banyak tentang sejarah dan peran Lokananta pada zamannya. Djaduk pun berbagi pengalamannya tentang dunia recording di Indonesia, baik sebagai pelaku ataupun pengonsep.
“Sebenarnya Lokananta itu bagus hanya saja manajemennya yang tidak bagus,” kata Djaduk. Ia menyarankan agar menejemennya diperbaiki terlebih dahulu baru Lokananta bisa kembali hidup “Lokananta itu studio recording di Indonesia yang sudah sangat representatif, “ tutur Djaduk.
Studio rekaman Lokananta
Naskah & foto:Sistiono Pambudi
Artikel ini merupakan Hak Cipta yang dilindungi Undang Undang - Silahkan Mencopy Content dengan menyertakan Credit atau link website https://tembi.net - Rumah Sejarah dan Budaya
Baca Juga Artikel Lainnya :
- Paguyuban Trah Brawijaya V Majapahit(30/10)
- Menikmati Dentingan Piano dari Dr Hye-Won Jo di ISI Yogyakarta(29/10)
- Galeri Indonesia kaya Kenalkan Seni dan Budaya di Dalam Mall(29/10)
- Konser Jay & Gatra Wardaya, Menikmati Puisi Melalui Alunan Musik(28/10)
- Salamat Po Kata Ria Papermoon(28/10)
- Kirab Pernikahan Agung Keraton Yogyakarta, Pesta Besar Budaya Keraton untuk Rakyat(25/10)
- Pada Putaran ke-123 Menembangkan Cuplikan Kisah Cinta(25/10)
- Siswa North Tista Singapura Mengenal Budaya Yogyakarta di Tembi Rumah Budaya(24/10)
- Gerimis Mewarnai Sastra Bulan Purnama di Tembi(24/10)
- Posteraksi: Tanah untuk Tahta(21/10)