Sumpah Pralaya

Judul yang artinya bersumpah untuk mati tersebut diangkat untuk sebuah pentas ‘Wayang Kolosal Multi Dimensi’, hasil garapan Aneng Kiswantoro S.Sn dalam rangka ujian akhir Pasca Sarjana Institut Seni Indonesia Jogyakarta, di Arena Teater Terbuka SMKI Jogyakarta pada 15 Juli 2012 lalu.

Dalam pentas ini Aneng menggabungkan antara wayang kulit yang adalah dua demensional dengan Wayang Golek yang adalah tiga demensional. Dikarenakan menggabungkan dua demensi yang berlainan dalam satu pentas, Aneng mengeset dua panggung yang berbeda. Ada panggung wayang kulit yaitu berupa kelir yang diletakkan di belakang, dan panggung wayang golek yang berupa ‘gedebog’ melintang yang diletakan di depan kelir. Antara kelir dan ‘gedebog’ diberi space beberapa meter untuk mobilitas para penggerak wayang golek. Keletakan ‘gedebog’ dan dasar dari pada kelir ini ketinggiannya di buat sama dan sejajar, lebih tinggi sedikit dari manusia dewasa pada umumnya. Dengan pertimbangan agar para penggerak wayang golek dengan posisi berdiri di balik ‘Gedebog’ tidak kelihatan dari arah penonton.

Sumpah Pralaya
Abimanyu bersumpah Pralaya di hadapan Utari

Tidak seperti pegelaran wayang kulit dan wayang golek pada umumnya, Pegelaran wayang gabungan antara keduanya ini membutuhkan pengaturan pengadegan yang cermat dan teliti, serta kekompakan antara para penggerak wayang, baik wayang golek maupun wayang kulit, pemusik serta lighting. Ada saatnya pengadegan wayang kulit yang menjadi fokus dan ada waktunya pengadegan wayang golek yang membawa cerita. Bahkan tidak jarang pula terjadi adegan yang bersamaan antara adegan wayang kulit yang dimainkan di kelir dan pengadegan wayang golek di space depan kelir. Semuanya disajikan untuk menjaga agar alur cerita tertata, runtut dan mencapai klimaks.

Untuk menghidupkan pengadegan wayang kulit, kelir yang ada diberi effek filmis sehingga kelir tersebut dapat difungsikan seperti tonil dalam panggungg wayang uwong, yang gambarnya dapat diganti-ganti sesuai dengan pengadegannya. Sedangkan untuk menghidupkan panggung wayang golek, digunakan lighting.

Sumpah Pralaya
Suasana perang Baratayuda di Tegal Kurusetra

Sumpah Pralaya adalah sumpah yang diucapkan oleh Abimanyu di hadapan Dewi Utari, yang isinya bahwa Abimanyu akan mati dengan luka ‘arang kranjang’ di perang Baratayuda, jika dirinya sudah beristri. Pada kenyataannya Abimanyu tidak lajang lagi, Ia telah beristri Dewi Siti Sundari. Namun Abimanyu takut ditolak cintanya oleh Dewi Utari, sehingga ia tidak mengatakan hal yang sebenarnya. Ketika sumpah itu diucapkan, alam pun bergolak mendengar sumpah Abimanyu, dan dewi Utari sangat bersedih, karena perasaannya mengatakan bahwa sumpah calon suaminya akan menjadi kenyataan.

Melalui pentas Wayang Kolosal Multi Demensi yang diberi judul Sumpah Pralaya, Aneng Kiswantoro telah mencoba berimajinasi tentang perang Baratayuda, tempat Abimanyu menggenapi sumpahnya, Sumpah Pralaya. Ia gugur dengan seribu luka, untuk menyelamatkan sang raja Puntadewa yang berada dalam keadaan tejepit.

Sumpah Pralaya
Para pendukung pentas, Aneng Kiswantoro paling kiri

Walaupun disadari bahwasanya pentas ini belum maksimal, Wayang Kolosal Multi Demensi ini merupakan sebuah inovatif yang mempunyai masa depan untuk dikembangkan dan dimatangkan, agar mampu mengawal seni tradisi, khususnya wayang , ditengah hingar-bingar tontonan modern.

Pentas yang berdurasi kurang lebih satu jam ini didukung oleh dua puluhan anak muda yang sebagian besar terdiri dari mahasiswa Pedhalangan Institut Seni Indonesi Jogyakarta dan dihadiri oleh para pendidik, seniman dan budayawan.

Foto dan tulisan herjaka




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta