Sepenggal Kisah Kerusuhan Mei 1998 dalam Teater Monoplay

Teater tidak pernah steril. Ia mempunyai tanggung jawab moral untuk menyuarakan berbagai tuntutan keadilan publik, terutama mereka yang berposisi sebagai korban. Dengan kekuatan tematik dan simboliknya,teater bisa menjadi bagian dari gerakan kebudayaan melawan lupa atas berbagai kasus yang mengorbankan kebenaran dan kemanusiaan.

Jumpa Pers pertunjukan mo noplay ‘Sapu Tangan Fang Yin’ di Taman Budaya YogyakartaFoto: Ons Untoro
Joko Kamto salah satu aktor yang main dalam monoplay sedang memaikan sepenggal kisah

Buku berjudul ‘Teater Monoplay dan Musikal’ yang ditulis berdasarkan puisi esai ‘Sapu Tangan Fang Yin’ karya Denny JA, dan diterbitkan oleh Teplok Press, diluncurkan Selasa siang, 15 Januari 2013 di Societet Militer, Taman Budaya, Yogyakarta. Acara itu sekaligus untuk memperkenalkan pementasan monoplay dengan judul pertunjukan ‘Sapu Tangan Fang Yin’. Pertunjukan akan dilakukan 18 dan 19 Januari 2013 pukul 20.00 di tempat yang sama.

Indra Tranggono, selaku penulis buku sekaligus sutradara monoplay bersama Isti Nugroho dan Toto Raharjo menjelaskan, pertunjukan ini merupakan gerakan kebudayaan untuk melawan lupa sejarah.

“Hal ini terkait dengan tindak diskriminasi yang meledak dalam kerusuhan berbau rasial yang terjadi pada tanggal 13 dan 14 Mei 1998. Berdasarkan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) 78 orang etnis China menjadi korban perkosaan dan 85 orang mengalami kekerasan seksual,” kata Indra Tranggono.

Bagi Indra, teater tidak pernah steril. Ia mempunyai tanggung jawab moral untuk menyuarakan berbagai tuntutan keadilan publik, terutama mereka yang berposisi sebagai korban. Dengan kekuatan tematik dan simboliknya, demkian Indra menjelaskan, teater bisa menjadi bagian dari gerakan kebudayaan melawan lupa atas berbagai kasus yang mengorbankan kebenaran dan kemanusiaan.

Pementasan ‘Sapu Tangan Fang Yin” ini dipersembahkan Yayasan Denny JA Untuk Indonesia Tanpa Diskriminasi, yang didukung oleh aktris Olivia Zalianty dan beberapa aktor senior dari Yogyakarta seperti Joko Kamto, Novi Budianto, Eko Winardi dan Bambang Susiawan.

Jumpa Pers dan Launching Buku ‘Teater Monoplay’ di Taman Budaya Yogyakarta, Foto: Ons Untoro
Buku Teater Monoplay

Isti Nugroho selaku salah satu anggota tim sutradara pertunjukan monoplay ‘Sapu Tangan Fang Yin’ melihat bahwa publik telah lama kehilangan teater sebagai medium kultural untuk menciptakan dan menyuarakan gagasan-gagasan kritis.

“Demokrasi prosedural terbukti gagal menjawab persoalan publik karena demokrasi hanya menjadi alat untuk merebut kekuasaan,” ujar Isti Nugroho.

Pertunjukan teater monoplay ‘Sapu Tangan Fang Yin’ ini selain menampilkan kekuatan aktor, juga diperkaya dengan tari dan musik. Masing-masing aktor tampil membawakan peran dan karakternya secara bergantian.

“Penampilan mereka diikat tema, alur dan persoalan. Di Indonesia, teater monoplay merupakan seni alternatif yang menawarkan kekuatan naskah lakon, aktor dan tekni pemanggungan,” kata Indra Trangono.

Meski mencatumkan kata musikal, lanjut Indra, namun pementasan ini bukan pergelaran musikal seperti Laskar Pelangi atau sejenisnya. Makna musikal hadir sebagai nuansa, bukan substansi.

Dalam jumpa pers Selasa siang itu, Joko Kamto, salah seorang aktor, memainkan penggalan dari monoplay. Joko Kamto, mengenakan topi dan baju warna hijau dan kaos warna putih, sungguh menghayati perannya.

Fang Yin adalah toko utama dalam lakon ini. Ia menjadi personifikasi korban perkosaan massal dalam kerusuhan rasial anti-China Mei 1998 di Jakarta. Perkosaan itu menimbulkan luka jiwa yang dalam dan panjang. Tokoh Fang Yin diperankan aktris Olivia Zalianty.

Ons Untoro




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta