Siswa North Tista Singapura Mengenal Budaya Yogyakartadi Tembi Rumah Budaya
Saat berada di Tembi, mereka sangat terkesan dengan bangunan tradisional dan koleksi-koleksi benda kuno, seperti lesung, kulkas tanpa listrik, motor kuno, keris, hingga dolanan anak masyarakat Jawatempo dulu. Mereka juga terheran-heran saat dijelaskan mengenai kursus tari yang biayanya sangat murah yakni sekitar Rp 10.000 per bulan untuk setiap siswa.
Melihat koleksi lesung di halaman depan Tembi
Usai makan siang di Pulo Segaran Tembi Rumah Budaya, pada Sabtu, 19 Oktober 2013, para siswa North Tista Singapura (setingkat SMP) beserta para pendamping dan travel agent melanjutkan melihat-lihat fasilitas yang ada di Tembi, seperti museum, galeri, rumah inap, belik, amphiteater, tempat latihan tari, tempat kursus, benda koleksi kuno, dan perpustakaan.
Menikmati koleksi lukisan di Galeri Purworejo
Kunjungan ke Tembi Rumah Budaya ini dilakukan oleh siswa North Tista Singapura sebagai salah satu tujuan untuk mengenal budayayang ada di Yogyakarta. Ada banyak tempat yang dituju oleh siswa sekolah tersebut untuk mengenal budaya, warisan budaya, dan obyek wisata yang ada di sekitar Yogyakarta selama kunjungan 5 hari, seperti berkunjung ke Borobudur, Museum Affandi, dan Pantai Parangtritis.
Melihat koleksi sepeda kuno di Galeri Wonogiri
Saat berada di Tembi, mereka sangat terkesan dengan bangunan tradisional dan koleksi-koleksi benda kuno, seperti lesung, kulkas tanpa listrik, motor kuno, keris, hingga dolanan anak masyarakat Jawatempo dulu. Mereka juga terheran-heran saat dijelaskan mengenai kursus tari yang biayanya sangat murah yakni sekitar Rp 10.000 per bulan untuk setiap siswa. Mereka mengatakan terlalu murah. Namun pihak Tembi menjelaskan bahwa kegiatan itu termasuk kegiatan sosial atau nonprofit.
Memandang Gunung Merapi dari amphiteater Tembi
Salah satu siswa bernama Said, yang ibunya asli Aceh, sangat kagum dengan koleksi motor kuno Java yang ada di Tembi karena masih dalam kondisi bagus. Kemudian ia bercerita soal mengendarai motor di Singapura lebih susah dibandingkan dengan di Indonesia, karena di sana sangat banyak aturan. Ia lebih senang naik motor di Tanjung Pinang, Riau, tempat asal kakeknya, karena dianggap lebih bebas.
Suwandi
Foto:Sartono
Artikel ini merupakan Hak Cipta yang dilindungi Undang Undang - Silahkan Mencopy Content dengan menyertakan Credit atau link website https://tembi.net - Rumah Sejarah dan Budaya
Baca Juga Artikel Lainnya :
- Blencong Banyumasan, Pameran dua Perupa Banyumas di Tembi Rumah Budaya(17/10)
- Budayawan Yogya Tak Tahu Ada Kongres Kebudayaan Di Yogya(14/10)
- Pameran Arsip dan Dokumentasi Seni Rupa Indonesia Bertajuk Embrio(12/10)
- Seni Rubuh-rubuh Gedhang, Meneladan Para Wali(12/10)
- Secangkir Kopi Manis di Galeri Milik Lapas Wirogunan(10/10)
- Untuk Kesekian Kalinya SMAN 1 Temanggung Berkunjung ke Tembi Rumah Budaya(09/10)
- Rindu Kerukunan dari Romo Sindhu dan Gus Mus di Balik Tablig Seni Rubuh-rubuh Gedhang(08/10)
- Singapore International School Jakarta Seharian Penuh Belajar Budaya Tradisional di Tembi(07/10)
- Ulang Tahun ke-50 Nasirun, yang Tidak Pernah Berulang Tahun(05/10)
- P!nk, Tubuh Indah Wanita(03/10)
![Bale Inap](https://tembi.net/assets/box-baleinap.jpg)
![Bale Dokumentasi](https://tembi.net/assets/box-baledokumentasi.jpg)
![Bale Karya](https://tembi.net/assets/box-balekarya.jpg)
![Bale Rupa](https://tembi.net/assets/box-balerupa.jpg)
![Yogyakarta](https://tembi.net/assets/yogyakarta.jpg)