Sengkuni, Sang Patih Licik (4)
Demi mencapai apa yang menjadi tujuannya, Sengkuni menyusun strategi yang tahap demi tahap dikawal agar dapat terlaksanan sesuai seperti yang ia inginkan. Walaupun belum sepenuhnya berhasil, tahap pertama telah dilewati, yaitu menyadarkan Destarastra bahwa tahta Hastinapura bukan hak Pandu melainkan hak Destarastra, sehingga Kurawa adalah pewarisnya.
Patih Sengkuni (bawah) menghadap Adipati Destrarastra dan Dewi Gendari.
Karya herjaka HS, dok. Jaya Baya
Sakit hati Dewi Gendari yang kemudian berujung pada dendam kepada Pandu, telah menyeret Sengkuni untuk berperan di dalamnya. Pandu wafat di pertapaan yang letaknya jauh dari keraton Hastinapura dengan meninggalkan dua istri yaitu Dewi Kunti dan Dewi Madrim, serta lima anak laki-laki. Tiga diantaranya lahir dari Kunti yaitu Puntadewa, Bimasena, Herjuna. Sedangkan Nakula dan Sadewa, anak kembar lahir dari Dewi Madrim.
Dengan posisi yang menguntungkan, sebagai patih Hastinapura, sedangkan tahta oleh Pandu dititipkan kepada Deastarastra, maka Sengkuni atas nama dendam Gendari ingin merebut tahta dari keturunan Pandu yaitu Pandawa untuk diberikan kepada keturunan Destarastra yaitu para Kurawa.
Demi mencapai apa yang menjadi tujuannya, Sengkuni menyusun strategi yang tahap demi tahap dikawal agar dapat terlaksanan sesuai seperti yang ia inginkan. Walaupun belum sepenuhnya berhasil, tahap pertama telah dilewati, yaitu menyadarkan Destarastra bahwa tahta Hastinapura bukan hak Pandu melainkan hak Destarastra, sehingga Kurawa adalah pewarisnya. Tahap kedua adalah mempersiapakn calon raja dari Kurawa, yang adalah keturunan Destarastra dan Gendari, yaitu dengan mewisuda Duryudana, sulung dari Kurawa untuk menjadi Pangeran Adipati Anom. Seperti tahap pertama, tahap kedua ini, walaupun Destarastra belum menyetujui, ia tidak menolak ketika Duryudana diwisuda menjadi putra mahkota.
Tahap ketiga adalah, mengusahakan agar keturunan Pandu yang disebut Pandawa lima dicegah jangan sampai masuk di lingkungan istana, caranya, mereka dititipkan kepada Yamawidura adik Pandu, di Kasatrian Panggombakan.
Tahap keempat adalah menyingkirkan Pandawa lima dari muka bumi. Jika tahap satu, tahap dua dan tahap tiga dapat berjalan dengan mulus, tidak demikian dengan tahap yang keempat. Berkali-kali usaha Sengkuni untuk menyingkirkan Pandawa gagal. Mulai dari peristiwa di pesanggrahan yang nyaman dan indah di hutan Pramanakoti, di pinggir Sungai Gangga.
Pada waktu itu Sengkuni mengundang Bimasena datang ke pesta yang diadakan Duryudana di Pesanggrahan Pramanakoti. Dalam pesta tersebut berkali-kali Duryudana menambah tuak agar diminum oleh Bima. Walau Bimasena telah merasakan kepalanya berat dan pusing, ia tak kuasa menolak ajakan Duryudana meminum tuak sepuasnya.
Namun tidak banyak yang tahu kecuali Sengkuni dan Duryudana, bahwasanya tuak yang khusus diminum Bimasena telah dicampur dengan racun yang mematikan, sehingga Bima terkulai tak berdaya, dari mulutnya keluar busa berwarna putih.
Sengkuni segera memerintahkan warga Kurawa agar mengikat badan Bimasena dengan akar-akar pohon, lalu diberi bandul batu yang sangat besar, dan dilemparkan ke sungai Gangga. Sebelum mencapai dasar sungai, ribuan naga ganas menyerang dan mematuk Bima.
Mukjizat terjadi, patukan ular-ular beracun tersebut bereaksi dengan racun yang telah masuk di tubuh Bima lewat minuman, sehingga menjadi tawar dan tidak mempunyai daya pembunuh lagi. Di dasar Sungai Gangga, Bima berjumpa dengan Naga Aryaka raja para ular yang menyerang dirinya.
Perjumpaan dengan Naga Aryaka tidak membuat Bima celaka bahkan mati, seperti yang diharapkan Sengkuni, tetapi malahan mendapatkan ’Tirta Rasakundha’, yang berkhasiat ia dapat hidup di dalam air seperti halnya ia berada di daratan, napasnya lancar, badan serta pakaiannya tidak basah.
herjaka HS
Artikel Lainnya :
- 24 Maret 2011, Kabar Anyar - I HAVE NO LAND(24/03)
- SATU EKSEMPLAR BUKU JAWA(20/05)
- Memilih Hari dan Tanggal untuk Berpergian(06/10)
- Sumpah Pralaya(28/07)
- MIE ACEH DI YOGYA(03/10)
- KURSI-KURSI DI DEPAN BENTENG VREDEBURG DAN GEDUNG AGUNG(01/01)
- PERTIGAAN Tembi DAN BANJIR(15/04)
- 24 April 2010, Denmas Bekel(24/04)
- Gamelan dari Keramik Karya Asep Nata(21/11)
DJOGDJA SUDAH TIDAK SEPERTI TEMPO DOELOE(01/01)