Bisma (10)
Kekhawatiran Yang Menghantui Setyawati

“Duh Kakanda Prabu, sebelumnya aku mohon maaf, bolehkah aku menyampaikan satu hal yang tiba-tiba membuat hatiku gelisah ?”

Pada suatu malam, Setyawati menemui Prabu Sentanu untuk mengungkapkan kekhawatirannya (karya Herjaka)
Pada suatu malam, Setyawati menemui Prabu Sentanu untuk mengungkapkan kekhawatirannya
(karya Herjaka)

Dewabrata!! mengapa engkau berikan gelar putra mahkota kepada seseorang yang belum pasti? Bukankah sejatinya gelar itu anugerah? Anugerah yang diberikan kepada orang-orang terpilih. Gelar Putra mahkota tidaklah sekadar gelar. Ia adalah raja muda yang pada saatnya, ketika raja yang berkuasa surut, akan meneruskan menjadi raja untuk memimpin dan meneruskan tata pemerintahan. Oleh karenanya di balik gelar putra mahkota ada rakyat Hastina yang menggantungkan keselamatan serta kesejahteraan hidupnya kepadamu.

Dewabrata!! apakah engkau dapat menjamin bahwa anak Setyawati kelak dapat mewujudkan apa yang menjadi harapan rakyat? Jika yang terjadi justru sebaliknya, apakah engkau mau bertanggungjawab? Dewabrata, Dewabrata, engkau telah memberikan yang bukan kepunyaanmu kepada orang yang belum pasti, celaka apa yang akan engkau dapat, Dewabrata, Dewabrata.

Tidak, aku tidak mungkin mengembalikan kedudukan putra mahkota kepada Ramanda Prabu, karena Ramanda sendiri tidak pernah memintanya. Dan jikapun aku kembalikan dengan alasan untuk memenuhi permintaan Dewi Setyawati, pastilah Ramanda Prabu akan menolaknya. Oleh karenanya atas kemauanku sendiri, dengan landasan sebuah pengorbanan seorang anak kepada orang tua, aku merelakan kedudukan putra mahkota kepada adikku yang belum lahir.

Semenjak Dewabrata meletakkan kembali kedudukan putra mahkota, hatinya diusik oleh dua suara yang saling bertentangan. Yang satu menyalahkan dirinya dan yang satunya membenarkan dirinya. Namun hal tersebut tidak merisaukan, yang terpenting bagi Dewabrata adalah kebahagiaan Ramanda Prabu Sentanu. Pengorbanan Dewabrata yang juga pengorbanan rakyat Hastinapura karena terpaksa merelakan calon raja yang menjadi dambaannya adalah untuk kebahagiaan Ramanda Prabu Sentanu semata.

Prabu Sentanu sungguh beruntung mempunyai anak Dewabrata. Tidak dapat dituliskan seberapa panjang pengorbanan Dewabrata bagi dirinya. Karena jasa Dewabrata kepada dirinya, ia sebagai orang tua, malahan merasa berhutang budi kepada anaknya.

Pada malam sebelum Dewi Setyawati diresmikan menjadi permaisuri Prabu Sentanu, Dewi Setyawati menghadap Sang Prabu.

“Duh Kakanda Prabu, sebelumnya aku mohon maaf, bolehkah aku menyampaikan satu hal yang tiba-tiba membuat hatiku gelisah ?”

“Setyawati, calon permaisuriku, katakanlah apa yang menggelisahkan hatimu.”

“Kakanda jika nanti aku melahirkan anak, tentunya setahun, dua tahun kemudian Dewabrata juga punya anak, aku khawatir bahwa anak kita akan kalah dengan anak Dewabrata, baik dalam hal kesaktian dan kebijaksanaan, serta dalam hal hak atas tahta Hastina. Rakyat Hastina dapat dipastikan akan lebih condong kepada anak Dewabrata.”

Sentanu memahami kekhawatiran Setyawati, namun ia tidak mengerti bagaimana cara mengatasi kekhawatiran itu. Maka kemudian dipanggillah Dewabrata yang selama ini telah membuktikan bahwa dirinya tidak saja berperan sebagai anak, tetapi pada persoalan-persoalan tertentu ia mampu berperan sebagai sahabat.

Herjaka HS



Artikel ini merupakan Hak Cipta yang dilindungi Undang Undang - Silahkan Mencopy Content dengan menyertakan Credit atau link website https://tembi.net/


Baca Juga Artikel Lainnya :




Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta